Salatiga Carnival Center

Salatiga Carnival Center
Sebuah event akbar tahunan WORLD CULTURE FASHION CARNIVAL..

Profil Saya

Foto saya
Salatiga, Jawa Tengah, Indonesia
I was born in Solo, December 25, 1987 from the father of Drs. Luke Suroso and Mrs. Sri Puji Lestari Hantokyudhaningsih. I grew up in a city full of culture that is the city of Solo. as the descendants of the solos even have blood from a stranger. I was born like a tiny man, weighing> 4 kg. the second child of three brothers that I tried to be a pioneer and a child who was always proud of my extended family. trained hard in terms of education and given the religious sciences until thick. I am standing upright in my life the 19th to voice the aspirations of the marginalized of LGBT in the city of Salatiga. as a new city that will be a starting point toward change and transformation that this country is a country truly democratic. soul, body and all of my life will always fight for rights of the marginalized is to get our citizen rights. Ladyboys no rights, no gay rights, no rights of lesbian, but there's only citizen rights regardless of sexual orientation and gender.

22 Agustus 2008

Jakarta - Pengunjung beberapa kafe di Jakarta sejak dua pekan lalu selalu dikagetkan dengan razia polisi. Tidak biasanya polisi melakukan razia di tempat itu. Di lokasi yang biasa dijadikan tepat kumpul kalangan homoseksual khususnya gay itu, polisi memeriksa indentitas diri (KTP) para pengunjung. Saat itu beberapa pengunjung ada yang digelandang ke kantor polisi.

"Malam itu polisi bukan melakukan razia narkoba. Saya kira razia itu terkait kasus pembunuhan yang dilakukan Ryan. Sebab di malam yang sama kafe di Blok M, tempat kumpul teman-teman gay juga dirazia," jelas Marcel, seorang gay kepada detikcom.

Asumsi Marcel, tempat mereka (kalangan gay) kumpul bukan tempat ajep-ajep (dugem). Karena hiburan musik yang disuguhkan lagu-lagu top fourty. Sehingga para pengunjung di sana hanya minum-minum saja sambil mencari pasangan sesama pria.

Memang sejak kasus pembunuhan berantai yang dilakukan Verry Idham Henyansyah alias Ryan, kalangan gay jadi sorotan masyarakat. Sebab kebetulan Ryan, pelaku pembunuhan sadis tersebut, adalah seorang gay. Beberapa tempat yang menjadi lokasi kumpul kalangan ini belakangan menjadi sasaran razia polisi.

Sejumlah pelaku homoseksual kemudian ramai-ramai mengadukan kekhawatirannya ke sejumlah organisasi transeksual, seperti Arus Pelangi, dan Our Voice. Mereka mengaku takut terkena razia atau diusir dari kos-kosan.

Dede Oetomo, pendiri Yayasan GAYa Indonesia (YGN), salah satu perkumpulan gay, mengatakan, keresahan kalangan gay di beberapa daerah, terutama Jakarta, akibat pemberitaan seputar kasus Ryan. Kondisi ini bertambah parah, karena sejumlah kriminolog melontarkan pendapat yang memojokan gay.

"Padahal dalam kasus ini terbukti pembunuhan Ryan bukan soal hubungan seks sesama jenis. Tapi lebih kepada tindak kriminal murni. Dari sebelas korban Ryan, hanya satu yang karena cemburu. Selebihnya karena ia ingin menguasai harta milik korbannya," ujar Dede.

Menurut Dede, soal diskriminasi dan pengucilan memang bukan hal baru bagi kalangan gay. Tapi setelah kasus Ryan, bukan soal diskriminasi itu yang ditakutkan. Melainkan tindak kekerasan atau pengusiran yang akan menimpa kalangan gay.

Seharusnya, lanjut Dede, masyarakat tidak menghubung-hubungkan kasus kriminal dengan orientasi seksual seseorang. "Kalau mau jujur, sebenarnya pembunuhan yang dilakukan heteroseksual jauh lebih banyak. Tapi karena kasus yang melibatkan gay sangat jarang. Kasus ini menjadi meledak luar biasa," aku Dede.

Diakuinya, geger kasus Ryan menimbulkan persepsi miring terhadap kalangan gay. Masyarakat kemudian menganggap kalau seorang gay hidup dari melacurkan diri sebagai gigolo, seperti yang dilakukan Ryan. Ada juga yang berpersepsi gay identik dengan tindak kriminal. Sehingga gay dianggap sampah masyarakat.

Padahal, jelas Dede, banyak gay dan lesbian yang sukses di profesi masing-masing yang digelutinya. Ada yang menjadi seniman, penyiar televisi, dosen, dokter, pengusaha, ataupun menteri. "Namun hal-hal positif itu tidak pernah mendapat perhatian masyarakat," kata Dede, dosen Fakultas Ekonomi Universitas Surabaya.

Dede menambahkan, perbedaan gay dengan pria pada umumnya hanya soal orientasi seksnya. Sedangkan untuk mencari nafkah mereka sama seperti yang lain. Ia kemudian menyayangkan jika perbedaan orientasi seks tersebut menjadikan gay terpinggirkan di lingkungan kerja. Sebab baginya, jadi seorang gay atau lesbi adalah pilihan, dan tidak ada yang dirugikan karenanya.(ddg/iy)

Homoseksual di Sekitar Kita


Kisah Supernova di Dunia Nyata

Jakarta - Ruben dan Dhimas merupakan tokoh dalam novel Supernova karya Dewi Lestari. Keduanya dikisahkan menjalani hidup sebagai pasangan gay. Pasangan ini kemudian berikrar membuat suatu karya masterpiece 10 tahun kemudian. Karya keduanya kemudian meledak dan sukses.

Lantas bagaimana dengan kalangan gay di dunia nyata? Apakah sesukses kisah Ruben dan Dhimas? "Sebenarnya banyak orang dari kalangan gay yang sukses dalam karier maupun kehidupan ekonominya, termasuk di Indonesia," jelas Marcel, seorang gay yang kini menjadi konsultan Family Health International di Jakarta.

Menurut Marcel, yang pernah berpacaran dengan pria asal Meksiko saat kuliah di Amerika, perbedaan gay dengan pria heteroseksual hanya dari orientasi seksnya. Selain dari itu mereka menjalani hidup dan bekerja layaknya manusia yang lain.

Ia menjelaskan, sekarang ini keberadaan kalangan gay dan lesbian di Indonesia tidak asing lagi di lingkungan kerja. "Mereka sekarang lebih terbuka dalam menunjukan jati dirinya sebagai seorang gay. Dan ternyata mereka diterima di lingkungan kerjanya," ujar Marcel, kepada detikcom.

Tapi memang, lanjut Marcel, khusus di Indonesia, mereka baru diterima di lingkungan kerja sejak era reformasi. Itupun hanya di sektor swasta. Sedangkan di lingkungan pegawai negeri, banyak gay yang belum berani mengungkapkan jati dirinya.

"Dulu, Dede Oetomo (Ketua organisasi gay dari Yayasan Gaya Nusantara) pernah dicoret sebagai konsultan sebuah pekerjaan di Bappenas yang dibiayai UNDP. Tapi itu saat Orde Baru. Sekarang sudah tidak seperti itu," ungkap Marcel.

Saat ini Dede Oetomo menjadi lektor pada program pascasarjana di Universitas Katolik Widya Mandala. Peraih gelar Doktor dari Cornell University, Amerika ini sekarang juga menjadi dosen tetap di Fakultas Ekonomi Universitas Surabaya.

Selain sibuk mengajar, Dede juga salah satu pendiri dan aktivis Lambda Indonesia pada 1982. Organisasi gay ini yang pertama lahir di Indonesia. Beberapa tahun kemudian ia mendirikan Yayasan GAYa Nusantara. Karena aktivitasnya ini Dede kemudian mendapat anugerah Felipa de Souza Award dari International Gay and Lesbian Human Rights Commision (IGLHRC), pada tahun 1998, dan Utopia Award for Pioneering Gay Work in Asia 2001.

Lain lagi kisah Stevanus Theodurus Gary Natanael, yang sekarang menjadi aktivis yayasan GESSANG (Gerakan Sosial, Advokasi, dan HAM untuk Gay). Stevanus yang mengaku sudah menjadi gay sejak lahir, mulai SMP sudah masuk ke dunia malam dan sudah jadi ‘kucing’ (gigolo). Aktivitas seperti itu dilakoninya selama dua tahun.

Saat duduk di kelas tiga SMP, ia mulai merasa resah dan berpikir, untuk meninggalkan aktivitas gigolonya itu dan mulai berpacaran dengan sesama pria. Sekalipun saat itu ia juga pacaran dengan perempuan.

Ketika duduk di bangku SMA, ia mulai memberanikan diri masuk ke dalam komunitas gay. Tapi Stevanus masih belum berani terang-terangan kepada keluarga dan teman-temannya. Baru saat kelas tiga SMA ia berani berterus terang kepada keluarga.

Ketika kuliah di Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), pria kelahiran Solo 1987 ini, mulai mengekplorasi dirinya sebagai seorang gay. Hingga saat ini ia terus berjuang untuk membuka cakrawala di kalangan mahasiswa UKSW tentang kehidupan gay dan lesbian. Untungnya lagi, di kampusnya ia tidak pernah dikucilkan.

Mahasiswa FISIPOL Jurusan komunikasi ini kemuidan meraih sebuah kepercayaan untuk memimpin Kota Salatiga mengarahkan kepada komunitas With Men Who Have Sex With Men (MSM) alias gay untuk mencegah adanya penyebaran virus HIV/AIDS.

Pengamat sosial Sigit Pranawa mengatakan, homoseksual hanyalah salah satu bentuk orientasi seksual seseorang. Gay hanyalah masalah orientasi seksual. Sedangkan dalam kehidupan, mereka tetap manusia yang bisa berpikir, berkarya dan berprestasi seperti manusia lainnya.

Lulusan S2 dari Universitas Gadjah Mada (UGM) ini mengungkapkan, komunitas gay tidak seperti kelompok masyarakat umumnya. Menurutnya, kelompok gay punya ikatan sosial yang kuat dalam beraktivitas. Mereka saling mendukung dan menunjang satu sama lainnya. Hal ini dilakukan karena mereka sadar kalau jumlah mereka sedikit. Sehingga mereka berupaya untuk saling menjaga keutuhan. Setidaknya, menurut Sigit, ada 221 tempat pertemuan kaum gay di 53 kota di seluruh Indonesia.(ddg/iy)

21 Agustus 2008

HOMOSEKSUAL : Lelaki Jual Diri

Salam Sejahtera,
Bersama ini kami Pulse Party, Wedding & Event Organizer memberitahukan bahwa akan diselenggarakan FIKSI : Nonton Film & Diskusi dengan tema HOMOSEKSUAL : Lelaki Jual Diri “NO REGRET”. Acara akan diselenggarakan pada :
Hari / tanggal : Rabu, 10 September 2008
Pukul : Jam 10.00 wib – selesai
Tempat : Ruang Probowinoto UKSW Kota Salatiga ( Gedung G – Lantai 5 )
Biaya Peserta : Rp 25.000,00
Tempat Pendaftaran : 1. Kantor FISIPOL Univ. Kristen Satya Wacana Kota Salatiga
Jalan Diponegoro No. 52 – 60 Salatiga ( 0298 ) 321212 ; 326362 ext 259
2. Sekretariat PULSE Management
Jalan Kemiri 1 No. 4 Salatiga 50711
( 0298 ) 7183701 – 085647000835
Web : www.pulse_eo.blogspot.com ; email : youth_mobile@yahoo.co.id
3. Salon Lea Blanca
Jalan Kali Gentong Salatiga
telp : 08882922533 a/n Tante Novi
4. Yayasan GESSANG Kota Surakarta
Jalan Cokrobaskoro No. 201 B Surakarta
( 0271 ) 730676 web : www.gessang.org ; email : gesang@yahoo.com
Fasilitas : DVD Film, Block Note, Co Card, Sticker, dan Snack
Judul Film : “ NO Regret “
Pembicara : 1. Drs. Argyo Demartoto ,M.Si. ( Direktur Yayasan GESSANG )
2. Drs. Pamerdi Giri Wiloso ,M.Si. ( Antropolog Indonesia )
3. Prof. Ir. Kutut Suwondo ,M.Si. ( Ahli Sosial & Politik Indonesia )
Moderator : Tomi Febriyanto ,S.Sos.,M.Si.( Dosen FISIPOL UKSW )
Oleh karena kegiatan tersebut di atas, maka kami mengharapkan partisipasi anda untuk ikut dalam acara ini dan mengambil bagian dari segala perhelatan ini.
Demikianlah dari kami untuk dapat menjadi periksa dan dapat menguntungkan. Atas perhatian dan perijinannya kami mengucapkan terima kasih.

STEVANUS THEODURUS GARY NATANAEL: PRESIDEN RI dan WALIKOTA SALATIGA HIV +

STEVANUS THEODURUS GARY NATANAEL: PRESIDEN RI dan WALIKOTA SALATIGA HIV +

KAMI BEDA TAPI JANGAN BEDAKAN KAMI

Waria merupakan gender ketiga di dunia ini. Sebagai seorang manusia yang tinggal di sebuah wilayah negara, waria mempunyai hak yang sama dalam penentuan kehidupan dan HAM untuk warga negara tersebut. Lalu bagaimana Indonesia menyikapinya segala kasus pelanggaran HAM? Padahal adanya UU No 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, merupakan wujud jelas dari kepedulian negara ’tercinta’ untuk ikut dalam meengentaskan kasus dan pelanggaran yang terjadi. Tetapi kenapa negara Indonesia dengan tenangnya membiarkan kekerasan dan ketidaknyamanan tinggal dan datang di warganya sendiri. Sebuah politik patriaki akan selalu ada jika pelanggaran HAM ini selalu ditegakkan. Pria akan selalu berkuasa, dan hidup untuk menindas dan menekan wanita. Bahkan mayoritas dibuat untuk membuat goncangan dan pembunuhan pada minoritas. Struktur militerisme dan otoriterisme akan selalu berkembang dan bertumbuh jika pelanggaran HAM itu tidak dapat diselesaikan. Dalam buku HAM & Pengadilan HAM Setengah Hati karya tim LBH Surabaya, memberikan sebuah inspirasi kepada penulis untuk menguak dan memperdalam pengetahuannya di permasalahan kasus pelanggaran HAM.
Ada yang bilang inilah negara Indonesia sebagai negara hukum. Tetapi kenapa selalu menjadi permasalahannya adalah agama. Negara hukum atau negara agama ’kah negara Indonesia itu? Apapun masalahnya selalu ada agama yang bermain. Sebenarnya apa itu agama? Dimana itu agama? Dan mengapa agama selalu menjadi tameng atas semua permasalahan yang ada?
Agama sebuah kata sangat tidak logis jika kita sangkut pautkan dengan segala permasalahan yang terjadi. Agama bukan satu-satunya cara untuk menyelesaikan segala permasalahan. Dan agama adalah urusan antara individu manusia dengan Tuhan bukan manusia dengan manusia. Dan Tuhan selalu akan memberikan peringatan dan nasehat secara personal kepada umatnya bukan melalui orang lain. Belum tentu orang lain itu benar dan suci, karena manusia sama di mata Tuhan. Bukan karena penulis menentang agama, tetapi penulis berpendapat bahwa negara Indonesia adalah negara hukum. Dan bahkan pemimpin kita selalu bilang jangan mencampuradukkan permasalahan dengan SARA. Tetapi apa yang terjadi. Semuanya ingin jadi penguasa dan semua ingin menjadi yang terdepan. Membunuh dan melakukan kekerasan adalah cara yang sering dilakukan. Inilah sebabnya jika HAM tidak ditegakkan. Agama tidak akan menyelesaikan semuanya.
Jika kita melihat kebelakang, permasalahan kekerasan di Indonesia. Pasti bermula dari agama dan suku. Mengapa keanekaragaman ini menjadi hal yang sangat aneh? Dan sangat sensitif? Negara ini seharusnya mampu untuk melindungi setiap warganya dari segala mara bahaya. Tetapi apa yang terjadi? Jika warga ingin membutuhkan perlindungan, yang selalu ditanyakan oleh pelindung adalah seberapa besar uang yang dikeluarkan oleh warga yang melapor. Kasus ini sebenarnya sebuah kegiatan rutin dan pasti bahkan wajib dilakukan oleh pelindung warga negara. Siapa pelindung warga negara itu? Pasti tidak jauh dari yang namanya aparat keamanan. Mungkin penulis ingin menegaskan sebenarnya yang benar aparat keamanan atau keparat keamanan? Setiap warga ingin dilindungi dan setiap warga ingin juga melindungi. Tetapi jika tidak ada koordinasi dan manajemen yang baik, membuat selalu adanya main hakim sendiri. Sebuah kejadian tragis yang selalu kita lihat di seluruh kota di Indonesia. Sekarang apa yang bisa kita perbuat untuk membuat semuanya berhasil. Satu cara yang harus selalu kita lakukan adalah jangan mempercampuradukkan agama di dalam segala permasalahannya. Seperti sebuah permasalahan kehalalan pada makanan. Hal ini sudah pernah penulis perbincangkan pada suatu perkuliahan. Sebuah pertanyaan kecil penulis lontarkan kepada seluruh mahasiswa yang ada di dalam ruang kuliah tersebut. Dimanakah sebenarnya kekuasaan negara Indonesia? dan apakah benar Indonesia sudah bubar seperti apa yang dituliskan oleh Dr. N. B. Susilo., MT, MBA, MA, MH? Pertanyaan itu membuat suasana di ruangan itu yang sebelumnya gaduh menjadi tegang dan penuh tanda tanya pada setiap mata mahasiswanya atas pertanyaan penulis. Lalu ada seorang mahasiswa bertanya kembali pada penulis. Mengapa anda berkata seperti itu? Dengan tegas penulis berdiri untuk menjawab pertanyaan itu. Inilah penulis, yang selalu akan membuat anda dobrakan dan mau merupabah konstruksi makna yang sudah ada, karena inilah sebuah pernyataan atas permalasahan dalam pemikiran seorang anti kemapanan. Dan inilah Indonesia yang benar-benar sudah bubar. Karena kita selalu berleha-leha dengan keadaan yang terjadi, selalu dimanja dengan subsidi, selalu dibungkam dengan beasiswa pendidikan, dan selalu dibuat bodoh oleh media massa. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara yang mempunyai aparat keamanan yang kokoh, kuat dan berani. Tetapi kenapa ada oknum yang mengatasnamakan agama menjadi pengatur keamanannya. Lalu di bulan Juni 2008, terdengar bahwa ada ultimatum dari oknum agama membubarkan oknum agama yang lain kepada pemerintah, walaupun kita tahu bahwa oknum yang mengeluarkan ultimatum itu adalah warga negara Indonesia sendiri dan mempunyai keyakinan yang sama dengan oknum yang lainnya. Semua ingin menguasai dan semua ingin memimpin. Sekarang yang jadi pertanyaan kita, dimanakah kekuasaan pemerintah Indonesia? Apakah pemerintah Indonesia sudah tidak mampu untuk menyelesaikannya dengan cepat dan cermat? Atau memang benar kata orang bijak, bahwa pemerintah Indonesia menunggu seberapa besar uang untuk melakukan hal itu. IDIOT. Kata yang pantas dan layak untuk hal ini. Lalu kita melihat pada kekuasaan pemerintah lagi tentang kekuasaan departemen kesehatan atas perlindungan konsumen dan pengawasan obat dan makanan (BPOM – Badan Pengawasan Obat dan Makanan). Dimanakah kapasitas kinerja BPOM yang notabene sebagai badan resmi negara. Sebenarnya apa kekuasaan dari MUI untuk mengatakan makanan itu boleh dikonsumsi atau tidak. Tujuan mereka hanya satu, bahwa makanan yang layak adalah makanan yang sudah dihalalkan oleh ajaran yang dianut pada masyarakat mayoritas. Lalu apa kapasitas kinerja dari BPOM? Atau orang-orang yang ada didalamnya hanya makan gaji buta saja? Hal ini aneh sekali. Karena kita sudah mempunyai kekuasaan dan juga mempunyai pemerintahan yang kokoh, tetapi kenapa agama yang selalu berperan. Mungkin ada dan perlu ada bahkan wajib ada, MPI, MBI, MHI, dan M-M yang lain. Yang bisa mengatakan makanan itu layak atau tidak. Tetapi mungkin akan menambah ongkos produksi dari produk tersebut, karena sama saja menambah logo halal dari semua agama. Gila dan stress saja seperti Indonesia dijajah oleh negara Indonesia sendiri.
Pertanyaan ada dibenak anda sekarang adalah, mengapa permasalahan penulis semakin meluas. Ya, karena permasalahan ini akan selalu berhubungan dengan segala permasalahan yang ada. Kembali ke konteks awal kita untuk membahas dan memperbincangkan permasalahan yang selalu dihadapi oleh waria di Indonesia yang mengakibatkan waria yang selalu menjadi korban atas ketidakadilan UU HAM di negara sendiri. Katanya pemimpin negara kepada turis kalau Indonesia itu aman dan nyaman. Tetapi kenapa malah seperti ini. Warga lain dibuat aman dan nyaman, tetapi warga sendiri malah di buat amburadul. Apa ini yang namanya keadilan dan keamanan yang selalu dijanjikan?
Waria merupakan gender ketiga atau biasa disebut dengan transgender. Kalau kita bicara tentang waria itu sangat kompleks dan menakutkan. Bukan warianya yang membuat takut masyarakat tetapi sebenarnya awal mulanya adalah masyarakatlah yang terlebih dahulu membuat takut waria dan menyebabkan waria harus keluar untuk melawan kerasnya kehidupan ini. Mungkin dari anda sendiri yang merasa takut. Waria bukan penggoda. Lalu mengapa mereka sering menggoda lelaki yang diincarnya. Itu bukan karena kemauannya. Karena hak-hak mereka yang sudah terampas begitu saja. Hak atas pekerjaan sebagai WNI sudah terenggut dan sudah dikatakan menghilang, mengakibatkan waria masuk dalam dunia prostitusi dan waria harus encari lelaki untuk diajak berhubungan seksual, lalu diminta uangnya dan selesai. Awal mula dari kejadian itu karena hak atas pekerjaan pada waria dibedakan dengan WNI yanglain. Padahal waria itu juga WNI. Lalu apa yang membuat hak atas pekerjaannya hilang? Refleksikan dan jadikan telaah pada diri anda. Kekerasan dan pembunuhan bahkan penolakan yang sering dilakukan oleh masyarakat membuat waria harus melakukan kekerasan juga dan bahkan waria mampu dan sangat bisa untuk menjadi lelaki lagi jika nyawa dirinya terancam. Menggoda, mencaci-maki, keras, dan bahkan waria berani mati jika ada permasalahan yang mengancam nyawa dirinya sendiri ataupun teman seprofesinya. Waria adalah sebuah sosok yang sangat kental dengan dunia malam. Dan bagi transseksual ataupun transvestite, mengatakan bahwa kehidupan waria itu sebuah mozaik. Dan menjadi waria adalah sebuah deklarasi atas dirinya yang secara terang-terangan menyatakan bahwa kenyataan secara fisiknya sangat berbeda dengan apa yang ada di dalam hati, roh, dan jiwa yang ada di dalam tubuh seorang waria. Menjadi waria adalah sebuah perjuangan hidup untuk tinggal dan memperjuangkan kemajuan dirinya di Indonesia. Karena menjadi waria harus mampu untuk menjaga sikap dan setiap tutur kata untuk memperbaiki citra atau image bahkan stigma negatif dari masyarakat sekitarnya. Kekerasan fisik yang selalu waria dapatkan membuat psikis mereka semakin sakit. Tetapi penulis salut dengan waria, karena dengan kegigihan dan kekokohannya, walaupun dengan segala stigma yang ada tetap membuat waria semakin kuat dan solid untuk membangun dan memperkokoh pondasi perjuangan melawan segala kemapanan dan kontruksi makna dari masyarakat. Waria memang ada dan unik. Karena penulis percaya apapun yang menjadi ciptaan Tuhan ( maaf, kalau yang bukan ) dibuatnya sempurna, layak dan unik dipandangan Tuhan, bukan manusia.
Waria mempunyai kehidupan yang tidak jauh dari kelelawar, walaupun tidak semua waria seperti itu. Tetapi hal itu selalu ada dan menjadi stigma yang buruk. Sebenarnya mudah sekali untuk mengentaskan dan mengalih profesikan waria. Karena kegighan dan keterampilan dari waria yang sudah kompleks. Pemerintah seharusnya mampu membuka lowongan pekerjaan untuk mereka. Tetapi hak atas pekerjaan untuk waria sebagai warga negara Indonesia itu seperti sudah hilang ditelan oleh bumi ini. Di telan untuk sebuah uang. Contohnya seperti di perusahaan besar atau diperbankkan. Waria tidak layak untuk menjadi pegawai dari perusahaan tersebut. Karena dirinya waria. Apa yang salah dengan dirinya? Yang salah itu yang mana? Pemerintah, perusahaan atau UU yang notabene semuanya UUD ( Ujung-Ujungnya Duit ).
Benar yang dikatakan oleh pujangga dan pencipta lagu perjuangan itu. Sebuah syair yang mudah dan sedikit menggelitik untuk penulis. ”Itulah Indonesia...”. Sebuah pertanyaan besar kembali lagi di benak penulis. Indonesia itu apa dan apa itu Indonesia? Karena dari syair lagu diatas mengatakan itulah Indonesia, yang seperti apakah Indonesia sekarang? Seperti apakah pemerintah Indonesia sebagai negara yang selalu dikatakan pemimpinnya supaya warganya membanggakan dan mencintai negaranya sendiri. Tanah air Indonesia yang selalu ada di benak penulis dengan keanekaragamannya dan keindahan jamrud khatulistiwanya. Penulis bangga dan cinta kepada negara Indonesia. tetapi tidak untuk pemerintahan dan manajemen pemerintahan negara Indonesia. Dan karena cintanya itu membuat penulis semakin yakin dan percaya bahwa sebenarnya negara ini mampu untuk berubah menjadi lebih baik dan mengatur semua warganya. Hanya satu cara yang bisa dilakukannya bahwa adanya penegakan hukum dan UU yang berlaku. Dan tidak ada orang disebut sebagai warga atau oknum yang kebal hukum. Semuanya sama, merata dan adil. Transformasi untuk Indonesia. Sebuah perubahan untuk Indonesia.
Dan jika kita melihat kembali pada kasus-kasus pelanggaran HAM WNI terkhusus untuk waria. Kehidupan malam yang mereka lakukan merupakan hal yang tidak mungkin menjadi cita-cita waria dan tidak akan selamanya menjadi jalan hidupnya. Tetapi apalah daya jika semuanya sudah menjadi ’indah’. Indah dimata pemimpin dan masyarakat manja. Waria juga ingin hidup layak dan tenang, bukan menjadi pemuas lelaki saja tetapi juga untuk merubah hal-hal yang waria inginkan. Dalam hal ini adalah pekerjaan mereka.
Cara yang sangat mudah untuk mengentaskan waria dari dunia prostitusi adalah dengan memberikan hak yang sama sebagai warga negara Indonesia. Hak atas pekerjaan supaya waria juga mendapatkan penghasil yang tetap dan tidak kembali lagi kepada dunia prostitusi yang mengakibatkan penyebaran kasus kekerasan dan kasus HIV/AIDS bertambah. Hak atas pernikahan supaya waria tidak melakukan gonta-ganti pasangan seksual dan waria secara hukum terikat dalam satu hubungan saja. Hak atas pendidikan supaya waria menjadi terampil dan mempunyai pengetahuan dan pendidikan yang sama dengan penduduk negara Indonesia. Hak untuk mengeluarkan pendapat supaya waria bisa sama dan duduk seimbang menjadi satu tujuan, satu hati dan satu langkah untuk memajukan negara, jangan memandang remeh waria. Karena waria lebih mempunyai sensitivitas yang sangat peka terhadap lingkungan sosial yang ada di sekitarnya. Dan semua itu hanya satu pesan penulis. Tegakkan keadilan dalam hak WNI yang tidak boleh dibedakan antara waria, gay, lesbian, preman, dan semuanya. Karena tidak ada yang namanya hak waria, hak gay, bahkan hak maling, tetapi hanya ada satu hak yang selalu kita junjung tinggi HAK WARGA NEGARA INDONESIA.
Waria hidup untuk melengkapi perbedaan yang ada di dunia ini. Jangan kucilkan waria kalau seandainya di lingkungan sekitar atau ada anggota keluarga yang memilih jalan hidup sebagai waria karena mereka juga tidak minta dilahirkan seperti ini. Secara politik, waria mengharapkan agar diberikan ruang publik untuk mengeluarkab pndapat dan selalu menjadi yang terbaik di lingkungan sekitarnya. Menjadi waria adalah bukan pilihan hidup, itu datang dari jiwa atau perasaan waria itu sendiri. Oleh karena itu menjadi waria bukan sebuah keterpaksaan, tetapi itu adalah jalan hidup dan sebuah kata hati yang harus dituruti.waria adalah jalan hidup yang harus dilalui oleh mereka, dengan berbagai macam intimidasi dan anggapan negatif yang melekat di diri mereka tetapi masih ada juga yang mengganggu kenyaman saat mereka harus menjalani hidup dan pekerjaannya. Waria hanya ingin diakui di dalam kehidupan bermasyarakat dan bisa bersosialisasi seperti masyarakat pada umumnya. Kebijakan-kebijakan pemerintah tentang waria seharusnya bisa mengakomodir keberadaan teman-teman waria karena selama ini kebijakan-kebijakan tersebut malah merugikan teman-teman waria.
Yang menjadi pertanyaan kita sekarang adalah sudah adakah kesetaraan di kelompok waria? Sudahkah mereka mempunyai ruang publik yang sama? Sudahkan keadilan sebagai warga negara Indonesia waria dapatkan?
Kehadira dan keberadaan waria hanya menjadi pelengkap kehidupan atau mungkin bumbu bagi masakan itu sendiri. Dan waria hanya dipandang sebelah mata di dalam interaksi sosial di masyarakat. Di masyarakat manapun waria dianggap nomor dua, jika mengisi formulir dalam bentuk apapun, hanya ada dua pilihan pada kolom jenis kelamin yaitu laki-laki dan perempuan. Bagi waria itu merupakan sebuah penghinaan. Dimana secara alat reproduksi waria masih berbentuk penis, walapun dandanan diluarnya sudah berbeda. Yang perlu ditanyakan kembali adalah apakah yang menjadi permasalahn dan kesalahan mereka. Karena waria berjalan dengan mengikuti kemauan Tuhan dan menjadi waria adalah jalan hidup yang harus mereka jalani. Waria selalu dianggap lelucon, sebagimana badut yang memberikan hiburan dan setelah selesai mereka pergi dan menghibur yang lain dan memuaskan yang lainnya. Mengundang tawa dan selalu menghibur. Itulah hal yang paling mudah diterjemahkan jika kita melihat media televisi sekarang ini. Di dalam setiap program televisi, waria selalu diekspos menjadi sosok yang slebor, dalam iklan dan sinetron-sinetron. Padahal tidak semua waria bisa melucu seperti badut. Sebuah harapan besar yang selalu ada di benak seorang waria adalah adanya pengakuan dan penerimaan masyarakat Indonesia tidak terkecuali pemerintah.
Memang akan selalu pertentangan dengan ajaran agama. Menurut pandangan masyarakat secara umum selalu berpendapat bahwa waria melawan kodrat, waria merupakan safir, waria adalah makhluk paling hina bahkan ada beberapa perda di Indonesia menganggap waria adalah sebuah perbuatan pelacuran. Banyak hal yang menjadi pertanyaan untuk penulis dimana penulis ingin menegaskan bahwa waria adalah sebuah jalan hidup bukan pilihan hidup.
Pemerintahan orde baru sebenarnya tidak mempermasalahkan tentang seksualitas. Karena bagi pemrintahan orde baru, bahwa seksualitas merupakan urusan individu. Tetapi pada perjalanan waktu, pemerintahan orde baru mulai membahas dan mengurusi hal yang paling sensitif pada warganya. Melalui KB ’terpaksa’, dan masih banyak lagi, hal ini mengakibatkan pemerintah mulai membuat frame atau bingkai pemikiran dari rakyatnya sendiri. Pada kasus lesbian, gay, bisek, transseksual, transgender dan queer, pemerintah sebenarnya pada awalnya tidak terlalubermasalah. Mari kita sedikit memutar kembali pemikiran dan pengetahuan kita pada masa pemerintahan orde baru. Pergerakan nasional Arnold Mononutu, yang kemudian beberapa kali menjabat sebagai menteri yang selalu dicintai oleh rakyat dan semua orang yang mengenal dirinya. Dan ini merupakan rahasia publik dan pastinya sudah banyak orang yang tahu bahwa ’Om Arnold’ merupakan pro-duren ( pendukung/pencinta duda keren ).
Organisasi gay dan lesbian mulai bermunculan pada tahun 1992, dan yang paling mencengangkan pada organisasi waria sudah dimulai pada tahun 1960-an. Perkembangan ini di dukung penuh oleh beberapa aktivis perjuangan LGBT-Q di seluruh dunia. Dan akhirnya pertama kalinya pada bulan desember 1993, diadakannya kongres Lesbian dan Gay di Kaliurang, DIY. Dari kongres itu menghasilkan 5 butir resolusi. (1) bahwa kita tidak ingin disendirikan atau diasingkan dari masyarakat umum; (2) bahwa kita harus bersikap saling menghargai terhadap perbedaan sifat, perilaku dan minat sesama kaum kita; (3) bahwa pergerakan kita tidak elitis dan tidak mengenal diskriminasi ras atau suku, agama, dan kepercayaan, usia, profesi serta keadaan fisik dan mental; (4) bahwa kita menghargai berbagai bentuk homoseksualitas tradisional; dan yang paling terpenting , (5) bahwa pergerakan kita menyatakan solidaritas terhadap kelompok lain yang tertindas atau yang diperlakukan tidak adil.
Walapun sudah 16 tahun perjuangan kaum LGBT-Q tetapi tetap saja masih adanya diskriminasi. Pada kaum Gay dan lesbian sudah masuk pada taraf yang lebih tinggi dibandingkan dengan perjuangan kaum waria. Perjuangan kaum gay dan lesbian sudah mencapai pada taraf penyadaran publik dan pembukaan pemikiran atau konstruksi makna yang sudah diperburuk oleh media pada jaman orde baru. Tetapi perjuangan waria masih sebatas pada penerimaan diri dan status waria itu sendiri di kalangan masyarakat.
Pemerintahan orde baru adalh pemerintahan yang pertama kali menyatakan penolakannya pada pernikahan sesama jenis. Peristiwa itu di mulai menjelang dilaksanakannya konferensi internasional kependudukan dan pembangunan di Kairo. Secara resmi pemerintahan Republik Indonesia, melalui juru bicara kepala BKKBN/Menteri Negara Kependudukan yang saat itu dijabat oleh Haryono Suyono, menyatakan antara lain bahwa tidak akn ikut mendukung pernyataan yang mengakui pernikahan sejenis. Dan hal ini disahkan langsung oleh Alm. Mantan Presiden Soeharto agar delegasi Indonesia tidak ikut mendukung hal yang ’aneh-aneh’. Hal ini menjadi sebuah santapan manis agen konstruksi realitas dan produsen konstruksi pikiran bahkan sebagai kenikmatan yang memuaskan bagi kaum fundamentalis dan peng’onani’ pikiran masyarakat. Orang-orang yang duduk disitu sangat jelas akan mendapatkan materi yang berkelimpahan karena dari merekalah sebuah stigma negatif masyarakat dibuat dan dibentuk. Satu kata dari oknum-oknum yang ada di dalamnya bisa merubah pemikiran masyarakat Indonesia, karena mereka adalah bingkai dan masyarakat hanya dijadikan pengisi atau pelengkap saja. Bahkan berita-berita yang dikeluarkan selalu memberikn statement negatif dan mendiskriminasikan kaum marjinal tersebut. Intinya sama bahwa pemerintah RI menolak homoseksual.



DAFTAR PUSTAKA
Bertens, K. 2001. Perspektif Etika Esai-Esai tentang Masalah Aktual. Yogyakarta : Penerbit Kanisius.
Brotosudarmo, Pdt. R.M. Drie S. , S.Th., M.Th., M.Si.. 2007. Etika Kristen untuk Perguruan Tinggi. Yogyakarta : Penerbit ANDI.
Kűng, Hans dan Karl-Josef Kuschel. 1999. Etik Global. Yogyakarta : Sisiphus.
Magnis, Frans – Suseno. 2006. Etka abad Kedua Puluh, 12 teks Kunci. Yogyakarta : Penerbit Kanisius.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.
Spencer, C. 2004. Sejarah Homoseksualitas dari Zaman Kuno Hingga Sekarang, Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2004.
Martin and Lyon.1972. Lesbian Women. San Fransisco. Glide Publication.
Yash. 2003. Transeksual-Sebuah Studi Kasus Perkembangan Transeksual Laki-laki ke Perempuan. Semarang: Aini.
Atmojo, K. 1987. Kami Bukan Lelaki. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti.
Erwan, W. 2003. “Tomboy diterima, mengapa waria tidak?”. Jawa Pos. 5 januari 2003.
Mc Cary, J. L.1973. Human Sexsuality second edition. USA: Van Nostrand Reinhold Company.
Abdullah, I. 2001. Seks, Gender dan Reproduksi Kekuasaan. Yogyakarta: Tarawang Press.

27 Juli 2008

KESUKAANKU -CMCB-

Pingin tahu cerita dan hasil reportasenya silahkan klik :

http://walkingwithaids.org/theo-hobiku-cmcb/

26 Juli 2008

AKU BUKAN BANCI

Sebuah frase diatas merupakan sebuah hal yang akan aku jelaskan dengan detail dan dengan sepengetahuanku. Dan ini adalah mula dan awal kenapa aku harus menulis buku. Karena ini adalah sebuah pengalaman pribadiku dan pengalaman yang selalu akan membuatku semakin mempercayai bahwa Tuhan mempunyai rencana yang lain untuk diriku.
Umurku 14 tahun sudah duduk di kelas 2 SMP. Aku merupakan orang yang dapat dibilang sebagai seorang yang selalu sensitive terhadap segala hal yang berhubungan dengan seni. Waktu itu aku membiarkan diriku untuk ditunjuk sebagai koreografer untuk sebuah pertunjukan perayaan natal di sekolah. Dan hari ini aku berusaha untuk bekerja secara maksimal karena aku orang yang selalu berusaha perfect dalam setiap pekerjaanku. Aku memulainya dengan segala konsekuensi yang harus aku tanggung.
Saat itu aku merasakan sebuah kenyamanan dalam diriku. Dan aku melihat adanya sebuah hal yang indah dari pekerjaanku tersebut. Singkat cerita, pertunjukkan yang aku berikan merupakan pertunjukkan terbaik. Aku tak mau mempertunjukkan sebuah karya yang biasa saja, tetapi perlu sebuah ledakan yang menggila.
Sebuah tarian modern dengan busana eropa. Memberikan sebuah hiburan dalam perayaan natal yang megah dan memukau. Kemilau lampu alam memberikan cahaya yang sangat berbeda. Tiga buah tarian medley ditambah solo dancer dan fashion memberikan sentuhan eksklusif di dalamnya. Tujuh orang penari dengan di balut busana karya desaigner muda kota Solo menambah nikmatnya perayaan pada siang hari itu. Cukup 30 menit. Selesai sudah pertunjukan hiburan itu.
Semuanya berjalan lancar dan aku mengemasi sesegera mungkin semua pakaian yang dipakai pada saat pentas di kamar ganti. Perasaanku saat itu membahana menyeruak tabir siang itu dengan senyum yang lebar. Semua memberikan salam sebagai tanda ucapan terima kasih dan kekaguman pada sebuah karya agung di perayaan natal tadi. Tidak seperti biasa dan tidak pernah ada. Seorang yang mampu mengemasnya sedemikian rupa dan seindah itu dalam perayaan natal di SMP di angakatan terdahulu.
Setelah semua pakaian tertata dengan rapi, aku menuju ke gerbang sekolah untuk menunggu orang tuaku menjemput diriku. Menunggu sendiri tanpa seorang teman, dan merupakan kesendirian dan kesepian untuk kesekian kalinya. Aku benci itu, menunggu. Tapi entah kenapa pada saat itu aku di jemput terlambat.
Aku biasa dijemput oleh papaku. Tetapi tidak hari itu. Entah kemana papaku. Hampir 3 jam aku menunggu dalam kesunyian sekolah.
Akhirnya dari jarak 50 meter aku melihat mama dengan memboncengkan adik laki-lakiku serta kantong belanjaan yang tergantung berat di motor itu. Memang mama mendapatkan bagian untuk menjemput adik dan papa menjemput diriku. Awan yang mengisi ruang atas sana hanya terlihat sedikit menutupi langit yang biru. Tetap saja buatku ini masalah pada waktu itu. Karena aku tak suka dengan panas dan keringat. Mama dan adik ada di depanku. Dengan kantong belanja yang menumpuk di depan membuatku urung untuk naik di motor itu. aku lebih baik pulang naik kendaraan umum saja. Aku tak mau merepotkan mama, karena aku juga membawa barang yang tak sedikit. Tetapi mama memaksaku untuk naik. Dengan penuh berat hati aku naik saja di belakang. Motor kami sangat kecil, bahkan aku merasa tidak nyaman di atas motor itu. Lagi pula yang mengemudikan motornya adalah mama. Sebenarnya aku tak rela. Adik lelakiku duduk di depan di antara kantong belanjaan dan aku di belakang dengan membawa tas ransel besar. Mudik. Kata yang pantas untuk kejadian itu.
Tak jauh dari tempat itu, tepat di perempatan. Gerombolan Aldila nongkrong yang notabene mereka adalah musuh besarku, terutama aldila. Tapi aku tak tahu apa yang harus aku lakukan. Karena mereka selalu memanggilku ‘banci’. Belum selesai aku memikirkan caranya, ternyata benar mereka semua melihatku dan menyapaku. ‘BANCI’. Tak ada motor dan becak bahkan aku tak melihat ada motor yang melintang di depan motor, ayam atau hewan kecil pun tak ada. Mama berhenti dan meminta aku untuk turun tak lupa adik lelakiku juga, tidak dengan cara yang halus melainkan dengan cara paksa. Berhenti tepat di depan gerombolan perlente itu. Aku bingung kenapa mama malah berhenti tepat di depan gerombolan perlente. Aku jadi tambah ikut emosi saat mama turun dari motor dan berjalan mendekati gerombolan itu. Mama langsung membantai sampai habis dan di babat habis.
Mama kembali lagi tanpa senyum dan langsung naik motor. Adik dan aku juga segera naik motor. Tanpa ada percakapan sedikit pun selama perjalanan. Hanya suara knalpot yang terdengar.
Sesampainya di rumah suasana sudah terasa berbeda. Emosi sudah ada di ujung rambut mama. Sangat terlihat. Mama melempar kantong milikku yang berisi pakaian yang di pakai saat perayaan.

Itu kisah yang paling menyedihkan untukku. Sebuah tangisan yang mendalam terasa di dalam dada. Isak tangis memecah, menyeruak, dan menyibak tabir kehidupan.
Sebenarnya aku disini ingin menjelaskan dan memberikan sebuah pernyataan dan menjawab segala komentar yang selalu masuk ke telinga ini. Terutama dalam sikap dan penampilan keseharianku. Judul cerita ini sangat jelas. Dan mengapa aku membuat buku ini merupakan sebuah karya agungku sebagai ucapan terima kasih dan selamat tinggalku untuk semua orang yang mengenal aku. Alasannya sangat jelas, bahwa aku memang dilahirkan sebagai laki-laki dan untuk mencintai laki-laki. Tetapi aku bukan Banci. Aku tidak berpenampilan layaknya seorang perempuan. Aku tak memakai bra, aku tak mempunyai rambut panjang, aku tak melakukan operasi kelamin, aku juga tak memakai sanggul, bahkan tak ada pra tanda fisikku seorang wanita. Dan saat di panggung, aku tak pernah memakai kosmetik yang tebal. Hanya seperlunya untuk menutup beberapa kekurangan yang ada di mukaku. Aku sangat benci jika di bilang banci. Karena kata banci mempunyai arti yang tidak ada dalam diriku. Menurut KBBI, Banci adalah seorang yang tidak laki-laki dan tidak perempuan, laki-laki yang bertingkah laku dan berpakaian sebagai perempuan, dan lemah zakar. Arti yang ada di situ sudah jelas. Hal yang ada di KBBI tidak tampak dari diriku. Aku masih menjadi lelaki dengan kelamin penis yang besar dan mulus. Bahkan aku tidak impotensi. Tingkah laku pada diriku sepertinya biasa saja. Memang untuk masalah hobi antara diriku sangat berbeda dengan lelaki yang lain. Karena aku lebih suka di kamar membaca buku, bermain computer, dan tidur. Tidak seperti lelaki yang lainnya bermain sepak bola, jalan-jalan, menggoda wanita, dan menjiplak tugas perempuan. Memang aku dilahirkan sebagai seorang yang lemah. Dari kecil aku sudah mengalami bronkitis bahkan aku kalau terlalu lelah sering mimisan. Aku sudah ditakdirkan sebagai lelaki yang lemah. Sampai pernah aku diikutkan taekwondo dan paskibra oleh papaku. Tapi setiap aku pulang latihan pasti aku mimisan. Pernah tanganku hampir patah terkilir dan hampir patah saat pertandingan ujian taekwondo.
Mengapa konstruksi gender itu selalu ada di negara ini? Aku sangat benci dan sangat menjemukan. Gender selalu membuatku susah bergerak. Konstruksi gender telah ada pada jaman kehidupan awal nenek moyang kita. Intinya aku hanya ingin mengatakan bahwa tidak ada banci di dunia ini. Hanya ada dua manusia secara kelamin mereka yaitu laki-laki dengan penisnya dan perempuan dengan vaginanya. Jika di bagi lebih dalam lagi secara orientasi seksual hanya ada heteroseksual, homoseksual ( Gay dan Lesbian ), dan transgender-transseksual. Dimana kata banci tinggal. Jika homoseksual dan transgender-transseksual yang memiliki kata banci. Lalu pada heteroseksual disebuat apa? Aku tak mau mendiskriminasikan hal ini, jawab dalam hati kalian yang paling dalam. Yang ada di bumi ini hanya ada laki-laki dan perempuan. Homoseksual pada gay adalah laki-laki bukan perempuan sebaliknya juga pada lesbian. Waria berdiri dan sudah berdandan layaknya perempuan, maka dia adalah perempuan. Walaupun ada juga waria yang belum berganti kelamin. Tetapi di sini aku mau katakana bahwa jangan melihat pada kelamin mereka. Tetapi hati dan perasaan yang nyaman pada mereka yang menjadi alasan kita untuk memanggil waria. Panggilan untuk gay adalah mas, lesbian adalah mbak, dan waria adalah mbak.
Aku sebagai seorang yang dilahirkan sebagai seorang laki-laki untuk mencintai laki-laki akan selalu melindungi siapapun, memperhatikan, menyayangi, menghargai, menerima, dan selalu membuka tangan untuk siapa saja. Aku tak pernah melihat cacat fisik ataupun mnetal mereka. Aku tak melihat ras. Tak melihat warna kulit. Semuanya tak pernah aku lihat. Yang aku lihat adalah hati setiap orang yang mau datang pada diriku untuk mencurahkan segala hal dan menerima aku apa adanya. Komunitasku sudah terdiskriminasi, tidak selayaknya diriku juga mendiskriminasi. Tak akan ada dendam dihatiku. Tapi hanya sebuah keikhlasan, keberanian, dan keadilan yang selalu aku rindukan. Aku rindu suatu hari semua akan menerimaku. Aku juga tak akan memaksa setiap orang agar menerima kehadiranku. Yang aku rindukan adalah bergunanya hidupku dan berartinya kehadiranku di muka bumi ini. Hidup sebagai manusia yang diciptakan serupa dan segambar dengan Allah.

Akhir semuanya hanya satu yang aku mau. Untuk mama, papa, kakak, adik, saudaraku, dan semua yang pernah mengenal diriku : Aku akan berusaha membuat hidupku berarti dan berguna untuk kalian semua. TERIMA KASIH…

23 Juli 2008

TERBUKALAH AKU


Ini adalah pengalaman yang membuat aku semakin yakin untuk melangkahkan kakiku meniti jalan kehidupan ini. Di hari itu aku masih ingat hari itu adalah hari minggu, karena pada siang hari aku bersama keluargaku menemani dan melihat adikku main band di salah satu mall terbesar di kotaku. Disana aku bersama papa dan mamaku tak lupa kakak perempuanku juga ikut bersama melihat penampilan adikku saat itu. Hari itu sepertinya biasa saja. Tidak ada hal yang special. Tetapi setelah selesai melihat penampilan adikku, kami pulang ke rumah dan beristirahat bersama. Tetapi entah kenapa orang tuaku membahas tingkah lakuku dan membahas semuanya.

Saat itu aku memberanikan diri untuk berkata bahwa aku adalah seorang gay. Pertama kali mereka shock dan tidak mau menerima. Banyak hal yang mereka lakukan untuk perubahanku. Padahal mungkin yang mereka rasakan tidak sama dengan yang aku rasakan. Mungkin mama dan papa saat itu membaca diary ini, aku hanya ingin bilang. Mama dan papa saat itu aku sangat terpukul sekali saat papa menanyakan hal yang sangat bodoh sekali pada diriku. Saat itu papaku hanya bertanya secara 4 mata. “Apa kamu kalau bangun tidur, juga bisa ‘tegang’?”. Hal yang sangat aneh aku rasakan, sebuah pertanyaan yang dilontarkan oleh papaku untuk aku. Mungkin hanya satu hal saat itu dalam benakku. Yang salah aku, atau pikiran papaku.

Aku bingung banget menjawabnya. Mungkin disinilah aku ingin menjawab pertanyaan itu untuk papaku. Sebuah jawaban dari seorang anak yang paling bandel ini. ‘papa, aku adalah seorang lelaki. Walaupun secara orientasi seksual aku adalah gay. Semua secara alat vital, semua milikku itu masih normal. Tidak ada yang salah dari pertanyaan papa saat itu. Tapi yang salah saat itu adalah pemikiran papa yang sempit dan tidak bisa membedakan antara gay dan waria. Papa, theo hanya ingin bilang. Kalau apa yang ditanyakan oleh papa saat itu adalah hal yang membuatku bingung untuk menjawabnya. Semoga dengan membaca diary anakmu ini. Papa, semakin yakin bahwa aku adalah lelaki, walaupun aku seorang gay bukan waria dan bukan banci.’

Mungkin kalian juga memikirkan apa yang aku pikirkan saat itu. Hanya dengan sebuah pertanyaan kecil tapi aneh, yang membuat kita bisa tertawa.

Setelah beberapa hari kejadian itu berlangsung mamaku mulai mem’protect’ aku dengan segala jurus dan ilmu yang dia punya. Mulai menyingkirkan make-up ku, dan segala foto mantan-mantanku. Hal itu sangatlah aneh dan membuat aku semakin berontak. Aku hanya berdoa saja saat itu. Mama dan papa terimalah aku dan aku akan selalu membahagiakan papa dan mama. I Love You….

MRAN 2008, NEVER GIVE UP, NEVER FORGET


19 Mei 2008, sebuah sejarah baru aku torehkan kembali. Talenta yang lama aku tingglalkan kini kembali dan menghasilkan sebuah literatur kehidupan baru untuk diriku dan orang-orang di sekitar aku.
Di awali dengan segala yang aku miliki dan dengan perjuangan yang indah. Akhirnya aku temukan sebuah pancaran sinar dari sebuah permata yang dulu pernah jatuh dalam api. Sebuah sinar yang langsung keluar dan menerjang ribuan nyala lilin di malam penuh kebanggaan.
19 mei 2008. Sebuah acara di gelar di joglo sriwedari. Dengan pelataran yang luas dan segala dekorasi nyala lilin menghiasi seluruh ruangan itu. Yayasan GESSANG kembali membuat acara yang cukup spektakuler. Agenda acara malam itu yang bertajuk Malam Renungan AIDS Nusantara 2008, menampilkan beberapa talenta-talenta anak muda yang berani menunjukkan segala kemampuannya untuk menghibur kegiatan tersebut.
Aku disini hanya ingin bicara. Bahwa aku bangga untuk dapat menjadi bagian dari pengisi acara tersebut. Bangga dalam segala hal. Bangga karena aku sudah berani kembali untuk menampilkan segala talentaku. Aku bernyanyi secara live akustik bersama teman lamaku seorang lelaki gitaris dan seorang penyanyi perempuan yang langsung aku bawa dari sebuah desa terpencil di tengah padang gurun afrika ( he…. Maaf ya juenk`s ayu. Aku Cuma becanda kok. Ok !! ).
Membawakan beberapa lagu ciptn komponis besar ( cie… WNI doing kok !! ). Lagu dalam Album Terbang One Way dengan judul Setia, menjadi pembuka penampilanku. Setia, sebuah lagu yang selalu mengingatkan setiap kita untuk selalu menjaga kesetiaan kita. STOP HIV/AIDS, Keep The Promise. Sebuah tema tahunan untuk membuka mata, hati dan telinga dari jutaan rakyat dan anteg-antegnya yang dibilang duduk di pemerintahan. Sebuah persembahan lagu yang indah dilantunkan kembali dinyanyikan oleh penyanyi wanita, setelah lagu pembuka selesai dinyanyikan. Selesailah babak atau sesi pertama.
Penampilanku ditutuppada saat sesi terakhir sebagai penutup dan menyelesaikan rangkaian agenda acara Malam Renungan AIDS Nusantara 2008. Never Give Up, Never Forget merupakan tema yang telah ditentukan di seluruh dunia untuk mendukung terbentuknya jejaring di seluruh dunia. Bangganya diriku bisa menjadi seorang yang bisa mendukung hal tersebut. Mencegah dan menanggulangi penyebaran HIV/AIDS sebagai seorang relawan yang siap untuk maju selangkah menjadi lebih baik lagi.
Aku senang sekali, karena Tuhan memberikan aku talenta yang sangat indah. Sebuah suara yang indah tapi kurang di asah saja sich. Kenapa aku bisa bilang bangga banget? Karena dengan segala kesibukanku sepanjang hari di tanggal itu. Aku masih diberikan kesempatan oleh Tuhan untuk dapat menghibur penonton yang dating dimalam itu.. Tahukah kau, notabene penonton yang dating hampir 70% adalah teman-teman komunitasku saat di Solo. Bangganya diriku bisa tampil dan menjadi bagian dari acara itu. Terima kasih aku ucapkan untuk nduts Yuyu. Yang saat itu benar-benar tanggung jawab karena sanggup dan siap untuk mengemban tugas dari miss perfect yang bisa di bilang berat.

DISKUSI TENTANG KOMUNITASIKU


Suatu hal yang bukan baru dalam diriku menjadi pembicara sebuah diskusi, seminar, ataupun speak out forum. Hari itu aku dihubungi oleh ketua Yayasanku untuk menemaninya menjadi pembicara pada sebuah fiksi ( nonton film dan diskusi ) yang diselenggarakan oleh bidang I HIMASOS ( Himpunan Mahasiswa Sosiologi ) UNS. Dengan sebuah tema Gay dalam Menanggulangi HIV/AIDS. Memang saat itu aku tidak membicarakan tentang HIV/AIDS, melainkan tentang kehidupan seorang gay yang aktif dalam program penanggulangan HIV/AIDS. Saat itu aku diboombardir banyak sekali pertanyaan-pertanyaan tentang siapa aku dan bagaimanakah aku sebagai seorang gay yang bergerak dan hidup dalam keadaanku sekarang ini. Sebuah pertanyaan diberikan kepada diriku tentang pandangan agama dan keluargaku tentang keadaanku sebagai seorang gay. Aku memang saat itu belum mempersiapkan materi yang baik dan pas untuk diskusi itu. Tetapi hal yang baru aku dapatkan bahwa aku bisa menjadi bagian dari mereka. Aku bersyukur bisa mengenal mereka semua tanpa terkecuali, walaupun aku sudah lupa nama mereka.

---------------------

Hidup sebagai pemimpin gay membuatku semakin harus mengisi kegiatan sebagai public speaker di beberapa radio. Dan hal itu aku lakukan di radio komunitas mahasiswa UKSW. Saat itu memang temanya tentang HIV/AIDS, IMS, dan Budaya Penggunaan Kondom di kalangan mahasiswa. Tetapi dikarenakan saat itu, mahasiswa sebagai pendengarnya sudah banyak tahu tentang aku maka banyak pertanyaan yang melalui sms tentang statusku sebagai seorang gay. Banyak hal baru yang harus aku jawab dan aku kemukaan tentang pendapatku sebagai seorang akademisi.

-------------------------

Beritaku untuk kesekian kalinya dimuat dalam sebuah Koran local tentang statusku sebagai seorang gay yang memperjuangkan hak-hak dasar seorang gay. Seorang wartawan siang itu menghubungiku untuk melakukan wawancara tentang perjuanganku dan komunitasku. Saat itu aku sedang berada di luar kota. Dan akhirnya aku melakukan wawancara pada minggu berikutnya. Dan akhirnya pada hari berikutnya beritaku masuk dalam Koran local. Dan banyak hal yang aku dapatkan. Banyak yang masuk untuk berkenalan dan sempat juga ada seorang lelaki yang menghubungiku untuk kencan bersama dan ada juga yang minta ML bareng bahkan ada juga yang melakukan perdebatan dengan dalil-dalil agamanya. Mungkin seperti apa sich tulisan beritanya, bacalah di Berita dan Pro Kontra LGBT-Q. Bahkan Koran local itu tidak hanya satu kali melakukan wawancara dengan aku untuk aktivitasku. Setiap pertemuan yang aku buat, Koran local ini melakukan pemberitaan yang selalu memihak pada komunitasku.

---------------------------

Berita pro kontra diriku dan komunitasku termuat dalam Koran kampus yang juga diterbitkan dalam dua versi, yaitu di media cetak dan media online. Di media online diberikan sebuah wadah untuk menjawab dan memberikan komentar atas pernyataanku yaitu gay bukan penyakit dan gay bukan dosa. Memang apa yang di muat di situ adalah benar tentang pernyataan yang aku buat bukan untuk popularitas diriku ataupun komunitasku tetapi tentang apa yang aku pikir dan sudah aku lakukan untuk orang lain. Untuk menjawab semua hal yang aku buat dalam berita itu aku akan tuliskan semua.
Apa yang anda baca dan anda komentari tentang gay bukan penyakit dan gay bukan dosa adalah benar itu adalah pernyataan yang aku buat saat wawancara dengan seorang coordinator liputan dari Koran kampus tersebut. Mengapa dan kenapa aku membuat pernyataan yang mungkin akan membuat orang semakin melakukan diskriminasi terhadap diriku dan komunitasku. Karena aku dan komunitasku lahir di dubia ini bukanlah sebuah pilihan, melainkan titah Tuhan. Terlahir sebagai laki-laki atau perempuan, adalah semata-mata kehendak-Nya. Demikian jugaa halnya dengan ke`gay`anku. Ini adalah kodrat dan sebuah garis yang harus aku jalani dari Tuhan. Tetapi kenapa aku dan komunitasku selalu dilecehkan dan dianggap nista bahkan perlu dimusnahkan?

22 Juli 2008

Di California Gay Boleh Kawin


SAN FRANCISCO, JUMAT - Ratusan pasang kaum homoseksual California berpelukan, berciuman, dan berurai air mata begitu mendengar pengadilan tinggi negara bagian terbesar di AS itu mengesahkan UU perkawinan sejenis.

Tetapi, kemenangan para pejuang hak kaum homoseksual, Kamis (15/5) atau Jumat (16/5) waktu Indonesia, itu tampaknya tak akan berlangsung lama. November depan, California akan menggelar pemungutan suara atas usulan amandemen UU oleh kelompok agama dan konservatif. Amandemen ini, kalau disetujui, akan menganulir keputusan pengadilan itu dan selanjutnya melarang perkawinan sejenis.

"Yang penting ini mengubah kemarahan menjadi cinta. Kami saling cinta. Kami sekarang punya hak yang sama di bawah UU. Kami akan segera menikah," kata Robin Tyler yang bersama pasangan perempuannya menjadi penggugat dalam kasus itu.

Begitu palu diketukkan, kerumunan orang di dalam Balai Kota langsung mengepalkan tinju ke atas. Begitu juga dengan orang-orang yang menyelimutkan bendera pelangi, bendera kebanggaan kaum gay.

Sementara itu di Castro, distrik pusat gay di San Francisco, Tim Oviatt menangis saat menyaksikan berita itu di televisi. "Saya telah menunggu ini selama hidup. Ini sebuah momen yang menegaskan sebuah kehidupan," kata Oviatt.

Sejak siang, pasangan-pasangan gay dan lesbian telah berbaris di depan Balai Kota untuk mendaftarkan diri untuk mendapatkan akta nikah. Di West Hollywood, para pendukung kaum ini berencana menyajikan kue perkawinan dalam sebuah perayaan malam harinya.

James Dobson, ketua kelompok Kristen konservatif, Focus on the Family, menyebut kerumunan itu biadab. Kelompoknya telah menghabiskan dana ribuan dolar untuk mengegolkan pemungutan suara November itu.
"Terserah rakyat California saja, apakah mereka akan mempertahankan perkawinan tradisional dengan menyetujui sebuah amandemen konstitusional. Hanya dengan itu mereka bisa melindungi diri dari tirani yudisial, seperti contoh terakhir," kata Dobson lewat surat elektronik.

Putusan ini diambil oleh majelis hakim yang didominasi kaum Republik dengan komposisi 4-3. Putusan ini menjatuhkan UU negara bagian yang melarang perkawinan sejenis dan menganggap hubungan semacam itu, meski disertai keuntungan finansial seperti layaknya perkawinan, tidak cukup.

SAS
Sumber : AP

Cenderung Homoseksual, Gimana Dong?

Ada seorang pria mengaku dirinya memiliki kecenderungan homoseksual Ia merasa senang bila melihat kelamin teman sejenis dan bahkan muncul keinginan untuk memegangnya. Apakah ini normal?

Berikut adalah ulasan lengkapnya dalam rubrik konsultasi seks asuhan Prof. Wimpie Pangkahila yang dimuat dalam Tabloid Gaya Hidup Sehat .

Saya seorang pemuda berusia 29 tahun. Saya punya kebiasaan buruk dari kecil, yaitu suka melakukan onani. Hampir setiap hari saya melakukan itu, kira-kira 5 menit langsung mencapai klimaks, keluar sperma.

Saya merasa ragu karena saya mau menikah pada awal tahun depan. Keraguan yang saya maksud, selain cepat keluar sperma, juga karena saya suka melihat kelamin teman sejenis. Bahkan, kalau diizinkan saya mau memegangnya.

Saya sudah pacaran dengan calon istri sejak setahun yang lalu. Selama itu saya tidak pernah terangsang kalau misalnya berciuman dan berpelukan dengan pacar saya. Padahal, semua teman mengatakan terangsang kalau berciuman dengan pacar mereka. Saya jadi merasa takut membina rumah tangga, takut istri merasa tidak puas.

Apakah saya homoseks? Apakah saya mengalami ejakulasi dini karena hanya sebentar onani, saya langsung mencapai klimaks? Apakah saya tidak akan kehabisan cairan sperma karena mulai umur empat tahun sudah melakukan onani tersebut?

Rd., Jakarta

Kehabisan Sperma?
Banyak informasi yang salah tentang masturbasi, bahkan telah menjadi mitos yang menyesatkan. Padahal, sebenarnya masturbasi, yang populer disebut onani, bukanlah suatu perbuatan yang aneh atau dapat menimbulkan akibat buruk.

Dalam perkembangan psikoseksual anak, masturbasi juga sudah dilakukan, yaitu dalam bentuk memegang-megang kelamin, baik pada anak pria maupun wanita. Sebagian anak bahkan dapat mencapai orgasme melalui perbuatannya itu.

Jadi, perbuatan yang Anda lakukan sejak kecil itu sebenarnya bukan sesuatu yang luar biasa. Hanya pada waktu itu tentu saja tidak ada sperma yang keluar ketika Anda melakukan masturbasi karena pada usia itu sperma belum diproduksi.

Anda tidak perlu takut kehabisan sperma. Sebab, sperma diproduksi terus-menerus selama buah pelir sehat dan normal dengan kesehatan tubuh yang baik. Namun, perlu diketahui bahwa masturbasi yang dilakukan dengan tergesa-gesa agar cepat selesai dikhawatirkan dapat melatarbelakangi terjadinya ejakulasi dini.

Mengenai ketakutan bahwa istri tidak puas kelak karena ejakulasi dini, sebaiknya hilangkan dulu perasaan itu. Apalagi Anda belum pernah melakukan hubungan seksual. Kelak, bila setelah menikah Anda masih mengalami ejakulasi yang terlampau cepat, tentu harus diatasi agar dapat terbina kehidupan seksual yang harmonis dengan istri. Ejakulasi dini dapat diatasi dengan baik.

Kini justru lebih penting Anda perhatikan kesukaan melihat kelamin sesama jenis. Kalau benar Anda lebih suka melihat kelamin pria daripada wanita, apalagi kalau Anda menjadi terangsang terhadap pria, sedangkan terhadap wanita tidak, itu petunjuk bahwa Anda punya kecenderungan homoseksual.

Sayangnya Anda tidak menjelaskan sejauh mana ketertarikan Anda terhadap sesama jenis. Saya sarankan jangan sampai kesukaan itu Anda ekspresikan dalam bentuk perilaku, yaitu melakukan kontak seksual dengan sesama jenis. Kalau sampai Anda melakukan itu, mungkin akan semakin sulit Anda menghentikannya. Saya pikir Anda memerlukan konsultasi lebih jauh mengenai kecenderungan homoseksual ini.

Homoseks, Bisa Karena Lingkungan



Jumat, 28 Maret 2008 | 02:17 WIB

Seorang laki-laki usia 28 tahun, sebut saja X, bercerita kepada Prof. DR. Dr. Wimpie Pangkahila, Sp.And.

Hampir empat tahun ini, X bekerja, dan sang bos sering mengajaknya keluar. Kebetulan sang bos singel. Awalnya biasa saja. Suatu hari, sang bos mengajaknya tidur di kediamannya yang kebetulan ditempatinya sendirian.

Awalnya, X tidak curiga, tetapi saat tidur, sang bos mulai berlaku lain. Dia memeluk X dan langsung memegang alat vitalnya serta ingin melakukan hubungan intim. Jelas, ini di luar dugaan X yang langsung ingin pulang karena kaget. X menolak meski terus dipaksa sang bos. Esok hari, sang bos minta maaf dan berjanji tidak akan berbuat lagi.

Namun, saat sang bos mengajak X ke kampungnya dengan alasan saudaranya sakit. Kejadian berulang. Sang bos melakukan hal yang sama di hotel dan memberi uang 2,5 juta rupiah untuk tutup mulut.

X heran, di hari kosong justru dirinya sampai sekarang masih tetap berhubungan sebagaimana layaknya suami istri. X merasa menjadi homoseksual. Bahkan sempat diputus pacar karena ketahuan begitu akrab dengan bosnya.

X yang gusar bertanya: Apakah Saya tidak normal lagi sebagai laki-laki sejati? Kadang di saat dia ada di luar kota saya merasa kangen dan sering melakukan masturbasi sendiri. Apa yang harus dilakukan?

Empat Penyebab
Perilaku seksual dipengaruhi oleh empat faktor. Dorongan seksual, pengalaman seksual sebelumnya, lingkungan sosiokultural dan psikologis. Dalam kehidupan seksual Anda, faktor pengalaman seksual dengan pria itu tampaknya berpengaruh besar. Akibatnya X merasa sangat terkesan dan kemudian menjadi berperilaku homoseksual.

Keadaan seperti ini bukan hal yang aneh. Dalam teori penyebab homoseksual, ada empat faktor penyebabnya. Pertama, faktor biologis, berupa gangguan pada otak. Kedua, faktor psikodinamika yakni gangguan perkembangan psikoseksual pada masa kecil. Ketiga, faktor sosiokultural yakni keharusan atau kebiasaan budaya setempat dan keempat, faktor lingkungan yang mendorong melakukan hubungan homoseksual.

Tanpa melupakan kemungkinan adanya ketiga faktor lain, pria homoseksual (sang atasan) merupakan faktor lingkungan yang sangat berarti bagi X. Perjalanan kehidupan seksual X akan berbeda andai X berani menolak ajakan sehingga hubungan homoseksual tidak berlangsung.

Andai setelah hubungan pertama, x lebih berani menolak ajakan pulang kampung, hubungan berikut tidak akan terjadi. Namun, karena tidak berani tegas menolak, terjadilah hubungan yang tidak diinginkan.

Banyak
Yang dialami X juga dialami orang lainnya yang kemudian menjadi homoseksual. Seorang pria pernah datang kepada saya menyampaikan pengalaman seksual pertamanya saat masih usia sepuluh tahun. Pamannya membujuknya melakukan hubungan homoseksual. Akhirnya sang anak tumbuh sebagai homoseks karena itu pengalaman pertamanya.

Seorang wanita homoseksual ternyata juga mempunyai pengalaman pertama dengan teman wanitanya ketika sedang mengalami masalah keluarga. Demikian juga dengan beberapa pria homoseksual yang pada awalnya hanya berfungsi sebagai pekerja seks untuk tujuan materi. Ternyata mereka kemudian merasa menikmati dan sulit meninggalkan perilaku homoseksualnya.

Dengan orientasi seksual seperti ini, tentu saja dapat dimengerti kalau pacar X tidak mau melanjutkan hubungan, apalagi dia tidak mengerti kenapa X menjadi homoseksual.

Coba Keluar
Pada dasarnya, tidak ada perempuan heteroseksual mau bersuamikan homoseksual. Juga sebaliknya. Sesungguhnya perkawinan tidak boleh dilangsungkan antara seorang homoseksual dengan heteroseksual. Kalaupun perkawinan seperti ituada di masyarakat, itu terjadi karena pihak homoseksual tidak berterus terang kepada pasangannya.

Perkawinan semu seperti itu terpaksa dilakukan karena orang menganggap homoseksual sebagai sesuatu yang tidak baik atau terhormat. Padahal, sesungguhnya orientasi seksual seseorang tidak berkaitan dengan baik buruk atau kehormatan seseorang. Apalah artinya seseorang yang heteroseksual tetapi koruptor atau penipu?

Namun, karena kini X merasa terganggu dengan kehidupan homoseksualnya, lebih baik mencoba keluar dari situasi ini.Coba lupakan pengalaman dan kenangan bersama sang bos. Mulailah dengan tidak bertemu berdua,kemudian tidak bertemu sama sekali,meski kelihatannya tidak mungkin. Akan jauh lebih baik bila X keluar pekerjaan sehingga bisa keluar dari lingkungan penyebab munculnya homoseksual.

Saya yakin, X menjadi homoseksual karena faktor lingkungan. Sehingga dengan kemauan kuat, X bakal bisa keluar dari lingkungan penyebab dan menjadi heteroseksual kembali, meski tidak mudah. Apalagi bila ada faktor selain lingkungan sebagai penyebab, akan lebih sulit bahkan tidak mungkin menjadi heteroseksual.

KArena itu, ada sebagian orang yang berhasil meninggalkan perilaku homoseksual dan menjadi heteroseksual. Sebaliknya, banyak yang juga tetap hidup sebagai homoseksual.

Bagi yang berhasil menjadi heteroseksual, mereka dapat hidup normal dan biasa seperti manusia pada umumnya. Bagi mereka yang tetap hidup sebagai homoseksual, belum tentu dapat hidup tenang karena sangat tergantung pada lingkungan sosial tempatnya hidup.

Kalau mereka hidup dalam lingkungan sosial yang tidak mengerti tentang homoseksualitas, sangat mungkin sang homoseksual ditolak. Bahkan tidak sedikit orang yang mengutuknya sebagai pendosa.

Berbeda bila lingkungan sekitar bisa mengerti mengapa orang menjadi homoseksual. Mereka akan permisif bahkan membantu orang homoseksual agar hidup wajar seperti orang lain yang heteroseksual. Coba X lakukan upaya bila ingin menjadi heterokseksual.

* Prof. DR.Dr. Wimpie Pangkahila, Sp.And adalah seorang pakar andrologi dan seksologi dari Universitas Udayana, Bali

Source: Gaya Hidup Sehat

Anakku Lesbi, Bisa Normalkah?


IBU Leila yang baik, barangkali inilah kemalangan terberat dalam hidup saya. Sebuah surat datang ke anak gadis saya dari seorang cewek. Karena curiga atas seringnya inlok cewek tersebut yang sampai lebih dari satu jam, maka surat tersebut saya buka. Ternyata cewek tersebut menganggap anak saya istrinya dan rupanya mereka sudah berasyik-masyuk sekitar tiga bulan lewat internet.

Setelah itu langsung saya mendatangi seorang psikiater. Psikiater tersebut menyarankan agar hormon anak saya diperiksa. Dokter ahli kelainan seksual memeriksa prolaktin dan testosteron anak saya. Hasilnya baik, tidak ada tanda-tanda ketidaknormalan. Testosteron menunjukkan ia wanita dan mensnya juga teratur.

Oleh dokter tersebut saya dirujuk ke psikiater yang lebih andal. Kata beliau, gadis saya sebenarnya kidal, tetapi tangan kiri tidak pernah digunakan sehingga bingung pada jati dirinya. Padahal, dalam mendidik kami tidak pernah memaksakan agar anak kami menggunakan tangan kanan dan dalam keluarga besar kami turun-temurun tidak ada yang kidal.

Hingga sekarang saya belum berhasil membawa anak saya ke psikolog karena ia menolak. Ke dokter-dokter sebelumnya kami menggunakan alasan tersamar. Sekarang kami sudah tidak dapat menggunakan cara itu lagi karena ia sudah tahu dan rupanya bahagia dengan kelesbianannya.

Apa yang harus saya lakukan, Bu? Dapatkah lesbian disembuhkan tanpa yang bersangkutan ingin sembuh? Dengan suratnya kepada gadis temannya itu, anak saya mengatakan bahwa ia trauma dengan pria. Ya, ia dulu pernah pacaran dengan pria dua kali dan keduanya gagal. Tolong saya, Bu.

Ibu X yang baik, Berat sungguh ”pukulan” yang menimpa Anda sampai disebut kemalangan terberat dalam hidup Anda. Tetapi, saya juga dapat mengerti ”pukulan” berat patah hati yang diderita putri Anda. Mungkin cintanya begitu besar sampai mentalnya ”babak belur” alias trauma. Keinginan menjadi istri yang dicintai suami dan mencintai suaminya hancur luluh.

Pas dalam keadaan parah itu ada yang menawarkan persahabatan dan kasih sayang. Bahkan, lebih dari itu (dan sudah) menjadikan dia ”istri” tersayang oleh seorang perempuan yang mungkin merasa dirinya ”cowok”. ”Pucuk dicita ulam tiba”, atau lebih tepat ”tak ada umbi akar pun jadilah”, hingga berasyik-masyuklah mereka berdua.

Dalam keadaan demikian, memang sukar untuk banting setir jadi heteroseks kembali. Namun, lambat atau cepat ia akan menyadari, masyarakat kita (juga di negara yang sudah maju seperti Amerika) banyak yang masih bersikap negatif kepada kaum homoseksual. Mereka sering menjadi korban diskriminasi dan hate crimes.

Penelitian menunjukkan, mereka 92 persen mendapat verbal abuse, sering kali dari keluarga sendiri dan 24 persen diserang secara fisik. Selain itu, 50 persen dari gelandangan muda di New York adalah homoseksual, juga bunuh diri dan percobaan bunuh diri lebih banyak di antara homoseksual daripada heterokseksual (Davison, G & Neale, J. Abnormal Psychology, 2004)

Apakah ia dapat berubah jika dia sendiri tidak ingin?

Tidak, kendala utamanya karena ia tidak mau. Bahkan, yang mau jadi heteroseks pun sukar kalau sudah lama jadi homoseks.

Putri Anda baru tiga bulan berkenalan dengan gadis lesbian itu, juga semoga baru di internet saja. Jika kelak ia mengalami sikap diskriminatif dan dikucilkan sebagai lesbian, baik secara terus terang maupun tersembunyi, melihat penderitaan orangtua, dan juga takut kepada Tuhan, mungkin ia akan sadar dan kembali jadi heteroseksual.

Yang dapat Anda lakukan adalah mengingatkannya dengan lembut, tetapi tegas sambil tetap mendukung prestasinya dalam berbagai bidangnya lain (studi, pekerjaan, aktivitas sosial). Obat paling manjur bagi putri Anda adalah jika ia ”jatuh cinta” lagi kepada seorang pria dan cintanya disambut baik. Semoga benar terjadi, saya ikut mendoakan.


Sumber : KOMPAS

Pria Homoseksual Mudah Dikenali dari Wajahnya

MASSACHUSETTS, SELASA - Hanya dalam hitungan detik, hampir setiap orang dapat mengenali apakah seseorang di depannya homoseksual atau bukan hanya dari wajahnya. Temuan ini memperkuat pendapat bahwa pikiran bawah sadar manusia berperan penting dalam memandu perilakunya.

Manusia dikenal sebagai makhluk paling pintar dan cepat menilai sesamanya. Hal tersebut telah disimpulkan sebagai hasil penelitian yang dilakukan duo psikolog, Nalini Ambady dan Rovert Rosenthal, tahun 1994.

Saat itu, mereka menghadapkan orang-orang pada video seorang profesor yang sedang mengajar berdurasi dua detik saja kemudian diminta memberikan opini mengenai kemampuan mengajarnya. Hasil penilaian tersebut ternyata mirip benar dengan penilaian para mahasiswa profesor tersebut yang diajar selama satu semester.

Temuan ini tidak hanya mengejutkan tapi membuat pebasaran para pakar perilaku untuk meguak rahasia kemampuan manusia menilai sesamanya dalam waktu sangat singkat. Ambady kemudian bersama koleganya, Nicholas Rule, sama-sama dari Universitas Tufts, Massachusets, AS meneliti apakah hal tersebut juga berlaku untuk menilai orientasi seksual.

Sukarelawan pria maupun wanita dihadapkan 90 lembar foto wajah pria homoseksual dan pria normal secara acak, masing-masing antara 33 milidetik hingga 10 detik. Saat diberikan waktu 100 milidetik atau lebih, mereka dapat mendeteksi foto pria mana yang homoseksual dengan tingkat ketepatan 70 persen.

Jika waktunya kurang dari itu, mereka kesulitan. Namun, jika diberikan waktu lebih lama, peluangnya tidak semakain baik.

"Apa yang paling menarik adalah tambahan waktu tidak meningkatkan hasil," ujar Ambady yang melaporkan penelitian ini dalam Journal of Experimental Social Psychology edisi terbaru. Jadi, mungkin ada benarnya juga semboyan cinta pada pandangan pertama.(SCIENCE/WAH)

Pria Pendiam Itu Ternyata Bertangan Dingin


KASUS mutilasi (pembunuhan dengan korban dipotong-potong) yang dilakukan tersangka Very Idam Henyansyah (sesuai KK di desa asalnya) alias Ryan (30) mengagetkan penduduk Desa Jatiwates, Kecamatan Tembelang, Kabupaten Jombang, Jawa Timur. Ryan yang lahir di Jombang, 1 Februari 1978, dikenal para ibu di desa itu sebagai guru mengaji di TPQ di Desa Jatiwates.

Suharti (34) yang pada hari Minggu (20/7) malam ditemui di belakang rumah orangtua Ryan mengaku kaget dengan apa yang terjadi terhadap Ryan tentang kasus mutiliasi terhadap Heri Santoso di Depok, dan selanjutnya masih diduga melakukan pembunuhan juga terhadap Ariel Somba Sitanggang (34). Belakangan bahkan diketahui selain Heri dan Ariel masih ada tiga korban lain yang juga dibunuh dan dikubur di belakang rumah orangtua Ryan.

Sebab, selama 10 tahun menjadi guru mengaji, Ryan justru kerap menjadi penggiat berbagai lomba yang bernuansa keagamaan di desa itu. Di kampungnya, Ryan tenar dengan nama Yansyah.

Nama itu diambil dari nama belakangnya, Henyansyah. Sepanjang ingatan warga, Yansyah adalah sosok pemuda yang gemar merias anak-anak asuhannya. Yansyah juga suka melatih anak-anak muridnya menari dengan gerakannya yang gemulai.

”Ya, memang gayanya Yansyah kemayu. Gaya jalan, gaya ngomong-nya lembut dan kalem,” kata Zainal (38) yang putranya (umur 10 tahun) pernah menjadi murid Yansyah.

Tarubi (55), seorang tetangga Yansyah, mengatakan, sosok tersangka pelaku mutilasi itu sebagai orang yang pendiam. Hanya saja, kemudian entah kenapa, Yansyah dan keluarganya memiliki tabiat yang tidak disukai warga desa. Akibat perilaku itulah akhirnya warga desa mengucilkannya.

Yansyah pun berubah menjadi penyendiri, pendiam, dan jarang bertegur sapa dengan para tetangga. Perubahan terjadi ketika Yansyah mulai menginjak usia 20 tahun. Sejak saat itu Yansyah mulai aktif sebagai instruktur senam dan pegawai salon di Surabaya, sebelum akhirnya merantau ke Jakarta.

Salah seorang kerabat Yansyah, Solikan (38), mengakui bahwa Yansyah sudah menunjukkan perilaku yang berbeda dibandingkan dengan rekan-rekan sebayanya ketika usianya mulai dewasa. ”Laki-laki, tetapi suka merias,” kata Solikan.

Pada sebagian besar keluarga, teman, dan tetangganya, Yansyah mengaku belum pernah menikah. Namun, menurut seorang tokoh masyarakat bernama A Rohman, yang merupakan imam di masjid desa, lelaki itu mengaku pernah menikah. ”Yansyah mengaku pernah menikah kepada saya. Ia menunjukkan foto (istrinya) itu,” kata A Rohman.

Tampaknya, perubahan mulai terjadi ketika Ryan merantau ke kota dan bertemu dengan komunitasnya sesama kaum homoseksual di mana di komunitas itu Ryan berperan sebagai wanita.

Seperti banyak diulas para ahli, terbatasnya komunitas homoseksual membuat seseorang yang terlanjur menemukan pasangannya bisa berperilaku di luar dugaan --bahkan menjadi sangat keji-- jika merasa dirinya akan kehilangan pasangannya.

Dalam kasus Ryan, ia menjadi sangat tersinggung ketika Heri Santoso yang juga berperan sebagai perempuan "naksir" Noval yang menjadi pasangan Ryan. Ia tersinggung dan sekaligus terancam akan kehilangan Noval kalau sampai Noval "diselingkuhi" Heri.

Pertanyaan yang belum terjawab, benarkah semua korban yang dibunuh Ryan semata-mata karena alasan kehilangan pasangan seksual? Dari empat jenasah korban yang ditemukan, misalnya, tak satu pun dimutilasi seperti Heri. Bahkan orangtua Ariel menampik dugaan motif seksual dalam kasus kematian anaknya. Mereka menduga motif utama Ryan membunuh Ariel adalah penguasaan harta benda seperti telepon seluler dan sebagainya.

Lalu, masih ada lagi dua orang korban yang juga diduga korban Ryan yang saat ini masih dicari. Keduanya adalah Nani Kristanti (35) dan anaknya yang berusia tiga tahun. Nani adalah rekan Ryan mengajar senam di Jombang yang sebelum hilang diketahui bersama Ryan.

Pertanyaan lain yang juga belum terjawab adalah benarkah orangtua Ryan atau keluarga lain sama sekali tidak mengetahui kasus pembunuhan yang dilakukan Ryan? Sebab, Ryan mengubur jenasah korban-korbannya di belakang rumah yang tak begitu luas juga.

Karena itu, meski berhasil dengan cepat mengungkap kasus mutilasi atas Heri Santoso, polisi kini masih punya banyak pekerjaan rumah (PR) baru menyusul temuan empat jenasah yang dikubur di belakang rumah orangtua Ryan itu. Dalam hal ini, jajaran Kepolisian Resor Jombang dan Kepolisian Daerah Jawa Timur masih harus bekerja keras....

Ingki Rinaldi,M Suprihadi
Sent from my BlackBerry © Wireless device from XL GPRS/EDGE/3G Network

Tentara Gay Tak Ganggu Daya Tempur

WASHINGTON - Gay masuk militer? Tidak umum memang. Meski begitu, sebuah studi menemukan, kehadiran gay di ketentaraan tidak mengurangi kemampuan tempur dan kesempatan memenangi perang.

"Studi ini menunjukkan, mengizinkan gay dan lesbian masuk militer tidak akan menimbulkan risiko apa pun atas moral, kepatuhan pada perintah, disiplin, dan kekompakan," begitu bunyi laporan penelitian yang dirilis pusat riset di California kemarin (8/7).

Penelitian tersebut dilakukan empat pensiunan pejabat militer. Salah satunya adalah seorang letnan jenderal angkatan udara yang pernah mempertanyakan kebijakan baru yang dibuat Presiden Bill Clinton pada 2003. Saat itu Clinton meminta agar orientasi seksual calon anggota militer tidak lagi ditanyakan.

Mengganggu kekompakan kesatuan memang menjadi kekhawatiran utama saat Kongres meloloskan kebijakan itu lima tahun lalu. Padahal, mereka tidak bisa begitu saja mengatakan mereka gay atau biseks.

"Dalam hal ini, yang menjadi masalah adalah keyakinan dan kepercayaan diri di antara anggota kesatuan," kata Letnan Kolonel Robert Maginnis yang pensiun pada 1993. Saat itu mereka yang punya orientasi seksual berbeda ditempatkan di lingkungan yang lebih tertutup. (AP/dia/soe)

( sumber : www.batampos.co.id )

Studi Gay/Lesbian

Oleh NURAINI JULIASTUTI



Sejak peristiwa Stonewall tahun 1969 (pembangkangan kaum homoseksual untuk memperjuangkan hak-haknya) dan bersamaan dengan gelombang kedua gerakan perempuan, homoseksualitas segera menjadi gerakan yang nyata. Tidak lagi takut-takut, tidak lagi tersembunyi. Sekaligus ia mulai dipertimbangkan sebagai bahan kajian studi.

Pada tahun 1950-an dan 1960-an, homoseksual dipelajari dari jarak yang objektif, tepatnya selalu dilihat dari perspektif heteroseksual. Sampai kemudian muncul generasi baru akademikus homoseksual muda yang mulai ambil peranan dalam studi ini. Mereka mempelajari homoseksualitas dengan penuh semangat empati.

Ken Plummer dalam kata pengantarnya untuk buku Modern Homosexualities (1992) mengatakan bahwa tulisan-tulisan tentang gay dan lesbian yang muncul sebelum tahun 1970-an tampak seperti sedang mencari pengertian diri. Beberapa bahkan bernada destruktif dan bersikap negatif terhadap hidup. Singkatnya, ia menyebabkan orang-orang benar-benar percaya bahwa mereka (gay dan lesbian) adalah termasuk golongan orang-orang sinting dan kesepian di dunia ini.

Tapi keadaan kemudian berubah dengan cepat. Sekarang tidak hanya jumlah buku tentang gay dan lesbian yang berlipat ganda (pada tahun 1969 tercatat hanya 500 judul buku, tapi pada tahun 1989 sudah melonjak menjadi 9000 judul buku), tapi juga jangkauan pertanyaan-pertanyaan penelitian yang lebih luas, penerapan berbagai disiplin ilmu yang semakin beraneka ragam, dan tentu saja jumlah pembaca yang semakin luas.

Bersamaan dengan lahirnya publikasi-publikasi awal yang radikal tentang gay dan lesbian, berlangsung pula perkembangan-perkembangan penting yaitu pelembagaan studi gay dan lesbian sebagai lapangan akademik profesional. Lambat laun bidang studi ini sudah mempunyai PhD-PhD sendiri, bahan-bahan bacaan khusus, profesor-profesor, pusat-pusat studi, konferensi-konferensi, dan mulai dijadikan mata kuliah di universitas.

Pada tahun 1970-an, bidang studi ini secara internasional dikenal luas dan mulai bisa dibandingkan dengan perkembangan studi perempuan atau studi etnisitas atau ras, meskipun tentu saja ukurannya masih lebih kecil karena lebih banyak stigma-stigma yang dikenakan di situ.

Universitas-universitas dan college-college terkemuka seperti Harvard, Princeton, Yale, Berkeley, MIT, Duke, Nottingham Trente University, mengadakan kuliah-kuliah tentang gay dan lesbian secara tetap. Universitas Utrecht bahkan mempunyai Pusat Studi Gay dan Lesbian. Konferensi-konferensi internasional tentang gay dan lesbian telah diadakan di Toronto, Denmark, London, New York, dan Amsterdam.

Di beberapa negara bahkan ada usaha-usaha yang lebih awal untuk memantapkan kajian studi ini. Beberapa yang bisa disebut disini adalah: Hirshfeld's Institute di Jerman pada tahun 1920-an, beberapa pusat-pusat studi di Belanda, juga Institute for Homophile studies di Amerika, sebuah universitas alternatif yang pernah menerima lebih dari 1000 mahasiswa pada tahun akademik 1957-1958.

Kemapanan kajian studi gay dan lesbian juga ditandai dengan kelahiran jurnal-jurnal ilmiah bidang ini. Journal of Homosexuality pertama kali dipublikasikan pada tahun 1974 dan mengupas berbagai isu seperti remaja-remaja gay, orang-orang tua gay, dan lain-lain. Jurnal-jurnal lain yang banyak mengupas persoalan-persoalan gay dan lesbian adalah Journal of Gay and Lesbian Psychotheraphy, Journal of The History of Sexuality, European Gay Review, Lesbian Ethics, Signs, Feminists review, TRIVIA: A Journal of Ideas, atau Sexualities .

Tulisan-tulisan pertama yang muncul di luar universitas seringkali berupa artikel-artikel pendek di koran tentang kehidupan gay dan lesbian atau pamflet-pamflet kampanye. Buku-buku kumpulan artikel tersebut misalnya The Homosexual Dialectic, The Gay Liberation Book, The Lesbian Reader, atau A Lesbian Feminist Anthology. Kondisi di Indonesia sekarang mungkin bisa disamakan dengan keadaan diatas. Sampai saat ini di Indonesia belum banyak muncul literatur-literatur kajian studi tentang gay dan lesbian. Wacana tentang gay dan lesbian di negara ini hanya muncul secara rutin misalnya lewat majalah atau media-media intern perkumpulan-perkumpulan gay dan lesbian semacam Gaya Nusantara. Belum ada kaum akademikus di Indonesia yang mengkhususkan diri menulis tentan fenomena gay dan lesbian. Salah satu usaha penting untuk membawa wacana homoseksualitas di Indonesia ke tingkat yang lebih akademis adalah tulisan Dede Oetomo "Homoseksualitas di Indonesia" di Prisma (Juli 1991). Setelah itu belum ada lagi sesuatu yang penting dalam perkembangan studi gay dan lesbian di Indonesia.

* * *

Ada dua term utama dalam wacana homoseksualitas modern, yaitu: 'closet' (kloset) dan 'coming out' (keluar). Term 'kloset' digunakan sebagai metafor untuk menyatakan ruang privat atau ruang subkultur dimana seseorang dapat mendiaminya secara jujur, lengkap dengan keseluruhan identitasnya yang utuh. Sedangkan term 'coming out' digunakan untuk menyatakan ekspresi dramatis dari 'kedatangan' yang bersifat privat atau publik. Pemakaian term 'closet' dan 'coming out' disini bermakna sangat politis. Narasi 'coming out of the closet' menciptakan pemisahan antara individu-individu yang berada didalam dan diluar kloset. Kategori yang pertama diberi makna sebagai orang-orang yang menjalani hidupnya dengan kepalsuan, tidak bahagia, dan tertekan oleh posisi sosial yang diterima dari masyarakat. 'Kloset' kemudian bermakna strategi akomodasi dan pertahanan yang diproduksi untuk menghadapi norma-norma masyarakat heteroseksual di sekitarnya.

'Closet Practice' adalah respon terhadap strategi represif yang diterapkan oleh masyarakat heteroseksual untuk mengeluarkan homoseksual dari kehidupan masyarakat. Strategi ini mulai dilakukan pada tahun 1940-an, tapi kemudian mulai diintensifkan pada tahun 1950-an dan 1960-an. Hal ini memantapkan posisi 'kloset' sebagai konsep identitas seksual yang berbeda dan sebagai sebuah simbol kehidupan ganda.

Para teorisi di bidang ini misalnya adalah Dennis Altman, Ken Plummer, Mary McIntosh, Gayle Rubin, dan Jefrey Weeks. Dennis Altman menulis Homosexual: Liberation/Oppression (1971) yang lantas menjadi bahan perdebatan sampai 20 tahun berikutnya. Ia menyoroti penciptaan identitas baru dengan kelahiran gerakan lesbian dan gay, perbedaannya dengan masa lalu dan identitas politik mereka.

Studi ini lantas berkembang lebih jauh dengan penggabungan-penggabungan atau persilangan antara studi gay dan lesbian dengan berbagai disiplin ilmu yang lain. Pada tahun 1970-an, psikologi, sosiologi, dan sejarah menjadi kajian yang berpengaruh. Di bidang psikologi, Freedman menulis Homosexuals May Be Healthier Than Straights (1975). Ia menyatakan bahwa homoseksual adalah sesuatu yang normal, sama seperti orang-orang lain, dan mungkin bahkan lebih sehat dari kaum heteroseksual. Freedman kemudian juga memperkenalkan konsep utama 'homophobia' yang kemudian dilanjutkan dalam karya-karya Lesbian Psychologies (Boston Lesbian Psychologies Collective, 1987) dan Lesbianism:Affirming Non Traditional Roles (Rothblum & Cole, 1989). Topik penting yang dibahas dalam sosiologi adalah mengubah fokus dari memandang homoseksual sebagai salah satu tipe individu ke respon sosial terhadap homoseksualitas, yaitu perubahan konstruksi sosial homoseksualitas secara radikal. Karya-karya penting yang membahas topik ini misalnya: Sexual Stigma: An Interactionist Account (Ken Plummer, 1975), The Construction of Homosexuality (Greenberg, 1988), atau Forms of Desire:Sexual Orientation and The Social Constructionist Controversy (Stein, 1990). Perdebatan tentang tema ini terutama dipercepat oleh terbitnya seri History of Sexuality yang sangat berpengaruh karya Michel Foucault.

Dalam bidang sejarah bisa disebut buku karya Herdt yang berjudul Ritualized Homosexuality in Melanesia (1984), Passions Between Women (1993) karya Emma Donoghue yang membahas kebudayaan lesbian di Inggris tahun 1668-1801, atau The Wilde Century (1994) karya Alan Sinfield yang membahas tentang kehidupan gay Oscar Wilde yang hidup di masa Victorian di Inggris.

Mulai sepanjang tahun 1980-an ada perubahan tren dalam studi gay dan lesbian, yaitu perhatian yang besar kepada cultural studies dan persoalan AIDS. Persoalan AIDS dalam studi gay dan lesbian menjadi penting karena penyakit ini seringkali digunakan sebagai alat politis untuk menempatkan gay dan lesbian dalam posisi yang merugikan. Dan dalam beberapa hal terbukti bahwa menyerang kaum gay dan lesbian lewat isu kesehatan cukup ampuh, karena masyarakat biasanya dengan mudah membenarkan kekhawatiran terhadap penyakit serius semacam AIDS ini.

Perhatian yang besar terhadap cultural studies bisa terlihat dari berkembangbiaknya studi-studi kebudayaan gay dan lesbian dalam segala bentuk: film, TV, novel, karya-karya fiksi, biografi, musik, karya-karya seni, dan bentuk-bentuk kebudayaan populer lainnya. Bonnie Zimmerman misalnya menganalisa 200 karya fiksi lesbian yang dipublikasikan mulai tahun 1969-1989 dalam karyanya yang berjudul The Safe Sea of Women . Dengan perspektif yang sama Richard Dyer berusaha melacak perkembangan genre film-film gay dan lesbian dalam Now You See It (1991).

Bidang-bidang klasik lain dalam studi-studi lesbian dan gay modern adalah tentang komunitas dan persoalan identitas gay, seksualitas, pornografi, juga perubahan dan pergeseran konsep keluarga heteroseksual dengan adanya fenomena gay dan lesbian yang memelihara anak-anak mereka sendiri.



Termuat di Newsletter KUNCI No. 5, April 2000

Alamat halaman ini: http://kunci.or.id/esai/nws/05/gay.htm

Garin Nugroho: Pro Kontra FFI Wajar

Pro kontra dalam sebuah perhelatan adalah suatu kewajaran. Apalagi dengan event seakbar Festival Film Indonesia . "Dan sejak dulu selalu ada pro kontra di festival. Sebenarnya FFI juga merupakan kompetisi di tengah-tengah ragam penghargaan, ada MTV Movie, misalnya dan yang lain-lain. Semakin banyak festival dalam satu negara semakin bagus, karena tiap ajang akan mempunyai kriteria yang berbeda," papar Garin Nugroho dalam acara Diskusi Film "Jadikan FFI Milik Kita Bersama" di Gedung Film, (24/9).

Namun sebagai sebuah kegiatan yang diidam-idamkan oleh pelaku film tiap tahunnya untuk mendapatkan satu referensi karya, FFI diharap bukan hanya menjadi kegiatan ngobrol dan temu tahunan untuk orang-orang film tertentu. "Kerap kali yang membuat saya kecewa adalah ketentuan-ketentuan yang seringkali berubah yang akhirnya tidak memberikan konsistensi dalam pemikiran antara pelaku dan pembina, di mana pemikiran pihak pembina ingin diterapkan untuk menilai baik dan buruk tanpa memikirkan bahwa pelaku film dan juga masyarakat penonton film nasional mempunyai tanggung jawab untuk menciptakan produk yang baik, bermoral tinggi, mendidik, dan juga memiliki nilai hiburan yang sehat," ujar Garin panjang.

Garin menunjuk piala ANTEMAS, di tahun-tahun sebelumnya diberikan sebagai penghargaan untuk film yang menghasilkan penonton terbanyak. Namun sistem tersebut diubah menjadi film yang layak untuk memperoleh penghargaan adalah film yang masuk dalam nominasi. Hal ini membuktikan bahwa pembina membenarkan bahwa pemikiran merekalah paling tepat.

Hal paling fatal dalam pandangan Garin, bahwa yang selalu dinilai dalam FFI adalah the Singer Not the Song – pembuat yang dinilai, bukan hasil karya. Seolah-olah golongan tertentulah yang paling berhak mendapatkan penilaian dewan juri sehingga pelaku film dari awal sudah bisa menebak film apa yang akan diperhitungkan.

"Kontroversi atau pro kontra yang terjadi di dalam setiap festival film adalah sah-sah saja. Bahkan di festival film bergengsi seperti Cannes, Oscar, Venice, dan lain sebagainya pun terjadi atas hasil keputusan dewan juri yang dianggap salah. Namun setahu saya, tidak pernah terjadi sebuah masalah yang menurut saya sangat dasyat seperti yang terjadi atas hasil keputusan dewan juri FFI 2006, sehingga menimbulkan polemik berkepanjangan dan memicu amarah sebagian besar pelaku film," ungkap Garin.

Itu merupakan bagian dari masa lalu, sudah selayaknya kita memandang ke depan bukan ke belakang, sehingga kita harus menciptakan iklim kondusif untuk dapat diwariskan pada generasi mendatang yang akan meneruskan industri ini untuk dapat dihadirkan ke dunia internasional.

Menurut Garin ada beberapa masukan untuk menuju ke arah sana, yaitu film yang dihasilkan diawali dengan idealisme sehingga tidak bisa digolongkan, dewan juri dan pelaku film harus berdampingan, hilangkan penilaian berdasarkan mitos "the Singer Not the Song". (kpl/wwn)

( sumber : www.kapanlagi.com )

Pro Kontra Seputar Gay


Perjuangan Stevanus Theodurus, dalam memperjuangkan hak lesbian, gay, biseks, transgender dan transseksual (LGBT) menuai pro dan kontra. Terbukti, sejak pengakuan tentang jati dirinya di situs web Scientiarum, timbul komentar dari berbagai kalangan mengenai kaum LGBT. Tak jarang komentar pedas ia terima. Tapi ada pula sebagian yang memahami dan menerima dirinya.

Theo, demikian ia biasa disapa, merupakan Petugas Lapangan Yayasan Gessang untuk Kota Salatiga. Gessang adalah yayasan yang bergerak di bidang sosial, advokasi, dan HAM untuk kaum gay. Theo juga tercatat sebagai mahasiswa aktif Program Studi Komunikasi FISIPOL UKSW angkatan 2006.

Theo memandang, LGBT bukanlah penyakit dan bukan dosa. “Kalo gay adalah penyakit menular, saya cuma mau ngomong, ‘Tolong carikan obatnya dong.’ Kalau tidak ada obatnya, berarti ada dua penyakit yang belum bisa diobati di Indonesia, yaitu gay dan AIDS. Gay bukan penyakit, tapi itu hanyalah suatu perbedaan orientasi seksual,” kata Theo.

”Di Salatiga, yang saya ketahui, ada 200 gay dan 50 persen adalah anak UKSW. Namun mereka masih tertutup dan belum mau mengaku. Sebenarnya, orang-orang yang berjalan dengan maskulin tidak menjamin bahwa ia bukan gay,” papar Theo.

Apakah LGBT itu bukan dosa dan bukan penyakit? Pertanyaan inilah yang akan digali lebih dalam melalui perspektif teologi, sosiologi, psikologi, dan biologi.

Menurut Dien, Dosen Fakultas Teologi yang mengampu matakuliah Feminisme dan matakuliah Gender (Program Pascasarjana), LGBT masih diperdebatkan “kedosaannya,” karena ada pihak yang menentang dan menganggap LGBT sebagai dosa dan harus dikembalikan ke jalan yang benar. Namun ada juga yang mengatakan bahwa LGBT bukan dosa, karena mereka juga mahluk ciptaan Tuhan, dan Tuhan juga mempunyai kuasa yang sama besarnya untuk “mengubah” ciptaannya.

“LGBT tidak dapat dikatakan sebagai dosa. Sejauh bukan sebagai ‘tren,’ karena dewasa ini banyak yang ‘tiba-tiba’ menjadi gay (karena) sekadar tuntutan dunia hiburan,” kata Dien.

Jika seseorang tiba-tiba “menyimpang” dari jalan yang sudah digariskan oleh Tuhan, hanya demi tuntutan duniawi, maka hal tersebut dapat dikatakan sebagai “dosa.” Selain itu, Dien juga menegaskan, bahwa “kelainan” seksual ini dapat terjadi karena berbagai faktor, misalnya saja faktor lingkungan; karena memiliki banyak saudara perempuan, atau terbiasa diberi mainan atau pakaian yang tidak sesuai dengan jenis kelaminnya.

Hal senada juga diamini Dosen Fakultas Biologi, Ferry Karwur. Menurut Ferry, ketertarikan seksual dipengaruhi oleh dua faktor, yakni faktor genetik dan faktor lingkungan. Sistem ketertarikan seksual manusia berada di antara lalat buah dan reptil (buaya). Lalat buah, bagaimanapun kondisi lingkungan, tidak akan mengubah orientasi seksualnya. Genetik memegang peranan 100 persen. Sedangkan buaya terpengaruhi oleh suhu (lingkungan).

Manusia dapat mengalami kebocoran genetik. Hormon sebagai penentu organ seks sekunder (payudara, jakun, dan sebagainya) dalam perkembangannya menjadi perantara situasi lingkungan dan genetik. Lingkungan dapat mengendalikan kita untuk mengubah orientasi seksual.

Neural pada manusia sangat kompleks. Hal ini menyebabkan neural kita berkembang lebih terdiferensiasi, tidak terprogram seperti robot. Sistem manusia yang unik ini membuat perbedaan orientasi seksual bagi tiap-tiap individu.

Ilmu psikologi sudah menyatakan bahwa homoseksual bukanlah penyakit ataupun kelainan. Perlu dibiasakan untuk mengatakan dan meyakinkan diri sendiri bahwa “saya adalah normal.” Penting untuk menghilangkan sifat apatis dan menutup diri dengan perasaan bersalah. Masalahnya, banyak lesbian yang merasa berdosa, sehingga makin menjauhkan diri dari aktivitas ibadah. Kalau perasaan negatif terus menggeluti pikiran, hal itu justru bisa menimbulkan rasa lemah. Nomor satu yang paling penting adalah menerima diri sendiri terlebih dahulu.

Berbeda dengan tiga perspektif yang lain, sisi sosial lebih menekankan bagaimana hubungan interaksi antara kaum LGBT dan masyarakat. Maksudnya, bagaimana cara kaum LGBT dapat masuk dan bergaul dengan masyarakat.

“Untuk urusan dia gay atau nggak sih nggak masalah. Yang penting jangan mengganggu aja,” ujar Rido, mahasiswa UKSW. “Yang penting, kita yang normal ini nggak merasa keselamatan kita terancam. Saya punya teman gay dan dia seringnya ya bergaul cuma dengan teman-teman cewek. Mungkin teman-teman cowok termasuk saya agak jaga jarak aja ya … tanpa bermaksud mengucilkan.”

Kontributor: AQIRANA A. TARUPAY, MUHAMMAD Y. F. NASUTION

( sumber : www.scientiarum.com )

Seminar jurnalistik di UKSW, “Obyektivitas harus dikedepankan”


Salatiga (Espos) Puluhan mahasiswa Jurusan Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) Salatiga mengikuti Seminar & Lomba Jurnalistik di Ruang Probowinoto, kampus setempat, Rabu (16/7).

Tampil sebagai pembicara dalam kegiatan tersebut dua wartawan Harian Umum SOLOPOS, yaitu Rahmat Wibisono yang menyampaikan materi seputar pemberitaan, dan Fadjar Roosdianto yang membahas tentang fotografi jurnalistik. Acara dilaksanakan hampir enam jam mulai pukul 09.00 WIB.

Ditegaskan Rahmat dalam kesempatan itu tentang pentingnya obyektivitas dalam penyampaian fakta dalam wujud berita.

Sementara itu, Fadjar dalam kesempatan tersebut menjelaskan bahwa foto jurnalistik merupakan foto yang mengandung suatu nilai berita dan pemuatannya harus disertai keterangan atau caption. Dikatakan dia, ada beberapa jenis foto yang dikenal dalam dunia jurnalistik , di antaranya yaitu spot news, general news, dan sport news.

“Spot news adalah rekaman peristiwa yang terjadi secara tak terduga, misalnya kecelakaan, bencana alam, dan kerusuhan, sedangkan general news lebih sebagai foto kegiatan harian yang sifatnya terencana atau teragendakan. Kategori terakhir, yaitu sport news, adalah tentang foto-foto olahraga,” sambungnya.

Dekan FISIP UKSW Ir John R Lahade Msoc Si saat membuka secara resmi acara itu menjelaskan bahwa seminar dan lomba karya jurnalistik semacam itu rutin dilaksanakan mahasiswa fakultasnya.

Sementara itu ketua panitia, Tabita Handayani, menjelaskan, bahwa seusai digelarnya seminar yang menghadirkan praktisi, peserta berlomba menerapkan apa yang telah mereka dapatkan selama seminar. “Lulut dari angkatan 2007 dan Theodorus dari angkatan 2006 dinobatkan sebagai pemenang sehingga berhak mendapatkan uang tunai dan sertifikat,” terangnya. – Oleh: try.

(Foto: saam fredy_BPHL).

( sumber : www.uksw.edu )