Salatiga Carnival Center

Salatiga Carnival Center
Sebuah event akbar tahunan WORLD CULTURE FASHION CARNIVAL..

Profil Saya

Foto saya
Salatiga, Jawa Tengah, Indonesia
I was born in Solo, December 25, 1987 from the father of Drs. Luke Suroso and Mrs. Sri Puji Lestari Hantokyudhaningsih. I grew up in a city full of culture that is the city of Solo. as the descendants of the solos even have blood from a stranger. I was born like a tiny man, weighing> 4 kg. the second child of three brothers that I tried to be a pioneer and a child who was always proud of my extended family. trained hard in terms of education and given the religious sciences until thick. I am standing upright in my life the 19th to voice the aspirations of the marginalized of LGBT in the city of Salatiga. as a new city that will be a starting point toward change and transformation that this country is a country truly democratic. soul, body and all of my life will always fight for rights of the marginalized is to get our citizen rights. Ladyboys no rights, no gay rights, no rights of lesbian, but there's only citizen rights regardless of sexual orientation and gender.

31 Mei 2008

3 DIVA SOLO

Diawali dari sebuah kegiatan yang terjadi waktu duduk bangku sekolah. Aku mengenal beberapa sahabat yang sampai sekarang selalu mendukung dan memberikan dorongan untukku agar aku semakin bergerak maju selangkah dibandingkan dengan teman sebayaku atau teman-teman komunitasku.
Paulus dan Pramana. Dua orang yang mempunyai sifat dan sikap serta cara pandang yang berbeda dalam menentukan jalan hidup mereka. Dua sahabatku yang selalu memberikn waktu mereka bersama dengan aku. Perkenalanku dengan mereka berdua bisa di bilang tidak kebetulan belaka. Paulus dan Pramana adalah kakak kelasku waktu aku duduk di bangku SMA. Walaupun begitu aku aku dan mereka berdua hampir memiliki kekompakan yang sama. Dan entah kenapa, kalao kekompakan kita itu berkembang pada saat setelah lulus dari bangku SMA itu. Aku cukup mengenal baik siapa Paulus dan Pramana. Sudah hampir 5 tahun aku mengenal mereka dan semuanya berjalan dalam keindahan kehidupan bertaburkan kerohanian. Karena pada waktu aku duduk di bangku SMP-SMA, aku selalu dipilih untuk menjadi pengurus inti dari seksi kerohanian. Aku berjuang membangun dan memperkuat pondasi diantara teman-teman kami. Dan memberikan kepercayaan kepada semua guru bahkan kepala sekolah kami. Perbedaan aku benar-benar rasakan saat perpindahanku dari bangku SMP menuju ke SMA. Di bangku SMP aku selalu memimpin puji-pujian dalam ibadah yang notabene adalah kristiani. Bahkan aku sempat diajak untuk masuk dalam sebuah organisasi keagamaan yang cukup besar di kota Solo untuk para siswa SMP. Tetapi setelah aku memasuki bangku SMA, aku merasakan adanya sebuah perbedaan dalam cara ibadahku. Aku berada di SMA swasta yang dimiliki oleh Yayasan Khatolik. Sungguh berbeda sekali cara dan segalanya. Aku merasakan adanya hal yang baru di dalam setiap kegiatanku dan dalam setiap hal. Bahkan dalam setiap kegiatanku selalu dipantau dan selalu diawasi oleh para guru dan kepala sekolahku. Memang aku sadari bahwa orang tuaku adalah dewan komite sekolah. Dan tahukah kau teman, kalau aku saat masuk di bangku SMA langsung mengikuti banyak kegiatan yang berbasis kerohanian. Diawali dengan doa pagi setiap hari jumat sampai akhirnya aku menjadi pemimpin kelompok doa itu dan menjadi bagian terpenting dalam Misa di bangku SMA. Dengan kesibukan itulah, aku mengenal Paulus dan Pramana. Mereka berdua telah aktif terlebih dahulu di Kelompok Doa tersebut. Dan akhirnya aku, Paulus dan Pramana menjadi sahabat yang kemanapun aku ada, disitu ada Paulus dan Pramana. Dan sebaliknya.
Pertemanan kami sedikit terguncang sejak kesibukan Paulus memasuki detik-detik ujian. Memang Pramana adalah kakak kelasku. Tetapi pada kelas kedua, dia tidak naik kelas karena dia orang yang sibuk tapi nyibuki. Wakakak…..
Semakin mendekati detik-detik ujian aku biarkan diriku menyendiri dalam keramaian sekolah waktu istirahat. Dan akhirnya semua sudah berakhir dan semua sudah menjadi indah. Aku naik ke kelas berikutnya. Menuju ke tingkat berikutnya di kelas tiga SMA. Suatu kebanggaan aku bisa duduk dan menjadi siswa paling senior saat itu. Tapi aku merasakan ada yang kurang dari kehidupanku saat itu. Aku merasakan juga semakin bergejolaknya jiwaku dalam statusku sebagai seorang gay. Duduk diantara lelaki-lekaki tampan dan penuh misteri dan menjadi bagian dari sebuah komunitas rohani yang jauh lebih berpengalaman.
Aku tahu saat itu Paulus telah lulus terlebih dahulu dan saat itu di langsung nganggur alias tidak kerja. Duduk dan kluntang-klantung sana-sini. Selama satu tahun aku menjalani persahabatan dengan sebuah biduk kesendirian tanpa adanya sebuah semangat. Tapi aku tahu, kalau aku mempunyai Tuhan yang selalu memberikan aku kekuatan dan perlindungan kapanpun dan dimanapun aku berada.
Sendiri adalah kata yang tepat aku ucapkan untuk diriku sendiri pada waktu itu. Walaupun aku masih punya sahabat dan mempunyai puluhan sahabat yang lain. Tetapi berbeda dengan Paulus, dia seorang sahabat yang selalu memberikan aku ketenangan dan memberikan dukungan untuk aku dalam mengambil sebuah keputusan. Sebuah hal yang baik dalam persahabatan.
Detik-detik menjelang ujianpun semakin dekat. Di balik teralis dan jeruji besi jendela sekolahku, aku duduk sendiri untuk menghadapi puluhan kata yang terkabung dalam beberapa lembar kertas berjudulkan Ujian Nasional. Waktu yang selalu ditunggu dan yang menjadi penentu masa depan diriku dan sahabatku waktu itu.
Singkat cerita, aku selesaikan semuanya dan hitungan hari dalam kekhasanku menyeruk dalam heningnya malam. Waktu penentuan pengumumanpun semakin dekat. Dan semuanya seperti sebuah gempa dan tsunami yang selalu akan menjadi sebuah jambuk penyiksaan untuk aku menjadi seorang yang berguna.
Siang itu, aku seperti hari-hari biasanya. Tanpa kegiatan dan tanpa pertanda apapun. aku tidur di dalam ruang kotak penuh benda-benda pribadiku. Kamarku berada di ujung paling pojok rumahku. Tidurku siang itu pulas sekali. Mendungpun tidak, gelegarpun tak ada. Aku tak tahu apa yang terjadi di ruang tamu saat itu. Tetapi aku hanya tahu, mamaku membangunkan aku dan memberikan sebuah selembar kertas bertuliskan sebuah hal yang menbuatku semakin ingin bunuh diri. TIDAK LULUS. Sebuah tulisan tanpa basa-basi. Sebuah tulisan yang membuatku gundah.
Hari demi hari aku lalui. Penuh kesedihan dan penuh penyiksaan. Secara mental aku sudah habis karena orang tuaku marah besar. Tetapi di satu sisi, nama baikku sedikit menurun derastis. Hanya karena satu mata elajaran BAHASA INGGRIS membuatku tidak dapat melanjutkan perkuliahan dengan tenang.
Tapi saat itu, hanya satu dari puluhan sahabatku yang memberikan aku sebuah penghiburan. Seorang sahabat yang selalu membuatku nyaman disampingnya. Paulus seorang sahabat yang tahu akan masalah sahabatnya.
Bagaimana dengan Pramana? Dia duduk dalam kebahagiaannya dan duduk dalam keberhasilannya. Tapi saat itu aku tidak mengharapkan belas kasihan dari dirinya. Hanya satu yang aku tahu. Pramana tetap sahabatku, dulu, sekarang dan sampai akhir hanyatku.
Paulus dan Pramana mempunyai sikap dan sifat yang berbeda. Karena memang mereka dua makhluk yang diciptakan dua bukan satu. Dari perbedaan itulah membuatku semakin percaya bahwa perbedaan adalah awal dari segala sesuatu yang tak akan pernah lapuk.
Akhirnya aku memilih untuk mengikuti jalur paket C. Sebuah jalur pendidikan yang dapat membuatku mengikuti pendidikan selanjutnya di tingkat perguruan tinggi. Karena jika aku tidak mengikuti itu. Aku sudah kehilangan banyak hal. Karena aku sudah diterima di Perguruan Tinggi Swasta yang sekarang aku jadikan sebagai kampus tercintaku.
Semua selesai dan semua berakhir dengan sempurna. Kelulusanku di bangku SMA, walaupun tidak dari SMA`ku sendiri melainkan dari Paket C. Hal itu tidak membuatku malu dan rendah. Melainkan sebuah semangat dan batu loncatan untuk diriku semakin berjuang dalam menggapai cita-citaku sampai aku mendapatkan segala yang aku inginkan dari kecil. Duduk di sebuah kursi pemerintahan dan menyuarakan hakku sebagai WNI walaupun aku gay. Hak paling dasar dan hak atas segala kehidupan bernegara.
Paulus dan Pramana akhirnya menerimaku dan mereka memberikan ucapan selamat saat mereka tahu aku sudah tidak di kota Solo, melainkan di kota Salatiga sebagai tujuan akhirku untuk menyelesaikan masa studiku. Walaupun aku tahu, kalau yang namanya belajar tidak akan pernah berhenti sampai kapanpun.
Kepindahanku di kota Salatiga tidak membuatku jauh dari mereka. Tetapi semakin dekat hubungan persahabatan kita. Walaupun melalui sebuah layanan teknologi abad ke-21 sebagai jaringan luar biasa, selular menjadi cara kita untuk berhubungan.
Sedikit cerita tentang Pramana, dimana dulu dia selalu mengejekku dalam kesedihanku karena ketidaklulusanku. Akhirnya aku mendengar dari Paulus kalau Pramana tidak melanjutkan sekolahnya melainkan kembali ke pulau asalnya yaitu Manado.
Saat aku pulang ke Solo, aku pasti menghubungi Paulus untuk sekedar berjalan-jalan dan menikmati sejuknya dan indahnya lampu yang bergemerlapan di balik segala kesibukanku di siang hari di kota Solo.paulus menjadi sahabatku setiap aku pulang ke kota kelahiranku itu. Semua cerita dan segala canda tawa akhirnya menyeruak dan memecahkan segala heningnya kebisingan malam kota Solo. Hari berganti ke pagi, dan malam pun dating dengan cepatnya. Aku saat itu memang tidak mempunyai kesibukan yang banyak seperti sekarang. Hanya kegiatan perkuliahan, dunia tari, model, penyiar, dan dunia tarik suara saja yang aku lakukan,
Tetapi Paulus menyadarinya dan melihatnya seperti biasa saja. Aku saat itu tahu kalau Paulus belum berkerja, setiap pertemuan aku dan Paulus tidak bosan-bosannya aku selalu menasehati Paulus untuk segera mencari pekerjaan yang layak. Karena aku tahu saat itu. Paulus sudah mempunyai kekasih seorang wanita dari keluarga terpandang dan kaya. Makanya, aku selalu menasehati Paulus untuk segera berkerja demi kelangsungan hubungan mereka nantinya.
Entah aku lupa, tepatnya tanggal dan bulan berapa. Yang aku ingat saat itu adalah hari dimana jadwalku untuk segera pulang ke rumahku yang ada di kota Solo serta berkumpul dengan sanak saudaraku yang lainnya.
Persahabatan kami kembali utuh. Persahabatan yang selalu berisikan pertentangan pendapat dan argumentasi dalam menapaki kehidupan ini. Tetapi antara aku dan Pramana memang tidak begitu kuat, sekuat hubungan pertemanan antara aku dan Paulus.
Duduk di sebuah kursi taman di tengah kota Solo dan tepat di depan sebuah restaurant terbaik dalam sajian masakan khas negeri tiongkok menjadi saksi bisu setiap perdebatan aku dan kedua sahabatku ini. Bukan perdebatan yang terlalu besar melainkan perdebatan sekitar permasalahan hidup. Mungkin kata perdebatan itu bisa diganti dengan sebuah kata bahasa asing yaitu sharing.
Entah kenapa dan mengapa, hubungan persahabatan ini tak bertahan lama. Bukan masalah yang terlalu besar yang membuat aku dan kedua sahabatku ini berpisah-pisah. Tetapi aku merasa adanya kurang saling pengertian dan saling keterbukaan di dalam persahabatan ini. Kisahnya dan cerita secara singkatnya terjadi pada beberapa kali di setiap pertemuan terakhir di waktu itu.
Pramana pada tahun 2007, menyusulku untuk mengikuti pendidikan di perguruan tinggi swasta dengan mengambil jurusan yang sama dengan aku. Dan bahwa perguruan tinggi itu sama dengan perguruan tinggi yang aku pakai untuk menuntut ilmu waktu itu. Masuk kuliah dengan segala usaha dan permintaan bantuan dari diriku. Akhirnya, Pramana dapat mengikuti ujian masuk dan dinyatakan lulus. Padahal aku masuk ke perguruan tinggi tersebut melalui jalur prestasi, dan aku juga bukan orang yang kaya serta bukan seorang yang berprestasi tinggi. Kenyataannya aku tidak lulus di bangku SMA`ku. Melewati hari dan segala perbedaan yang ada akhirnya sedikit demi sedikit aku tahu dan aku lebih mengenal Pramana dengan segala sifat keasliannya di saat dia masuk ke perguruan tinggi tersebut. Dengan cerita ke teman-temannya kalau Pramana memang lulusan tahun 2006 dan sudah melanjutkan kuliah di kota Pelajar Yogyakarta. Itupun aku hanya mendengar dari sahabat-sahabat terdekat Praman ataupun dari sahabatku yang waktu itu menjadi panitia Malam Keakraban untuk MaRu 2007.
Semua cerita tentang Pramana dari segalanya, saat itu buat diriku hanya sebuah cerita angin lalu saja. Tapi akhirnya detik-detik kemarahanku memuncak. Dari sebuah kejadian yang membuatku semakin membenci dan membuatku tidak suka dengan Pramana.
Entah kapan kejadian itu terjadi, yang aku ingat hanya saat itu adalah hari kamis dan ada saudara Pramana dari Manado yang datang untuk menikmati indahnya lampu malam kota Solo. Seperti biasanya aku berjalan dan beriringan menggunakan sepeda motorku dan ada dua sepeda motor lagi saat itu. Milik Paulus dan milik Cowokku pada waktu itu. Jadi ada tiga motor yang ada dan siap menjemput pangeran kodok bangkong di rumahnya di sebuah desa terpencil dekat dengan perusahaan air minum daerah. Aku, Cowokku ( mantan ;red ), Paulus, dan Ayu ( sahabat lamaku waktu duduk di SMA ) dengan menggunakan tiga sepeda motor dan dengan menerjang segala tusukan serta jeritan suara tulang karena dinginnya malam waktu itu. Aku dan semuanya menuju ke rumah Pramana. Rumah yang sangat jauh dari rumah kami semua. Sesampainya di sana kami disambut selalu dengan hangat oleh keluarga Pramana. Dan bagiku itu sambutan yang paling hangat dalam sejarah persahabatan kita semua.
Perjemputan pangeran kodok bangkong dengan saudaranya telah usai, walaupun di mulai dengan perdebatan dan pertarungan sengit antara kita semua dalam membagi motor dan mencari tujuan kepergian pangeran kodok bangkong di malam yang dingin itu. Lebih indah sekali waktu itu, kita semua berduyun-duyun menuju ke sebuah pasar jajanan malam di tengah kota Solo. Ciwalk adalah satu-satunya tujuan yang selalu ada dalam benak kami semuanya.
Bukan masalah menjemput dan saudaranya, yang membuat kami marah dengan Pramana. Tetapi sikap dia yang meminta kami dengan paksa untuk menjemputnya dan yang paling parah lagi, Pramana seorang yang paling menjaga keuangannya sampai irit sekali. Setiap aku, Paulus dan Pramana keluar untuk jalan-jalan, tak sepeserpun yang dikeluaran dari kantong saku Pramana. Dengan kelihaiannya dan ketrampilannya membuat aku dan Paulus semakin mengetahui sifat Pramana. Di jemput dan menggunakan motor orang lain, adalah hal yang selalu Pramana mimpikan. Tapi saat giliran Pramana untuk cerita tentang kegiatan-kegiatan atau masalah-masalah yang dihadapi untuk dipecahkan bersama. Pasti dan selalu ada alasan, kalaupun tidak mempunyai alasanpun Pramana selalu menceritakan tentang segala perjalanan dan kegembiraannya dengan sahabat-sahabat kuliah seangkatannya yang jalan-jalan ke Yogyakarta ataupun lainnya. Tetapi intinya, Pramana menceritakan kebahagiaannya dan kehebohannya bermain dan menikmati jalan-jalan dengan sahabatnya di perkuliahan tersebut. Aku tahu banyak dengan nama-nama yang dia sebutkan. Walaupun aku tidak sangat dekat dengan sahabatnya, tetapi sedikit banyak aku mengetahui cara pandang dan gayahidup sahabat Pramana di fakultas yang seangkatan dengan Pramana.
Tetapi kenapa pada bagian persahabatan yng sudah lama terjalin ini, Pramana membedakannya. Salah satu sikapnya yang membuatku sangat membencinya adalah cara dan sikap dia.
Secara singkat aku bukan ingin menjelekkan Pramana. Tetapi aku merindukan Pramana yang dulu. Pramana yang selalu tersenyum dan selalu membuat kami tertawa dengan segala tingkah lakunya.
Kejadian iNI sehari sebelum kami bepergian bersama dengan saudara pangeran kodok bangkong tersebut.
Kita sesampainya di tempat tujuan kita yaitu sebuah pusat jajanan malam khas Solo digelr abiz sampai malam. Kami semua segera memarkirkan sepeda motor kami di salah satu sudut lahan parker yang tersedia disitu. Selesai sudah. Dan kami segera menuju dan masuk lebih dalam lagi untuk memecahkan dan menyibak kericuhan dan gemuruh suara yang terdengar dari sana-sini sembari kami mencari temapt duduk yang nyaman dan nikmat. Duduk di depan sebuah penjual susu segar terkenal di kota Solo. Bukan karena meja itu kosong, tetapi memang kami sengaja untuk duduk di situ. Hanya karena penjual susu segarnya manis dan cakep. Aku dan cowokku waktu itu yang terlebih dahulu untuk berputar mengelilingi sembari memilih menu makan malam yang cocok dan unik. Selesai sudah kami memilih. Dan setelah itu giliran Paulus dan Ayu untuk berkeliling untuk mencari makan malam juga. Dan di tempat duduk itu hanya ada Pramana dan tidak ada yang lain. Pramana sibuk dengan handphonenya untuk menghubungi saudaranya itu.
Dan singkat cerita segala pesanan makan malam kamipun tiba secara bersamaan. Betapa kagetnya aku saat itu Pramana tidak makan. Ya, walaupun aku tahu kalau Pramana dalam rangka program diet untuk mengurangi bangkongnya itu. Aku mulai bertanya kepada Pramana, kenapa dia tidak pesan makan malam. Dengan singkat Pramana hanya menjawab yang intinya kalau dia tidak makan hanya memesan minum saja. Itu membuatku sudah agak kesal, karena perjanjian pada saat mau menuju ke CiWalk adalah untuk makan malam. Tapi itu tidak untuk Pramana. Akhirnya aku diamkan saja. Minuman yang dipesan Pramanapun tiba. Dengan santainya dia masih sibuk dengan handphonenya menghubungi saudaranya dari Manado itu. Karena di CiWalk mempunyai system take and give. Maka otomatis pelayan saat itu menunggu pembayarannya. Aku sudah mulai malas banget dengan Pramana. Ya, karena dia sepertinya tidak peduli dan tidak mau membayar minuman yang dia pesan sendiri. Dan disinilah puncak dari memarahanku waktu itu. Dengan memegang Handphone yang masih aktif berhubungan dengan saudaranya. Pramana hanya memanggil Paulus an berkata : “ Paul, bayar…!!!!” Dengan nada yang tidak hormat dan tidak ada tambahan kata apapun. Dia masih menghubungi saudaranya dan langsung meneguk minuman yang sudah dibayar itu tadi. Dalam benakku saat itu aku hanya berpikir, apakah aku mengajak seorang raja atau memang banci ra modal. Jujur aja aku tidak suka cara dia memerintah Paulus seperti itu. Dan aku tahu kalau itu bukan Pramana yang aku kenal. Dengan semena-mena dia menyuruh orang tanpa ada kata minta tolong. Dan aku saat itu hanya berkata pelan. Handphone yang di jual atau kelaminnya yang di jual buat beli minuman.
Memang aku dan Paulus sudah tahu sekali sikap dan sifat Pramana. Benar-benar seorang sahabat yang tidak tahu penderitaan sahabatnya yang lain. Sungguh kagetnya aku dengan perubahan sikap dan sifat Pramana saat itu. Dia selalu bercerita kalau jalan-jalan dengan sahabat di kampusnya ke Yogya, Semarang dan bahkan Bandung dengan bangga. Yang menjadi pemikiranku, apa dia juga melakukan hal yang sama seperti ini kepada sahabatnya yang lain. Itu yang selalu aku ingin selidiki.
Tapi dibalik segala sikap dan sifatnya seperti itu, aku masih punya satu harapan. Bahwa dia akan menjadi orang yang sukses dan selalu menghargai semua sahabatnya. Dengan tidak memandang ketampanan, kekayaan atau apapun.
Semua kisah aku, Paulus dan Pramana ini adalah sebuah kisah yang terjadi dari perbedaan segala hal dari sebuah persahabatan yang terjadi di dunia ini. Duduk dalam kesendirian, muncul sahabat yang akan menberikan keramaian.
Untukmu Paulus, ambil setiap keputusan hidupmu dengan matang. Bukan karena apapun, tetapi juga pikirkan harga diri laki-laki dan tunjukkan keberanianmu kepada pasanganmu. Dari awal aku sudah tidak cocok. Dulu, sekarang dan sampai selama-lamanya. Ingat juga pesan mbak Vie-Vie dan mbak Prima untuk dirimu sendiri.
Untukmu sahabat baikku Pramana, jadilah kebanggaan dan buat dirimu berarti unuk semua sahabatmu.
Aku merindukan kalian semua, dan menyayangkan pertengkaran ini semua. Mari bersatu dalam kesehatian dan pemikiran untuk menjadikan kita sebagai sahabat sejati. Dulu, kins dan yang akan dating. Terima kasih….

28 Mei 2008

MARSI AWAL SEGALANYA !!!

Diawali dari sebuah perjumpaan dan sebuah hal kecil yang mengakibatkan aku dan dirinya dapat bertemu dan mengatakan inilah persahabatan yang baik.
Aku sudah lama tidak datang di kota budaya, kota yang melahirkan diriku dan membesarkan aku. Saat itu aku menghubungi sahabat lamaku di kota tersebut. Aku menghubunginya via telepon dan akhirnya aku menjemput di rumahnya di belakang rumah sakit swasta itu. Aku sedikit banyak mengobrol tentang beberapa perkembangan kota Solo dan aku mendengarkan semua yang menjadi hal baik atas perkembangan kota Solo walaupun tidak semuanya.
Sebut saja nama sahabatku Odi, cukup lama aku berbincang-bincang dengan dirinya dan akhirnya aku mengajaknya untu keluar sejenak dan melepaskan ketegangan di penatnya suasana malam hari di kota Solo tersebut. Menuju ke suatu tempat yang menjadi tempat kumpul komunitasku di sebuah wedangan di sudut kota Solo. Wedangan Marsi sebagai tujuan kita. Malam itu tepat malam selasa. Dan akhirnya aku hanya melihat ada dua orang laki-laki di sebuah sudut remang-remang wedangan itu.
Aku melepaskan rinduku kepada pemilik wedangan itu. Mbak marsi seorang wanita mungil yang mempunyai wedangan itu. Sedikit cerita tentang Mbak Marsi adalah sahabat dari bapak rohani keluargaku. Mbak Marsi sedikit banyak tentang aku dan keluargaku dan akhirnya kita berdua bisa seperti saudara sendiri, walaupun secara ikatan darah tidak ada, tetapi aku dan Mbak Marsi saat akrab. Odi hanya duduk di seberang sana bersebelahan dengan dua laki-laki itu. Aku cukup kaget setelah aku selesai bercengkrama dalam hangatnya kerinduan aku dan Mbak Marsi, aku melihat Odi sudah dengan akrabnya mengenal dua laki-laki itu. Dan aku akhirnya kembali bercerita dan bercengkrama dengan Mbak Marsi. Dan memesan minuman hangat untuk memberikan kehangatan pada tubuhku karena malam itu memang udara sangat dingin sampai menusuk tulang bagian dalam.
Aku sedikit memberikan salam kepada dua laki-laki itu. Dan akhirnya aku memperkenalkan namaku. Entah kenapa aku ingin berusaha untuk mengenal dua laki-laki itu. Entah kenapa aku juga sempt bergantian nomor handphone. Dan aku pada saat itu aku juga tidak berharap laki-laki itu menjadi pacarku. Aku hanya ingin mengenalnya karena aku melihat laki-laki itu mempunyai pengetahuan yang banyak dan sepertinya orangnya baik. Aku juga bingung, aku dilahirkan dengan seorang yang selalu positif thinking.
Sebut saja namanya Icha dan Fany. Aku juga tidak tahu apa yang terjadi diantara kami berempat. Bercanda, bertukar pikiran dan bercengkrama dalam canda-tawa kami semua.
Singkat cerita. Di hari berikutnya aku menghubungi icha dan sedikit bercerita tentang apa yang kami alami di masa lalu kami. Aku dan Icha akhirnya menentukan jadwal pertemuan kami lagi di waktu yang akan datang. Tapi dikarenakan jadwalku saat itu sangat padat dan mau mendekati dengan ujian nasional, akhirnya kami sama-sama tidak mampu untuk membuat janji agar kami bisa bertemu lagi. Tetapi saat aku menghubunginya, aku lebih banyak menanyai tentang sahabatnya yang bernama Fany tadi. Aku ingin mengenal Fany lebih lagi. Tetapi bagaimana mungkin akumengenal Fany, karena saat perkenalanku dengan mereka itu, Fany sepertinya pasif dan tidak menanggapi dengan baik.
Beberapa hari, aku melakukan segala aktivitasku. Aku saat itu sangatlah sibuk dengan kegiatan belajarku dan berusaha berkonsentrasi dengan jadwal ujian yang semakin dekat.
Aku mengenal Icha bisa di bilang sangat baru, dua minggu belum ada tetapi aku sudah mersa dekat dengan Icha. Mungkin apa yang menjadi pikiran dan prinsip antara aku dan Icha hampir sama. Malam itu tepat jam 21.30, handphoneku bergetar dan tertulis nama Icha di layar handphoneku. Aku segera mengangkatnya dan aku mengucapkan salam untuk pertama kalinya. Akhirnya, aku menutupnya setelah bercerita banyak. Aku menutup handphoneku dan untuk segera beristirahat, karena itu sudah malam dan aku pagi hari nanti harus berangkat sekolah.
Di malam tadi, Icha hanya mengundangku di acara ulang tahunnya di sebuah café steak yang sekarang sudah tutup. Aku berusaha untuk mengiyakan ajakannya.
Hari yang dinantikannyapun tiba. Pagi hari aku tetap melakukan aktivitasku sebagai seorang siswa dan setelah itu aku pulang langsung menuju ke dalam kamar untuk beristirahat sejenak.
Malam hari itu suasana café itu sangatlah ramai dan banyak sekali teman-teman komunitasku yang sudah lama tidak bertemu. Kembali bertemu kembali di situ. Aku melepaskan rinduku kepada semua orang yang ada. Padahal aku tahu itu bukan acaraku, tetapi aku merasa itu adalah acara reuniku dengan sahabat-sahabat komunitasku yang sudah lama tidak bertemu.
Malam acara itu akhirnya selesai dengan begitu saja, tanpa ada kegiatan yang berarti untukku.
Waktu sudah berlalu cukup lama, perkenalanku dengan Icha juga bisa dibilang lama dan mendalam. Aku sedikit banyak mengetahui tentang dirinya dan keluarganya.
Aku menuliskan semuanya tentang Icha, di bukuku ini, karena Icha adalah seorang laki-laki yang mampu menjadi sahabat, saudara bahkan teman yang sangat dekat buat aku. Kita sering bertukar pikiran dan banyak argumentasi Icha yang membuatku dapat merubah segala pikiran dan sikapku. Bahakan dia sudah membuatku semakin yakin dan percaya bahwa hidup ini unik dan setiap kita yang diciptakan oleh Tuhan kita adalah ciptaan-Nya yang sempurna dan unik seperti apa yang Tuhan mau dan membentuk diri kita.
Aku banyak menyerap semua pelajaran dari Icha. Mulai bagaimana agama melihat fenomena Homoseksual dan segala fenomena yang ada di muka bumi ini. Memang setiap argumentasiku selalu dipatahkan oleh Icha. Tetapi itu tidak membuatku semakin diam saja. Aku semakin ingin tahu dan menggali semua pengetahuan yang selalu menjadi argumentasi yang Icha berikan.
Pada suatu kesempatan aku berdebat dengan Icha tentang apa yang sebenarnya terjadi dengan diri kita sebagai seorang gay. Aku saat itu mendengarkan setiap detail kata yang diucapkan oleh Icha. Aku banyak mengenalnya melalui perbincangannya. Tetapi ada satu hal yang tidak aku suka dari Icha, saat dia nerocos pakai bahasa Inggris atau bahasa Spanyol yang menjadi kebanggaannya itu. Sumpah, aku ga suka banget. Karena memang aku tidak bisa terlalu lancar dengan menggunakan kedua bahasa asing itu. Apalagi kalau Icha saat di ajak berargumentasi dengan aku, selalu menggunakan bahasa yang sulit dan sangat akademis. Tapi walaupun aku benci tentang sikap Icha yang itu, tidak membuatku semakin tertekan. Tetapi hal itu menjadi motivasiku untuk semakin berjuang dan semakin berusaha untuk setingkat dengan Icha bahkan aku beusaha untuk satu tingkat lebih tinggi dari Icha. Mulai pengetahuan, paradigma, dan segala hal tentang Icha. Tapi aku berusaha untuk menjadi diriku sendiri, tetapi mempunyai intelektual yang sama dengan Icha.
Hampir beberapa bulan aku mengalami kehilangan kontak atau hubungan dengan Icha, karena aku harus melanjutkan studiku di kota Salatiga dan aku harus menetap di kota itu. Untuk waktu yang hampir lama, aku menetap di kota Salatiga. Akhirnya aku menghubunginya terlebih dahulu dan membuka hubungan yang sempat menghilang tersebut. Melalui serat-serat optik dari teknologi abad 21 membuatku semakin dekat kembali dengan Icha. Aku cuma mengucapkan terima kasih kepada penemu teknologi serat optic ini, yang membuat hubungan yang jauh menjadi dekat tanpa terbatas oleh apapun.
Dalam kesendirianku aku terkadang sesekali menghubungi Icha untuk mennyakan kabar dan apapun yang menjadi perkembangannya. Aku hanya mendengar dari beberapa teman komunitas kalau Icha sudah mengangkat anak untuk diasuhnya.
Untukmu sahabatku aku ingin tuliskan sebuah puisi untukmu sebagai salam rinduku akan pengetahuanmu yang tak bisa terlupakan dan selalu membuatku semakin merindukan kualitas setiap pertemuan kita berdua.

I Believe U Can Do It
Aku merasa ini bukan aku
Menyendiri tanpa ada pengetahuan
Tanpa ada sahabat
Setiap detik ku ingat akan dirimu
Bukan pada apa yang terdapat dalam fisikmu
Tetapi yang ada dalam otakmu
Otakmu yang aku ridukan
Otak seorang pemikir besar
Hampir setiap kali aku biarkan diriku membaca selalu emailmu
Bukan untuk mengingatmu
Bukan untuk merindukan kehadiranmu
Hanya pengetahuanmu yang selalu aku rindukan
Temukan apa yang baru
Serpihan hujan menjatuhi otakku
hujan ilmu yang selalu kau berikan
dengan segala petirmu yang dengan gagah dan kokoh
memberikan kesejukan bukan dihatiku tetapi di otakku
jernih sekali setiap ilmumu
dan setiap tetes percikan hujanmu membuatku semakin terpana
terpana karena argumenmu yang kokoh
tanpa kesombongan dan tanpa kegagahan
hanya serpihan hujanmu yang aku rindukan
dari awal kita bertemu, sekarang, dan selama langkahku menapaki bumi ini

03 Mei 2008

Kesenian Indonesia pendidik Homoseksual

Sebuah kontroversial kembali terjadi di beberapa daerah. Banyak hal yang mungkin kita tidak mengetahui. Tetapi banyak pula yang kita lupakan tentang sanak saudara kita. Sebuah kontroversial yang terlupakan dan hanya sebuah masalah kecil. Coba kita lihat kebudayaan dan seni yang terjadi di Bugis, Jawa timur ataupun Aceh. Mereka mempunyai sebuah kebudayaan yang penuh dengan controversial tetapi bagi masyarakat itu adalah biasa saja.

Kebudayaan dan seni merupakan sebuah hal yang tidak dapat terpisahkan. Mereka saling berkaitan dan saling ketergantungan. Jika dan seni tidak dibumbui kebudayaan, itu hanya seni yang hampa. Misalnya, seni tari modern. Seni tari ini merupakan sebuah hal yang biasa tetapi kalau kita lihat secara teliti seni ini merupakan akar dari kebudayaan yang mereka bawa dari daerah asal. Banyak juga seni – seni sekarang yang telah terkontaminasi dengan banyaknya adat-istiadat baik dari dalam maupun dari luar daerah yang terlalu banyak dan menjenuhkan. Misalnya seni bela diri, sebenarnya bela diri itu digunakan untuk melindungi diri dari serangan yang orang jahat. Tetapi yang terjadi dengan perbedaan daerah, maka bela diri digunakan untuk membunuh atau menyakiti orang lain.
Sebenarnya apa yang mengakibatkan sebuah seni itu berbeda dengan kebudayaan asli dari seni itu sendiri. Secara langsung penulis pernah meneliti pada salah satu seni yang sangat diminati oleh banyk orang, yaitu seni tarik suara atau sering disebut dengan seni vocal atau suara. Bailah kita akan spesifikkan seni suara yang penulis maksud adalah budaya yang baru marak adalah budaya idol, sampai ada juga yang bilang kalau Indonesia juga sedang terjadi bencana idol. Entah kenapa setiap orang berbicara seperrti itu. Banyak anak muda yang mengikuti Indonesia Idol, tetapi tahukah anda bahwa yang terjadi di Indonesia sama dengan Akademi yang lainnya. Setelah selesai dari kompetisi itu hanya sebuah pengangguran yang terjadi. Ini berbeda dengan idol yang terjadi di luar negeri. Tetapi yang perlu diketahui bahwa idol – idol yang ada di luar negeri itu mempunyai prospek yang cemerlang setelah mereka menyelesaikan dan merampungkan kompetisi tersebut.
Seperti halnya banyak juga budaya yang berbeda dengan etika yang terjadi di Indonesia. Seperti contohnya seni bela diri atau seni tari di Jawa Timur, yaitu tentang warok pada kesenian reog. Secara manusia warok-warok itu sebenarnya biasa disebut sebagai homoseksual. Bagaimana tidak, kalau setiap warok yang ingin menambah kesaktian. Maka dia harus menyodomi atau meniduri anak laki-laki di bawah umur. Secara perasaan dan tanpa logika, pasti warok sering disebut sebagai homoseksual, dikarenakan mereka harus bersetubuh dengan anak laki-laki di bawah umur. Itu sebuah controversial kecil. Di satu sisi banyak orang yang tidak setuju dengan homoseksual tetapi ada juga yang setuju dan melakukan perbuata itu secara tertutup ataupun terang-terangan.
Controversial homoseksual sudah mulai pada puncak. Saat ini mereka banyak melakukan advokasi untuk dapat diakui di dalam masyarakat. Tetapi mereka tidak mampu untuk menembus ke pemerintahan yang lebih serius dikarenakan banyak birokrasi yang telah membuat mereka harus memeras keringat mereka. Sekarang ini sedang terjadi perombakan di undang-undang perkawinan, secara gentar-gentarnya homoseksual terus meluncurkan aksinya untuk dapat di akui dan dimasukkan di dalam undang-undang bahwa perkawinan sesame jenis bisa dilakukan di Indonesia. Sebuah tulisan dari seorang doktor dari Universitas Airlangga Surabaya Dede Oetomo mengatakan bahwa bukan Negara demokrasi jika tidak mengakui perkawinan sesama jenis . Mungkin itu hanya sebuah kata yang benar benar menyinggung hati nurani Indonesia. Jika sebuah Negara demokrasi belum mau menerima homoseksual dalam kehidupan, maka mereka sama-sama dengan Negara adidaya yang maunya semenang-menang menguasai Negara ini sendiri.