Salatiga Carnival Center

Salatiga Carnival Center
Sebuah event akbar tahunan WORLD CULTURE FASHION CARNIVAL..

Profil Saya

Foto saya
Salatiga, Jawa Tengah, Indonesia
I was born in Solo, December 25, 1987 from the father of Drs. Luke Suroso and Mrs. Sri Puji Lestari Hantokyudhaningsih. I grew up in a city full of culture that is the city of Solo. as the descendants of the solos even have blood from a stranger. I was born like a tiny man, weighing> 4 kg. the second child of three brothers that I tried to be a pioneer and a child who was always proud of my extended family. trained hard in terms of education and given the religious sciences until thick. I am standing upright in my life the 19th to voice the aspirations of the marginalized of LGBT in the city of Salatiga. as a new city that will be a starting point toward change and transformation that this country is a country truly democratic. soul, body and all of my life will always fight for rights of the marginalized is to get our citizen rights. Ladyboys no rights, no gay rights, no rights of lesbian, but there's only citizen rights regardless of sexual orientation and gender.

28 Mei 2008

MARSI AWAL SEGALANYA !!!

Diawali dari sebuah perjumpaan dan sebuah hal kecil yang mengakibatkan aku dan dirinya dapat bertemu dan mengatakan inilah persahabatan yang baik.
Aku sudah lama tidak datang di kota budaya, kota yang melahirkan diriku dan membesarkan aku. Saat itu aku menghubungi sahabat lamaku di kota tersebut. Aku menghubunginya via telepon dan akhirnya aku menjemput di rumahnya di belakang rumah sakit swasta itu. Aku sedikit banyak mengobrol tentang beberapa perkembangan kota Solo dan aku mendengarkan semua yang menjadi hal baik atas perkembangan kota Solo walaupun tidak semuanya.
Sebut saja nama sahabatku Odi, cukup lama aku berbincang-bincang dengan dirinya dan akhirnya aku mengajaknya untu keluar sejenak dan melepaskan ketegangan di penatnya suasana malam hari di kota Solo tersebut. Menuju ke suatu tempat yang menjadi tempat kumpul komunitasku di sebuah wedangan di sudut kota Solo. Wedangan Marsi sebagai tujuan kita. Malam itu tepat malam selasa. Dan akhirnya aku hanya melihat ada dua orang laki-laki di sebuah sudut remang-remang wedangan itu.
Aku melepaskan rinduku kepada pemilik wedangan itu. Mbak marsi seorang wanita mungil yang mempunyai wedangan itu. Sedikit cerita tentang Mbak Marsi adalah sahabat dari bapak rohani keluargaku. Mbak Marsi sedikit banyak tentang aku dan keluargaku dan akhirnya kita berdua bisa seperti saudara sendiri, walaupun secara ikatan darah tidak ada, tetapi aku dan Mbak Marsi saat akrab. Odi hanya duduk di seberang sana bersebelahan dengan dua laki-laki itu. Aku cukup kaget setelah aku selesai bercengkrama dalam hangatnya kerinduan aku dan Mbak Marsi, aku melihat Odi sudah dengan akrabnya mengenal dua laki-laki itu. Dan aku akhirnya kembali bercerita dan bercengkrama dengan Mbak Marsi. Dan memesan minuman hangat untuk memberikan kehangatan pada tubuhku karena malam itu memang udara sangat dingin sampai menusuk tulang bagian dalam.
Aku sedikit memberikan salam kepada dua laki-laki itu. Dan akhirnya aku memperkenalkan namaku. Entah kenapa aku ingin berusaha untuk mengenal dua laki-laki itu. Entah kenapa aku juga sempt bergantian nomor handphone. Dan aku pada saat itu aku juga tidak berharap laki-laki itu menjadi pacarku. Aku hanya ingin mengenalnya karena aku melihat laki-laki itu mempunyai pengetahuan yang banyak dan sepertinya orangnya baik. Aku juga bingung, aku dilahirkan dengan seorang yang selalu positif thinking.
Sebut saja namanya Icha dan Fany. Aku juga tidak tahu apa yang terjadi diantara kami berempat. Bercanda, bertukar pikiran dan bercengkrama dalam canda-tawa kami semua.
Singkat cerita. Di hari berikutnya aku menghubungi icha dan sedikit bercerita tentang apa yang kami alami di masa lalu kami. Aku dan Icha akhirnya menentukan jadwal pertemuan kami lagi di waktu yang akan datang. Tapi dikarenakan jadwalku saat itu sangat padat dan mau mendekati dengan ujian nasional, akhirnya kami sama-sama tidak mampu untuk membuat janji agar kami bisa bertemu lagi. Tetapi saat aku menghubunginya, aku lebih banyak menanyai tentang sahabatnya yang bernama Fany tadi. Aku ingin mengenal Fany lebih lagi. Tetapi bagaimana mungkin akumengenal Fany, karena saat perkenalanku dengan mereka itu, Fany sepertinya pasif dan tidak menanggapi dengan baik.
Beberapa hari, aku melakukan segala aktivitasku. Aku saat itu sangatlah sibuk dengan kegiatan belajarku dan berusaha berkonsentrasi dengan jadwal ujian yang semakin dekat.
Aku mengenal Icha bisa di bilang sangat baru, dua minggu belum ada tetapi aku sudah mersa dekat dengan Icha. Mungkin apa yang menjadi pikiran dan prinsip antara aku dan Icha hampir sama. Malam itu tepat jam 21.30, handphoneku bergetar dan tertulis nama Icha di layar handphoneku. Aku segera mengangkatnya dan aku mengucapkan salam untuk pertama kalinya. Akhirnya, aku menutupnya setelah bercerita banyak. Aku menutup handphoneku dan untuk segera beristirahat, karena itu sudah malam dan aku pagi hari nanti harus berangkat sekolah.
Di malam tadi, Icha hanya mengundangku di acara ulang tahunnya di sebuah café steak yang sekarang sudah tutup. Aku berusaha untuk mengiyakan ajakannya.
Hari yang dinantikannyapun tiba. Pagi hari aku tetap melakukan aktivitasku sebagai seorang siswa dan setelah itu aku pulang langsung menuju ke dalam kamar untuk beristirahat sejenak.
Malam hari itu suasana café itu sangatlah ramai dan banyak sekali teman-teman komunitasku yang sudah lama tidak bertemu. Kembali bertemu kembali di situ. Aku melepaskan rinduku kepada semua orang yang ada. Padahal aku tahu itu bukan acaraku, tetapi aku merasa itu adalah acara reuniku dengan sahabat-sahabat komunitasku yang sudah lama tidak bertemu.
Malam acara itu akhirnya selesai dengan begitu saja, tanpa ada kegiatan yang berarti untukku.
Waktu sudah berlalu cukup lama, perkenalanku dengan Icha juga bisa dibilang lama dan mendalam. Aku sedikit banyak mengetahui tentang dirinya dan keluarganya.
Aku menuliskan semuanya tentang Icha, di bukuku ini, karena Icha adalah seorang laki-laki yang mampu menjadi sahabat, saudara bahkan teman yang sangat dekat buat aku. Kita sering bertukar pikiran dan banyak argumentasi Icha yang membuatku dapat merubah segala pikiran dan sikapku. Bahakan dia sudah membuatku semakin yakin dan percaya bahwa hidup ini unik dan setiap kita yang diciptakan oleh Tuhan kita adalah ciptaan-Nya yang sempurna dan unik seperti apa yang Tuhan mau dan membentuk diri kita.
Aku banyak menyerap semua pelajaran dari Icha. Mulai bagaimana agama melihat fenomena Homoseksual dan segala fenomena yang ada di muka bumi ini. Memang setiap argumentasiku selalu dipatahkan oleh Icha. Tetapi itu tidak membuatku semakin diam saja. Aku semakin ingin tahu dan menggali semua pengetahuan yang selalu menjadi argumentasi yang Icha berikan.
Pada suatu kesempatan aku berdebat dengan Icha tentang apa yang sebenarnya terjadi dengan diri kita sebagai seorang gay. Aku saat itu mendengarkan setiap detail kata yang diucapkan oleh Icha. Aku banyak mengenalnya melalui perbincangannya. Tetapi ada satu hal yang tidak aku suka dari Icha, saat dia nerocos pakai bahasa Inggris atau bahasa Spanyol yang menjadi kebanggaannya itu. Sumpah, aku ga suka banget. Karena memang aku tidak bisa terlalu lancar dengan menggunakan kedua bahasa asing itu. Apalagi kalau Icha saat di ajak berargumentasi dengan aku, selalu menggunakan bahasa yang sulit dan sangat akademis. Tapi walaupun aku benci tentang sikap Icha yang itu, tidak membuatku semakin tertekan. Tetapi hal itu menjadi motivasiku untuk semakin berjuang dan semakin berusaha untuk setingkat dengan Icha bahkan aku beusaha untuk satu tingkat lebih tinggi dari Icha. Mulai pengetahuan, paradigma, dan segala hal tentang Icha. Tapi aku berusaha untuk menjadi diriku sendiri, tetapi mempunyai intelektual yang sama dengan Icha.
Hampir beberapa bulan aku mengalami kehilangan kontak atau hubungan dengan Icha, karena aku harus melanjutkan studiku di kota Salatiga dan aku harus menetap di kota itu. Untuk waktu yang hampir lama, aku menetap di kota Salatiga. Akhirnya aku menghubunginya terlebih dahulu dan membuka hubungan yang sempat menghilang tersebut. Melalui serat-serat optik dari teknologi abad 21 membuatku semakin dekat kembali dengan Icha. Aku cuma mengucapkan terima kasih kepada penemu teknologi serat optic ini, yang membuat hubungan yang jauh menjadi dekat tanpa terbatas oleh apapun.
Dalam kesendirianku aku terkadang sesekali menghubungi Icha untuk mennyakan kabar dan apapun yang menjadi perkembangannya. Aku hanya mendengar dari beberapa teman komunitas kalau Icha sudah mengangkat anak untuk diasuhnya.
Untukmu sahabatku aku ingin tuliskan sebuah puisi untukmu sebagai salam rinduku akan pengetahuanmu yang tak bisa terlupakan dan selalu membuatku semakin merindukan kualitas setiap pertemuan kita berdua.

I Believe U Can Do It
Aku merasa ini bukan aku
Menyendiri tanpa ada pengetahuan
Tanpa ada sahabat
Setiap detik ku ingat akan dirimu
Bukan pada apa yang terdapat dalam fisikmu
Tetapi yang ada dalam otakmu
Otakmu yang aku ridukan
Otak seorang pemikir besar
Hampir setiap kali aku biarkan diriku membaca selalu emailmu
Bukan untuk mengingatmu
Bukan untuk merindukan kehadiranmu
Hanya pengetahuanmu yang selalu aku rindukan
Temukan apa yang baru
Serpihan hujan menjatuhi otakku
hujan ilmu yang selalu kau berikan
dengan segala petirmu yang dengan gagah dan kokoh
memberikan kesejukan bukan dihatiku tetapi di otakku
jernih sekali setiap ilmumu
dan setiap tetes percikan hujanmu membuatku semakin terpana
terpana karena argumenmu yang kokoh
tanpa kesombongan dan tanpa kegagahan
hanya serpihan hujanmu yang aku rindukan
dari awal kita bertemu, sekarang, dan selama langkahku menapaki bumi ini