Salatiga Carnival Center

Salatiga Carnival Center
Sebuah event akbar tahunan WORLD CULTURE FASHION CARNIVAL..

Profil Saya

Foto saya
Salatiga, Jawa Tengah, Indonesia
I was born in Solo, December 25, 1987 from the father of Drs. Luke Suroso and Mrs. Sri Puji Lestari Hantokyudhaningsih. I grew up in a city full of culture that is the city of Solo. as the descendants of the solos even have blood from a stranger. I was born like a tiny man, weighing> 4 kg. the second child of three brothers that I tried to be a pioneer and a child who was always proud of my extended family. trained hard in terms of education and given the religious sciences until thick. I am standing upright in my life the 19th to voice the aspirations of the marginalized of LGBT in the city of Salatiga. as a new city that will be a starting point toward change and transformation that this country is a country truly democratic. soul, body and all of my life will always fight for rights of the marginalized is to get our citizen rights. Ladyboys no rights, no gay rights, no rights of lesbian, but there's only citizen rights regardless of sexual orientation and gender.

01 Maret 2010

HOMOSEKSUAL




Tentang Homoseksualitas

Ada sekelompok minoritas orang yang menyadari ada yang salah dengan orientasi seksual mereka. Mereka heran dengan kecenderungan seksual mereka yang mengarah pada sesame jenis. Mereka tidak mengerti apa yang terjadi pada diri mereka. Tentu hal ini menjadikan mereka merasa malu dengan keberadaan diri mereka. Mereka takut akan pengucilan masyarakat terhadap diri mereka. Bahkan mungkin orang tua mereka akan merasa kecewa dan merasa malu dengan kenyataan yang terjadi pada anak mereka. Agar dapat dipahami bahwa penyimpangan seksual yang terjadi pada seseorang bukanlah kehendak orang tersebut. Tetapi hal tersebut dapat terbentuk oleh berbagai latarbelakang yang menjadikan seseorang menjadi gay atau lesbian. Ketidaktahuan pada apa yang sedang terjadi pada diri mereka dapat membuat mereka depresi berat, bahkan mungkin dapat mengarah pada pikiran bunuh diri dikarenakan konflik yang terjadi di dalam diri mereka. Tulisan di bawah ini adalah teori – teori tentang homoseksualitas yang diharapkan dapat membuka pemahaman anda tentang homoseksualitas.

Apakah penyebab homoseksualitas?Apa yang membuat seseorang menjadi gay? Sarjana, saintis, dan pemuka agama telah memperdebatkan hal ini dalam beberapa dekade. Secara umum teori - teori tentang "penyebab" homoseksualitas (lihat referensi 1) meliputi "disfungsi hubungan antara orang tua dan anak," peran gender tradisional yang membingungkan," akibat kekerasan seksual," atau karena "genetis."

Berikut teori -teori masa lalu dan keyakinan tentang penyebab homoseksualitas, apa yang membuat seseorang menjadi gay atau lesbian.

Hubungan antara orang tua dan anak

Sebuah teori umum yang dipakai bertahun - tahun dalam menjelaskan penyebab homoseksualitas, sebagai pondasi pada praktek psikologi atau pemuka agama untuk perubahan homoseksual pria menjadi heteroseksual, adalah disfungsi hubungan antara orang tua, keluarga, dan anak, sering disebut sebagai teori "ibu yang dominan dan ketiadaan figur ayah." Jika seorang wanita homoseksual, lalu peran orang tua biasanya dibalik. Tapi riset para profesional membuktikan praktek teori ini tidak memperhatikan saudara laki dan saudara perempuan lainnya yang tumbuh di rumah yang sama dengan "ibu yang dominan dan ketiadaan figur ayah," dan tumbuh menjadi heteroseksual. Teori ini juga tidak mempertimbangkan kembar identik yang dipisahkan saat lahir, yang dibesarkan oleh orang tua yang berbeda, berbeda kultur dan sosial, dan keduanya menjadi homoseksual waktu dewasa. Dalam kenyataannya, penelitian menunjukan jika model keluarga dengan "ibu yang dominan dan ketiadaan figur ayah," ini sesungguhnya mungkin sebagai "hasil" seorang anak menjadi gay atau lesbian, dan bukan sebagai penyebab (lihat referensi 2). Di dalam rumah yang demikian, seorang ayah mungkin secara tidak sadar merasakan perbedaan di anak gay , dan dirinya yang menjauh, tidak tahu bagaimana mengenali atau berinteraksi dengan anak. Kemudian, seorang ibu mungkin merasa perlu untuk memelihata dan melindungi anak yang malang ini, menggantikan ayah yang menarik diri.

Kebingungan seksual

Bila anda melihat banyak kasus sejarah orang yang mengklaim dirinya "diobati, " yang telah "berganti," atau "berubah" dari homoseksual menjadi heteroseksual, sebagai produk "reparative therapy," sejarah kehidupan mereka sering menunjukan kebingungan gender masa kecil dan atau masa remaja, dan atau disfungsi identitas seksual. Sering bila anda melihat pada orang yang mengklaim perubahan, mereka dalam kenyataannya selalu heteroseksual, yang akhirnya disembuhkan dari identitas seksual dan atau gender, atau kebingungan orientasi.Kemudian, beberapa dari mereka yang mendapat kekerasan secara seksual di masa kecil dan memproses trauma ini ke dalam diri, atau orang yang entah bagaimana tumbuh dalam disfungsi identitas, gender, atau seksual yang menyebabkan mereka terikat pada perilaku seksual negatif. Lalu ada sekelompok kecil orang yang "gay" bukan karena orientasi seksual mereka, tetapi karena beberapa disfungsi dalam prosess dan perkembangan di kehidupan mereka. Hal ini sangat mengejutkan banyak orang, tetapi seharusnya tidak, sama halnya adanya disfungsi seksual heteroseksual, begitu juga ada disfungsi seksual homoseksual. Seseorang dapat berubah atau membungkus orientasi seksual mereka ke arah yang tidak sesuai dengan kodrat mereka.

Contoh, beberapa wanita yang terlibat dalam aktifitas homoseksual tidak benar - benar lesbian, tetapi sebenarnya heteroseksual yang tidak mampu mengembangkan hubungan yang baik dan positif dengan pria, baik karena tidak adanya model peran yang baik, atau pengalaman kekerasan secara seksual, verbal, atau fisik dari seorang pria; mereka beralih, dalam luka batin mereka, pada sebuah pencarian untuk pengasuhan dan penyembuhan di luar norma mereka; daripada mencari bantuan terapi untuk menyembuhkan trauma mereka, mereka mulai terlibat dalam disfungsi seksual dan hubungan emosional (lihat referensi 3). Lebih lanjut, beberapa pria adalah heteroseksual yang terlibat aktifitas homoseksual, perilaku, dan identitas palsu yang disebabkan beberapa bentuk identitas diri atau seksual, penerimaan diri, dan atau disfungsi harga diri; hal ini ditunjukan terutama oleh kebingungan peranan gender pria tradisional yang "diterima"nya, sebuah pencarian untuk pengasuhan pria, atau penyembuhan terhadap putusnya hubungan pria. Disfungsi pada orientasi seksual mungkin menjadi bukti luka batin yang dalam, yang menjelma menjadi kebingungan, atau identitas seksual sebenarnya yang dibelokan. Pada umumnya, pada kebanyakan orang yang orientasi seksualnya diketahui, menjelma baik positif atau negatif. Tetapi, pada beberapa orang dengan disfungsi peranan gender atau identitas seksual mungkin menyebabkan timbulnya aktifitas seksual yang membingungkan (lihat referensi 4).

Faktor Genetik

Apakah orientasi seksual yang ditentukan oleh faktor genetik, atau ditentukan oleh faktor sosial, atau proses kultiral? Inti dari pertanyaan bukanlah penyebab asal dari homoseksual, tetapi merupakan pertanyaan moralitas orientasi seksual homoseksual. Jika homoseksualitas disebabkan karena faktor generik ada dua hal yang pada umumnya akan terjadi. Mereka yang percaya homoseksualitas adalah salah akan menggunakan bukti ini untuk membuktikan bahwa hal ini adalah penyakit genetik, dan menggunakan isu ini sebagai justifikasi untuk mencari "pengobatan," untuk mengisolasi dan atau menentang hak sipil orang gay. Mereka yang percaya bahwa homoseksualitas adalah sehat dan normal akan menggunakan isu ini untuk membuktikan bahwa hal ini merupakan perkembangan normal pada manusia, dan menggunakannya sebagai justifikasi bahwa homoseksualitas adalah normal, dan atau menjamin hak - hak sipil bagi orang gay. Jadi apakah hal ini karena faktor genetik atau bukan, atau sebagai hasil dari kehidupan tidak ada bedanya, cara lain orang menggunakan hasil ini sebagai justifikasi keyakinan mereka pada teori ini (lihat referensi 5).
Moralitas
Namun sisa isu apakah menjadi gay atau tidak adalah baik atau buruk. Hal ini ditentukan apakah anda memandang kehidupan sebagai hitam dan putih, absolut, atau apakah anda memandangnya sebagai hitam, putih, abu - abu, dengan pilihan. Secara logika, banyak kehidupan bukanlah tentang baik atau buruk, tetapi netral. Tetapi ada banyak orang yang mencapai kehidupan dan benda - benda yang pada hakekatnya adalah sebuah hitam atau putih, baik atau jelek, perspektif baik atau buruk. Di komunitas agama ditemukan debat panas atau persepsi apakah homoseksualitas itu benar atau salah (lihat referensi 6). Tidak ada yang secara alamiah salah pada segala sesuatu dalam kehidupan; bagaimana anda memilih atau tidak mereka memperbaiki diri sendiri, orang lain, sosial, dan budaya, atau apakah mereka menggunakan dan melakukan kekerasan pada sesama. Sebagai contoh, apakah menghadiri kotbah menjadikan perbaikan diri? ya, tentunya. Dapatkah menghadiri kotbah mengarah pada penggunaan dan perlakuan kekerasan diri? Bahkan hal - hal yang baik dapat digunakan untuk tujuan yang buruk. Terapkanlah hal yang sama pada orientasi seksual, apakah hitam atau putih, baik atau buruk, salah atau benar, atau netral sampai ada tindakan? Beberapa orang percaya bahwa seseorang mungkin berjalan pada orientasi seksual atau heteroseksual mereka apakah untuk perbaikan diri, orang lain, sosial dan budaya, atau untuk pengunaan dan perlakuan kekerasan pada sesama. Pada mereka yang percaya pada absolutisme, lalu homoseksualitas selalu salah dalam hal apapun; bagi mereka yang percaya orientasi seksual menjadi netral, bagaimana anda menghargai dan mewujudkannya akan menentukan kebenaranya, lalu homoseksualitas diterima.

Kekerasan seksual (sexual abuse)

Anak yang mengalami kekerasan secara seksual, apakah dilakukan oleh orang yang sama jenis kelaminnya atau lain jenis, tidak akan tumbuh menjadi gay atau lesbian, tetapi trauma yang demikian dapat membelokan dan mencegah perkembangan orientasi seksual yang alamiah dan sehat, identitas seksual, dan hubungan seksual yang sehat. Penelitian menunjukan bahwa mayoritas orang yang mendapat kekerasan seksual pada waktu kecil adalah heteroseksual, bukan homoseksual, pada orientasi seksual mereka. Kekerasan seksual adalah sebuah kejahatan yang kejam, bukan sebuah kejahatan seks; Ini adalah sebuah kejahatan kekuatan satu orang terhadap orang lain, yang diarahkan di sekitar seksualitas. Anak yang mendapat kekerasan secara seksual sering berpikir mereka telah “ melakukan sesuatu yang pantas mendapatkannya,” mereka memberikan semacam sinyal yang menyebabkan hal tersebut. Bukan ini masalahnya; anak menjadi korban kejahatan, bukan pelaku kejahatan. Anak selalu tidak berdosa, selalu. Tetapi, rasa malu dan rasa bersalah yang palsu dapat menyebabkan seorang anak berkeyakinan ada sesuatu yang salah pada diri mereka. Kekerasan pada anak mungkin menyebabkan seorang anak tumbuh dengan disfungsi seksual, dan atau kebingungan orientasi seksual, termasuk hubungan seksual yang tidak sehat (lihat referensi 7).

Kebingungan Peran Gender

Tidak seorangpun anak yang tidak sesuai dengan peran gender “tradisional” akan tumbuh menjadi gay atau lesbian. Jika anda laki – laki, dan senang memasak, bersih – bersih, menjahit, mengecat, merangkai bunga, menari balet, lalu anda seharusnya stereotip gay; tetapi kebanyakan artis, koki, penari balet, bukan gay, dan sisanya campuran. Jika anda perempuan, dan suka menjerat sapi, bekerja di pengeboran minyak, anda seharusnya stereotip seorang lesbian. Salah lagi. Pekerjaan seseorang, hobi, atau melawan “peran gender tradisional,” tidak menjadikan seseorang gay atau lesbian. Tapi mungkin saja merupakan sebuah refleksi tingkat penolakan homoseksualitas oleh masyarakat tersebut (lihat referensi 8). Di budaya atau masyarakat yang menindas atau menolak homoseksualitas, homoseksual cenderung mengendap pada stereotip seperti pekerjaan, hobi, bakat untuk menciptakan lingkungan yang aman bagi diri mereka. Di negara yang terbuka pada kaum gay dan lesbian, homoseksual dan heteroseksual ditemukan sebanding di pekerjaan – pekerjaan dan peran – peran yang secara tradisional diyakini sebagai “maskulin” atau “feminism.” Pekerjaan yang diyakini sebagai “feminim” tetapi ditempati oleh seorang laki – laki, tidak berarti orang tersebut adalah atau akan menjadi gay; demikian juga dengan pekerjaan yang diyakini sebagai “maskulin” tetapi ditempati oleh seorang wanita. Isu utama di budaya yang demikian adalah apa yang diterima dan diyakini menjadi maskulin atau feminim, daripada tentang homoseksualitas.

Referensi:

1) Richardson, James L.
Modern Theories on the Causes of Homosexuality. NY: Harkin Rollins Publishing Press, c1989, pp. 137-192.
2) Parker, Dr. Karen
Reparative Therapy. Chicago, IL: Book International Press of Chicago, c1992, pp. 16-102.
3) Dickeson, Rebecca, ed.
Lesbianism in American Society and its Cultural Ramifications. Seattle, WA: Beverly Press, c1967, pp. 301-310.
4) Male Pattern Homosexuality. San Francisco, CA: Nobel Hill Books, c1971, pp. 202-263.
5) Beckmund, Brent K., ed.
Genetic Theories of Homosexuality. Denver, CO: Sterling College Press, c1999.
6) Hardin, Harry S.
Theology and Homosexuality. Des Moines, IA: Augustine Theological Press, c1984, pp. 402-491.
7) Keith, Dr. Samantha
Child Abuse and Adult Trauma. Phoenix, AZ: Sexuality Press International, c1991.
8) Smithsworth, Robert J.
Culture and Homosexuality. Doctoral Thesis, 1992. UK: College of London on the Thames, Bayswater.