Salatiga Carnival Center

Salatiga Carnival Center
Sebuah event akbar tahunan WORLD CULTURE FASHION CARNIVAL..

Profil Saya

Foto saya
Salatiga, Jawa Tengah, Indonesia
I was born in Solo, December 25, 1987 from the father of Drs. Luke Suroso and Mrs. Sri Puji Lestari Hantokyudhaningsih. I grew up in a city full of culture that is the city of Solo. as the descendants of the solos even have blood from a stranger. I was born like a tiny man, weighing> 4 kg. the second child of three brothers that I tried to be a pioneer and a child who was always proud of my extended family. trained hard in terms of education and given the religious sciences until thick. I am standing upright in my life the 19th to voice the aspirations of the marginalized of LGBT in the city of Salatiga. as a new city that will be a starting point toward change and transformation that this country is a country truly democratic. soul, body and all of my life will always fight for rights of the marginalized is to get our citizen rights. Ladyboys no rights, no gay rights, no rights of lesbian, but there's only citizen rights regardless of sexual orientation and gender.

24 Mei 2010

WARIA DIHARAMKAN DI SALON WANITA

Kediri - Forum diskusi yang dilakukan para santri atau Bahtsul Masail Ke-22 di Pondok Pesantren Al Falah, Ploso, Kecamatan Mojo, Kabupaten Kediri, mengharamkan pemilik usaha kecantikan (salon) mempekerjakan waria. Meski memiliki sikap seperti perempuan, para waria tetap dinyatakan sebagai laki-laki dan tidak boleh bersentuhan dengan wanita.

Juru Bicara Pondok Pesantren Al Falah Abdul Manan mengatakan rekomendasi ini ditujukan kepada para pemilik usaha salon wanita saja. Dengan mempekerjakan waria, pemilik salon dianggap membiarkan terjadinya perbuatan maksiat karena melakukan kontak fisik dengan perempuan sebagai konsumennya. “Pada prinsipnya waria adalah tetap laki-laki dan dilarang bersentuhan dengan perempuan di luar muhrim,” kata Abdul Manan, Jumat (21/5).

Menurut dia, rekomendasi ini perlu disampaikan kepada masyarakat mengingat semakin banyaknya komunitas waria di tanah air. Bahkan keberadaan mereka kerap dijumpai di tempat usaha kecantikan dan melakukan perbuatan yang dilarang syara’ kepada konsumen.

Forum diskusi yang dihadiri 125 delegasi pondok pesantren se-Jawa dan Madura itu meminta kepada pengusaha salon untuk mempekerjakan waria di tempat usaha laki-laki sesuai jenis kelaminnya. Mereka juga berharap keberadaan para waria ini bisa dikurangi dengan memberikan pengetahuan agama sejak dini. “Kami minta masyarakat bisa menerima masukan ini dengan bijak,” katanya.

Bahtsul Masail pria ke-22 ini diselenggarakan selama dua hari sejak tanggal 19 – 20 Mei 2010. Selain merumuskan tenaga kerja waria, forum itu juga memperkuat hubungan pernikahan siri sebagai perbuatan yang sah. Rencananya seluruh rekomendasi tersebut akan diberikan kepada Pengurus Besar Nahdlatul Ulama di Jakarta untuk ditindaklanjuti secara politik.