Salatiga Carnival Center

Salatiga Carnival Center
Sebuah event akbar tahunan WORLD CULTURE FASHION CARNIVAL..

Profil Saya

Foto saya
Salatiga, Jawa Tengah, Indonesia
I was born in Solo, December 25, 1987 from the father of Drs. Luke Suroso and Mrs. Sri Puji Lestari Hantokyudhaningsih. I grew up in a city full of culture that is the city of Solo. as the descendants of the solos even have blood from a stranger. I was born like a tiny man, weighing> 4 kg. the second child of three brothers that I tried to be a pioneer and a child who was always proud of my extended family. trained hard in terms of education and given the religious sciences until thick. I am standing upright in my life the 19th to voice the aspirations of the marginalized of LGBT in the city of Salatiga. as a new city that will be a starting point toward change and transformation that this country is a country truly democratic. soul, body and all of my life will always fight for rights of the marginalized is to get our citizen rights. Ladyboys no rights, no gay rights, no rights of lesbian, but there's only citizen rights regardless of sexual orientation and gender.

29 Oktober 2010

Korban Jiwa Tsunami Mentawai Hampir Tembus 400 Orang




REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Staf Khusus Presiden bidang Bencana dan Bantuan Sosial, Andi Arief, mengatakan saat ini korban jiwa akibat bencana tsunami di Mentawai, Sumatera Barat mencapai 394 orang. Sementara, korban yang mengalami luka berat sebanyak 267 orang, sedangkan luka ringan 142 orang.

Jumlah pengungsi yang berada di titik-titik lokasi pengungsian tercatat 12.865 orang. "Data diperoleh dari BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah) Sumatera Barat pada pukul 08.00 WIB," kata Andi melalui pesan singkat, Jumat (29/10).

Saat ini, Andi bersama asistennya berada di Padang setelah meninjau Mentawai. Dia juga memberi perkembangan jumlah korban bencana letusan Gunung Merapi di Yogyakarta. Korban jiwa sudah tercatat sebanyak 33 orang dan luka sebanyak 10 orang. "Jumlah pengungsi di Kabupaten Sleman sebanyak 17.776 orang dan Kabupaten Magelang sebanyak 13.757 orang," kata Andi.

Ponimin, Seorang pengganti sosok Mbah Maridjan

Sepeninggal Mbah Maridjan, praktis kini tak ada lagi seorang yang kini bertugas sebagai juru kunci dan 'menjaga' Gunung Merapi. Namun, Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hemas dari Keraton Yogyakarta Hadiningrat telah meminta agar seorang pria bernama Ponimin, tetangga almarhum Mbah Maridjan, yang selamat dari letusan Gunung Merapi menjadi penunggu gunung tersebut.

Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hemas mengatakan hal itu ketika mengunjungi Ponimin yang mengungsi di rumah kerabatnya di Dusun Ngenthak, Desa Umbulmartani, Kecamatan Ngemplak, Kabupaten Sleman, DI Yogyakarta, Kamis (28/10).

"Yo wis, kowe saiki sing tunggu Merapi (ya sudah kamu sekarang yang menunggu Merapi)," kata GKR Hemas kepada Ponimin usai mendengarkan cerita Ponimin bersama istrinya perihal bagaimana keluarga tersebut menyelamatkan diri dari letusan Gunung Merapi.

Namun saat itu, Ponimin tidak segera menyanggupi permintaan GKR Hemas dan mengatakan bahwa dirinya tak bisa memberikan jawaban saat ini, dan hal itu bisa dipahami oleh GKR Hemas.

Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) ini mengunjungi tempat tinggal sementara Ponimin di Desa Umbulmartani Kabupaten Sleman bersama empat anggota DPD RI yakni Hafidh Asrom, Bambang Suroso, Supardi, dan Nurmawati. (antara/bun)

Misteri Sosok Gaib Sebelum Letusan Merapi



TEMPO Interaktif, Sleman - Sosok misterius itu muncul beberapa saat sebelum Merapi memuntahkan isi perutnya, Selasa (26/10/2010) lalu. Ponimin --orang yang diminta GKR Hemas menjadi juru kunci Merapi menggantikan Mbah Maridjan-- dan istrinya sedang duduk di ruang tamu rumahnya yang terletak di Dusun Kinahrejo atau kurang lebih 100 meter dari rumah Mbah Maridjan.

Ponimin, 50-an tahun, memegang gepokan uang sebesar Rp 25 juta. Dari jumlah itu, Rp 15 juta diberikan isterinya untuk membayar hutang bisnis kayu yang ditekuninya selama ini. Sedangkan sisanya, Rp 10 juta baru saja akan dimasukkan ke tas ketika suara gemuruh tedengar dari Merapi.

Ponimin dan istrinya bangkit dari duduknya. Bukan untuk mengungsi. Ponimin bergegas menuju kebun untuk mengambil daun awar-awar dan dadap serep. Dua daun itu dipercaya bisa digunakan untuk tolak bala. Sedangkan istrinya, Yati, keluar rumah membaca ayat suci al Qur’an.

Saat itulah, Yati berkisah, dirinya dikejutkan kemunculan sosok misterius. "Tiba-tiba ada sosok tua berpakaian Jawa berdiri di depan saya. Orang itu mengatakan akan mengobrak-abrik keraton Yogya,” cerita Yati kepada GKR Hemas yang menemuinya di rumah pengungsiannya di Dusun Ngenthak, Kelurahan Umbulmartani, Kecamatan Ngemplak, Kabupaten Sleman, Kamis (28/10) siang.

Dengan sedikit gemetaran Yati pun mencegah keinginan sosok orang tua gaib itu. "Ojo (jangan),” kata Yati.

Sosok orang tua dengan api menyala-nyala di belakangnya itu kemudian menghilang. Yati pun masuk ke dalam rumah karena dari atas Gunung Merapi ia melihat ada api yang meluncur ke bawah. Pun Ponimin. Keduanya pun berlindung di dalam rumahnya bersama anak-anaknya. Mereka bersembunyi di dalam kamar.

Hawa panas tiba-tiba menerjang disertai angin kencang dan debu. Di dalam rumah, keluarga ini masuk ke kamar dan berlindung di balik rukuh (mukena) milik Yati.

“Kami selamat, meski api berkobar-kobar di sekeliling kami. Atap rumah beterbangan. Kaca-kaca jendela pecah,” cerita Yati.

Setelah awan panas reda, mereka bergerak ke luar rumah. Namun tanah yang diinjak terasa panas. Mereka berhasil naik mobil di halaman rumah yang selamat dari amukan awan panas. Namun baru berjalan beberapa meter, ban mobil pecah karena meleleh. Mereka kembali masuk rumah.

Di dalam rumah mereka mengumpulkan tujuh bantal dan satu sajadah. Benda-benda itulah yang kemudian dijadikan “jembatan” untuk keluar dari rumah, menuju tempat aman.

Agak jauh dari rumah, mereka ditolong Tris, tetangganya yang juga selamat dan kemudian dilarikan ke RS Panti Nugroho di Pakem. Rukuh yang menyelamatkan nyawa Ponimin dan keluarganya itu kini disimpan. “Sudah ada yang nawar Rp 40 juta. Namun tidak saya kasih,” kata Yati.

Ponimin dan keluarga memilih kini mengungsi di rumah dokter Anna Ratih Wardhani di Dusun Ngenthak, Kelurahan Umbulmartani, Kecamatan Ngemplak, Sleman hingga saat ini. Selama mengungsi, dokter Anna merawat luka bakar di telapak kaki Ponimin. Akibat kedua telapak kakinya yang melepuh, Ponimin hingga saat ini hanya bisa duduk dan berbaring di kasur.

Di pengungsian ini, Yati masih bertanya-tanya, siapa gerangan sosok orang tua misterius yang muncul sebelum Merapi mengamuk itu.