Jakarta - Pengunjung beberapa kafe di Jakarta sejak dua pekan lalu selalu dikagetkan dengan razia polisi. Tidak biasanya polisi melakukan razia di tempat itu. Di lokasi yang biasa dijadikan tepat kumpul kalangan homoseksual khususnya gay itu, polisi memeriksa indentitas diri (KTP) para pengunjung. Saat itu beberapa pengunjung ada yang digelandang ke kantor polisi.
"Malam itu polisi bukan melakukan razia narkoba. Saya kira razia itu terkait kasus pembunuhan yang dilakukan Ryan. Sebab di malam yang sama kafe di Blok M, tempat kumpul teman-teman gay juga dirazia," jelas Marcel, seorang gay kepada detikcom.
Asumsi Marcel, tempat mereka (kalangan gay) kumpul bukan tempat ajep-ajep (dugem). Karena hiburan musik yang disuguhkan lagu-lagu top fourty. Sehingga para pengunjung di sana hanya minum-minum saja sambil mencari pasangan sesama pria.
Memang sejak kasus pembunuhan berantai yang dilakukan Verry Idham Henyansyah alias Ryan, kalangan gay jadi sorotan masyarakat. Sebab kebetulan Ryan, pelaku pembunuhan sadis tersebut, adalah seorang gay. Beberapa tempat yang menjadi lokasi kumpul kalangan ini belakangan menjadi sasaran razia polisi.
Sejumlah pelaku homoseksual kemudian ramai-ramai mengadukan kekhawatirannya ke sejumlah organisasi transeksual, seperti Arus Pelangi, dan Our Voice. Mereka mengaku takut terkena razia atau diusir dari kos-kosan.
Dede Oetomo, pendiri Yayasan GAYa Indonesia (YGN), salah satu perkumpulan gay, mengatakan, keresahan kalangan gay di beberapa daerah, terutama Jakarta, akibat pemberitaan seputar kasus Ryan. Kondisi ini bertambah parah, karena sejumlah kriminolog melontarkan pendapat yang memojokan gay.
"Padahal dalam kasus ini terbukti pembunuhan Ryan bukan soal hubungan seks sesama jenis. Tapi lebih kepada tindak kriminal murni. Dari sebelas korban Ryan, hanya satu yang karena cemburu. Selebihnya karena ia ingin menguasai harta milik korbannya," ujar Dede.
Menurut Dede, soal diskriminasi dan pengucilan memang bukan hal baru bagi kalangan gay. Tapi setelah kasus Ryan, bukan soal diskriminasi itu yang ditakutkan. Melainkan tindak kekerasan atau pengusiran yang akan menimpa kalangan gay.
Seharusnya, lanjut Dede, masyarakat tidak menghubung-hubungkan kasus kriminal dengan orientasi seksual seseorang. "Kalau mau jujur, sebenarnya pembunuhan yang dilakukan heteroseksual jauh lebih banyak. Tapi karena kasus yang melibatkan gay sangat jarang. Kasus ini menjadi meledak luar biasa," aku Dede.
Diakuinya, geger kasus Ryan menimbulkan persepsi miring terhadap kalangan gay. Masyarakat kemudian menganggap kalau seorang gay hidup dari melacurkan diri sebagai gigolo, seperti yang dilakukan Ryan. Ada juga yang berpersepsi gay identik dengan tindak kriminal. Sehingga gay dianggap sampah masyarakat.
Padahal, jelas Dede, banyak gay dan lesbian yang sukses di profesi masing-masing yang digelutinya. Ada yang menjadi seniman, penyiar televisi, dosen, dokter, pengusaha, ataupun menteri. "Namun hal-hal positif itu tidak pernah mendapat perhatian masyarakat," kata Dede, dosen Fakultas Ekonomi Universitas Surabaya.
Dede menambahkan, perbedaan gay dengan pria pada umumnya hanya soal orientasi seksnya. Sedangkan untuk mencari nafkah mereka sama seperti yang lain. Ia kemudian menyayangkan jika perbedaan orientasi seks tersebut menjadikan gay terpinggirkan di lingkungan kerja. Sebab baginya, jadi seorang gay atau lesbi adalah pilihan, dan tidak ada yang dirugikan karenanya.(ddg/iy)
22 Agustus 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar