Ada yang Fokus Rapat, Ada yang Goda Berondong
Banyak organisasi nonformal yang beranggotakan satu identitas atau memiliki kesamaan jenis dan karakter. Tapi di Salatiga, Yayasan Gessang coba mengumpulkan dan membentuk satu wadah organisasi bagi para lesbian, gay, waria dan biseks.
Dhinar Sas, Salatiga
Adalah Theodorus Garry Natanael, ketua organisasi gay di Salatiga yang memiliki gagasan tersebut. Theo -panggilan akrabnya - mengumpulkan para anggota komunitas lesbian, gay, biseks, dan transgender (waria) atau yang biasa disebut LGBT di kafe Nice yang berada di kawasan Cungkup, Sidorejo Kamis (17/1) malam.
Koran inipun memenuhu undangan mahasiswa sebuah universitas swasta di Salatiga tersebut. Begitu masuk ke lokasi kafe yang berada di belakang kampus UKSW, tepatnya berada di samping masjid Al Huda itu terlihat beberapa sepeda motor dan mobil diparkir rapi di depan jalan yang tidak begitu lebar.
Begitu masuk ke bagian dalam kafe, sebuah meja plus buku tamu yang dijaga seorang perempuan menyambut mereka yang datang. Bagi peserta pertemuan, masing-masing diminta sumbangan sebesar Rp 10 ribu. "Uang yang terkumpul untuk kas dan biaya rapat," tutur salah satu peserta tanpa mau menyebutkan identitasnya.
Di sekitar meja itu tampak pula beberapa pria yang berdandan ala perempuan alias waria. Rambut mereka panjang dan lurus lengkap dengan riasan wajah yang tampak menyolok. Theo malam itu memimpin rapat sekaligus melakukan sosialisasi berbagai perkembangan terkait komunitas LGBT.
Rapat dilakukan di sebuah ruangan yang lumayan besar. Tidak ada dekorasi khusus dan semua peserta duduk secara lesehan di atas karpet. Sekitar 20 orang yang berasal dari tiga komunitas tengah mendengarkan penjelasan Theo. Mereka adalah perwakilan gay atau uga disebut MSM (man sama man), transgender (waria), dan biseks. Sedangkan komunitas lesbian tak terlihat karena ada pertemuan di Bandungan, Kabupaten Semarang.
Tua dan muda menjadi satu dalam pertemuan LGBT tersebut. Ada peserta yang terlihat masih berumur belasan tahun, ada pula yang sudah setengah baya.
Dan dandanan para waria memang terlihat paling mencolok dengan make up di wajah yang cukup tebal. Ada pula yang memakai rok serta baju tank top dan rambut disemir.
Pemandangan itu agak berbeda kala melirik kaum gay atau biseks. Nyaris dandanan mereka biasa saja meski rambutnya ada pula yang disemir. Dan hampir semua peserta merokok.
Theo yang saat itu mengenakan kaos warna hijau memaparkan isi undang-undang perlindungan anak kepada para peserta. Setidaknya ’sosialisasi’ itu diharapkan bisa mencegah anggota komunitasnya mengalami masalah seperti rekannya di Kota Semarang. Di sana, ia menyebutkan seorang gay tersangkut masalah hukum karena berhubungan dengan anak di bawah umur.
"Jangan sampai nantinya ada yang bermasalah dengan anak-anak," papar mahasiswa komunikasi ini.
Paparan Theo inipun tak luput dari berbagai respon dan sahutan bernada canda. "Wah, berarti kalau mau pesan ’kucing’ (PPS, pria pekerja seks/gigolo) harus ditanya dulu umurnya berapa dong. Atau kalau tidak, ditanyain KTP-nya. Jangan sampai kita dapat berondong tetapi bermasalah," ujar salah satu peserta sembari disambut tawa para peserta lainnya.
Dalam perbincangan itu, tidak jarang muncul istilah-istilah gaul yang sering terdengar di televisi seperti ngesong (oral seks), tepong (anak seks), berondong (daun muda) dan lainnya.
Sekalipun pertemuan dipenuhi gurauan dan candaan dari kelompok ’riang’ ini, tetapi mereka tetap fokus dan serius dengan tujuan rapat yakni membentuk organisasi serta persiapan menyambut valentine day pada Februari mendatang. Akhirnya rapat menyepakati pembentukan organisasi lengkap dengan pengurusnya. Hanya saja, malam itu belum ada susunan nama pengurus organisasi baru bagi LGBT di Kota Salatiga tersebut.
Kelucuan terlihat ketika koran ini mengeluarkan kamera dari dalam tas dan hendak mengabadikan jalannya diskusi. Namun, begitu melihat kamera, sontak beberapa anggota langsung menutup wajahnya. Ada pula yang menutup mulutnya dengan tisu sehingga hanya terlihat matanya.
"Tidak apa-apa, nanti foto yang akan dimuat kita pilih dulu," ujar Theo memberikan penjelasan setelah melihat tindakan para anak buahnya ini.
Diselingi hidangan dan teh manis, acara akhirnya selesai hingga pukul 22.30. Dan saat acara telah usai, tidak ada yang langsung pulang meninggalkan lokasi. Mereka malah tetap berkumpul dan berbincang-bincang hingga larut malam. Tidak jarang mereka menggoda mahasiswa yang lalu lalang di depan kafe.
"Wah, mosok pada godain mahasiswa yang kebanyakan teman-teman aku. Malu dong," sindir Theo.
Ketika ditanya adakah kemungkinan gay dan waria saling berhubungan intim karena sama-sama penyuka pria, serempak menjawab itu tidak mungkin
"Karena kita kan sudah tahu kalau sama-sama wanita," jelas dia dibenarkan rekannya yang lain. (*)
-------------------------------------------
Sumber:
Bila Lesbian, Gay, Waria, dan Biseks Berkumpul untuk Membentuk Satu Organisasi (http://www.jawapos.com/index.php?act=detail_radar&id=191537&c=111)
11 Oktober 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar