Oleh NURAINI JULIASTUTI
Sejak peristiwa Stonewall tahun 1969 (pembangkangan kaum homoseksual untuk memperjuangkan hak-haknya) dan bersamaan dengan gelombang kedua gerakan perempuan, homoseksualitas segera menjadi gerakan yang nyata. Tidak lagi takut-takut, tidak lagi tersembunyi. Sekaligus ia mulai dipertimbangkan sebagai bahan kajian studi.
Pada tahun 1950-an dan 1960-an, homoseksual dipelajari dari jarak yang objektif, tepatnya selalu dilihat dari perspektif heteroseksual. Sampai kemudian muncul generasi baru akademikus homoseksual muda yang mulai ambil peranan dalam studi ini. Mereka mempelajari homoseksualitas dengan penuh semangat empati.
Ken Plummer dalam kata pengantarnya untuk buku Modern Homosexualities (1992) mengatakan bahwa tulisan-tulisan tentang gay dan lesbian yang muncul sebelum tahun 1970-an tampak seperti sedang mencari pengertian diri. Beberapa bahkan bernada destruktif dan bersikap negatif terhadap hidup. Singkatnya, ia menyebabkan orang-orang benar-benar percaya bahwa mereka (gay dan lesbian) adalah termasuk golongan orang-orang sinting dan kesepian di dunia ini.
Tapi keadaan kemudian berubah dengan cepat. Sekarang tidak hanya jumlah buku tentang gay dan lesbian yang berlipat ganda (pada tahun 1969 tercatat hanya 500 judul buku, tapi pada tahun 1989 sudah melonjak menjadi 9000 judul buku), tapi juga jangkauan pertanyaan-pertanyaan penelitian yang lebih luas, penerapan berbagai disiplin ilmu yang semakin beraneka ragam, dan tentu saja jumlah pembaca yang semakin luas.
Bersamaan dengan lahirnya publikasi-publikasi awal yang radikal tentang gay dan lesbian, berlangsung pula perkembangan-perkembangan penting yaitu pelembagaan studi gay dan lesbian sebagai lapangan akademik profesional. Lambat laun bidang studi ini sudah mempunyai PhD-PhD sendiri, bahan-bahan bacaan khusus, profesor-profesor, pusat-pusat studi, konferensi-konferensi, dan mulai dijadikan mata kuliah di universitas.
Pada tahun 1970-an, bidang studi ini secara internasional dikenal luas dan mulai bisa dibandingkan dengan perkembangan studi perempuan atau studi etnisitas atau ras, meskipun tentu saja ukurannya masih lebih kecil karena lebih banyak stigma-stigma yang dikenakan di situ.
Universitas-universitas dan college-college terkemuka seperti Harvard, Princeton, Yale, Berkeley, MIT, Duke, Nottingham Trente University, mengadakan kuliah-kuliah tentang gay dan lesbian secara tetap. Universitas Utrecht bahkan mempunyai Pusat Studi Gay dan Lesbian. Konferensi-konferensi internasional tentang gay dan lesbian telah diadakan di Toronto, Denmark, London, New York, dan Amsterdam.
Di beberapa negara bahkan ada usaha-usaha yang lebih awal untuk memantapkan kajian studi ini. Beberapa yang bisa disebut disini adalah: Hirshfeld's Institute di Jerman pada tahun 1920-an, beberapa pusat-pusat studi di Belanda, juga Institute for Homophile studies di Amerika, sebuah universitas alternatif yang pernah menerima lebih dari 1000 mahasiswa pada tahun akademik 1957-1958.
Kemapanan kajian studi gay dan lesbian juga ditandai dengan kelahiran jurnal-jurnal ilmiah bidang ini. Journal of Homosexuality pertama kali dipublikasikan pada tahun 1974 dan mengupas berbagai isu seperti remaja-remaja gay, orang-orang tua gay, dan lain-lain. Jurnal-jurnal lain yang banyak mengupas persoalan-persoalan gay dan lesbian adalah Journal of Gay and Lesbian Psychotheraphy, Journal of The History of Sexuality, European Gay Review, Lesbian Ethics, Signs, Feminists review, TRIVIA: A Journal of Ideas, atau Sexualities .
Tulisan-tulisan pertama yang muncul di luar universitas seringkali berupa artikel-artikel pendek di koran tentang kehidupan gay dan lesbian atau pamflet-pamflet kampanye. Buku-buku kumpulan artikel tersebut misalnya The Homosexual Dialectic, The Gay Liberation Book, The Lesbian Reader, atau A Lesbian Feminist Anthology. Kondisi di Indonesia sekarang mungkin bisa disamakan dengan keadaan diatas. Sampai saat ini di Indonesia belum banyak muncul literatur-literatur kajian studi tentang gay dan lesbian. Wacana tentang gay dan lesbian di negara ini hanya muncul secara rutin misalnya lewat majalah atau media-media intern perkumpulan-perkumpulan gay dan lesbian semacam Gaya Nusantara. Belum ada kaum akademikus di Indonesia yang mengkhususkan diri menulis tentan fenomena gay dan lesbian. Salah satu usaha penting untuk membawa wacana homoseksualitas di Indonesia ke tingkat yang lebih akademis adalah tulisan Dede Oetomo "Homoseksualitas di Indonesia" di Prisma (Juli 1991). Setelah itu belum ada lagi sesuatu yang penting dalam perkembangan studi gay dan lesbian di Indonesia.
* * *
Ada dua term utama dalam wacana homoseksualitas modern, yaitu: 'closet' (kloset) dan 'coming out' (keluar). Term 'kloset' digunakan sebagai metafor untuk menyatakan ruang privat atau ruang subkultur dimana seseorang dapat mendiaminya secara jujur, lengkap dengan keseluruhan identitasnya yang utuh. Sedangkan term 'coming out' digunakan untuk menyatakan ekspresi dramatis dari 'kedatangan' yang bersifat privat atau publik. Pemakaian term 'closet' dan 'coming out' disini bermakna sangat politis. Narasi 'coming out of the closet' menciptakan pemisahan antara individu-individu yang berada didalam dan diluar kloset. Kategori yang pertama diberi makna sebagai orang-orang yang menjalani hidupnya dengan kepalsuan, tidak bahagia, dan tertekan oleh posisi sosial yang diterima dari masyarakat. 'Kloset' kemudian bermakna strategi akomodasi dan pertahanan yang diproduksi untuk menghadapi norma-norma masyarakat heteroseksual di sekitarnya.
'Closet Practice' adalah respon terhadap strategi represif yang diterapkan oleh masyarakat heteroseksual untuk mengeluarkan homoseksual dari kehidupan masyarakat. Strategi ini mulai dilakukan pada tahun 1940-an, tapi kemudian mulai diintensifkan pada tahun 1950-an dan 1960-an. Hal ini memantapkan posisi 'kloset' sebagai konsep identitas seksual yang berbeda dan sebagai sebuah simbol kehidupan ganda.
Para teorisi di bidang ini misalnya adalah Dennis Altman, Ken Plummer, Mary McIntosh, Gayle Rubin, dan Jefrey Weeks. Dennis Altman menulis Homosexual: Liberation/Oppression (1971) yang lantas menjadi bahan perdebatan sampai 20 tahun berikutnya. Ia menyoroti penciptaan identitas baru dengan kelahiran gerakan lesbian dan gay, perbedaannya dengan masa lalu dan identitas politik mereka.
Studi ini lantas berkembang lebih jauh dengan penggabungan-penggabungan atau persilangan antara studi gay dan lesbian dengan berbagai disiplin ilmu yang lain. Pada tahun 1970-an, psikologi, sosiologi, dan sejarah menjadi kajian yang berpengaruh. Di bidang psikologi, Freedman menulis Homosexuals May Be Healthier Than Straights (1975). Ia menyatakan bahwa homoseksual adalah sesuatu yang normal, sama seperti orang-orang lain, dan mungkin bahkan lebih sehat dari kaum heteroseksual. Freedman kemudian juga memperkenalkan konsep utama 'homophobia' yang kemudian dilanjutkan dalam karya-karya Lesbian Psychologies (Boston Lesbian Psychologies Collective, 1987) dan Lesbianism:Affirming Non Traditional Roles (Rothblum & Cole, 1989). Topik penting yang dibahas dalam sosiologi adalah mengubah fokus dari memandang homoseksual sebagai salah satu tipe individu ke respon sosial terhadap homoseksualitas, yaitu perubahan konstruksi sosial homoseksualitas secara radikal. Karya-karya penting yang membahas topik ini misalnya: Sexual Stigma: An Interactionist Account (Ken Plummer, 1975), The Construction of Homosexuality (Greenberg, 1988), atau Forms of Desire:Sexual Orientation and The Social Constructionist Controversy (Stein, 1990). Perdebatan tentang tema ini terutama dipercepat oleh terbitnya seri History of Sexuality yang sangat berpengaruh karya Michel Foucault.
Dalam bidang sejarah bisa disebut buku karya Herdt yang berjudul Ritualized Homosexuality in Melanesia (1984), Passions Between Women (1993) karya Emma Donoghue yang membahas kebudayaan lesbian di Inggris tahun 1668-1801, atau The Wilde Century (1994) karya Alan Sinfield yang membahas tentang kehidupan gay Oscar Wilde yang hidup di masa Victorian di Inggris.
Mulai sepanjang tahun 1980-an ada perubahan tren dalam studi gay dan lesbian, yaitu perhatian yang besar kepada cultural studies dan persoalan AIDS. Persoalan AIDS dalam studi gay dan lesbian menjadi penting karena penyakit ini seringkali digunakan sebagai alat politis untuk menempatkan gay dan lesbian dalam posisi yang merugikan. Dan dalam beberapa hal terbukti bahwa menyerang kaum gay dan lesbian lewat isu kesehatan cukup ampuh, karena masyarakat biasanya dengan mudah membenarkan kekhawatiran terhadap penyakit serius semacam AIDS ini.
Perhatian yang besar terhadap cultural studies bisa terlihat dari berkembangbiaknya studi-studi kebudayaan gay dan lesbian dalam segala bentuk: film, TV, novel, karya-karya fiksi, biografi, musik, karya-karya seni, dan bentuk-bentuk kebudayaan populer lainnya. Bonnie Zimmerman misalnya menganalisa 200 karya fiksi lesbian yang dipublikasikan mulai tahun 1969-1989 dalam karyanya yang berjudul The Safe Sea of Women . Dengan perspektif yang sama Richard Dyer berusaha melacak perkembangan genre film-film gay dan lesbian dalam Now You See It (1991).
Bidang-bidang klasik lain dalam studi-studi lesbian dan gay modern adalah tentang komunitas dan persoalan identitas gay, seksualitas, pornografi, juga perubahan dan pergeseran konsep keluarga heteroseksual dengan adanya fenomena gay dan lesbian yang memelihara anak-anak mereka sendiri.
Termuat di Newsletter KUNCI No. 5, April 2000
Alamat halaman ini: http://kunci.or.id/esai/nws/05/gay.htm
22 Juli 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
1 komentar:
hei friend, keep on spirit.
Posting Komentar