Salatiga Carnival Center

Salatiga Carnival Center
Sebuah event akbar tahunan WORLD CULTURE FASHION CARNIVAL..

Profil Saya

Foto saya
Salatiga, Jawa Tengah, Indonesia
I was born in Solo, December 25, 1987 from the father of Drs. Luke Suroso and Mrs. Sri Puji Lestari Hantokyudhaningsih. I grew up in a city full of culture that is the city of Solo. as the descendants of the solos even have blood from a stranger. I was born like a tiny man, weighing> 4 kg. the second child of three brothers that I tried to be a pioneer and a child who was always proud of my extended family. trained hard in terms of education and given the religious sciences until thick. I am standing upright in my life the 19th to voice the aspirations of the marginalized of LGBT in the city of Salatiga. as a new city that will be a starting point toward change and transformation that this country is a country truly democratic. soul, body and all of my life will always fight for rights of the marginalized is to get our citizen rights. Ladyboys no rights, no gay rights, no rights of lesbian, but there's only citizen rights regardless of sexual orientation and gender.

22 Juli 2008

Pro Kontra Seputar Gay


Perjuangan Stevanus Theodurus, dalam memperjuangkan hak lesbian, gay, biseks, transgender dan transseksual (LGBT) menuai pro dan kontra. Terbukti, sejak pengakuan tentang jati dirinya di situs web Scientiarum, timbul komentar dari berbagai kalangan mengenai kaum LGBT. Tak jarang komentar pedas ia terima. Tapi ada pula sebagian yang memahami dan menerima dirinya.

Theo, demikian ia biasa disapa, merupakan Petugas Lapangan Yayasan Gessang untuk Kota Salatiga. Gessang adalah yayasan yang bergerak di bidang sosial, advokasi, dan HAM untuk kaum gay. Theo juga tercatat sebagai mahasiswa aktif Program Studi Komunikasi FISIPOL UKSW angkatan 2006.

Theo memandang, LGBT bukanlah penyakit dan bukan dosa. “Kalo gay adalah penyakit menular, saya cuma mau ngomong, ‘Tolong carikan obatnya dong.’ Kalau tidak ada obatnya, berarti ada dua penyakit yang belum bisa diobati di Indonesia, yaitu gay dan AIDS. Gay bukan penyakit, tapi itu hanyalah suatu perbedaan orientasi seksual,” kata Theo.

”Di Salatiga, yang saya ketahui, ada 200 gay dan 50 persen adalah anak UKSW. Namun mereka masih tertutup dan belum mau mengaku. Sebenarnya, orang-orang yang berjalan dengan maskulin tidak menjamin bahwa ia bukan gay,” papar Theo.

Apakah LGBT itu bukan dosa dan bukan penyakit? Pertanyaan inilah yang akan digali lebih dalam melalui perspektif teologi, sosiologi, psikologi, dan biologi.

Menurut Dien, Dosen Fakultas Teologi yang mengampu matakuliah Feminisme dan matakuliah Gender (Program Pascasarjana), LGBT masih diperdebatkan “kedosaannya,” karena ada pihak yang menentang dan menganggap LGBT sebagai dosa dan harus dikembalikan ke jalan yang benar. Namun ada juga yang mengatakan bahwa LGBT bukan dosa, karena mereka juga mahluk ciptaan Tuhan, dan Tuhan juga mempunyai kuasa yang sama besarnya untuk “mengubah” ciptaannya.

“LGBT tidak dapat dikatakan sebagai dosa. Sejauh bukan sebagai ‘tren,’ karena dewasa ini banyak yang ‘tiba-tiba’ menjadi gay (karena) sekadar tuntutan dunia hiburan,” kata Dien.

Jika seseorang tiba-tiba “menyimpang” dari jalan yang sudah digariskan oleh Tuhan, hanya demi tuntutan duniawi, maka hal tersebut dapat dikatakan sebagai “dosa.” Selain itu, Dien juga menegaskan, bahwa “kelainan” seksual ini dapat terjadi karena berbagai faktor, misalnya saja faktor lingkungan; karena memiliki banyak saudara perempuan, atau terbiasa diberi mainan atau pakaian yang tidak sesuai dengan jenis kelaminnya.

Hal senada juga diamini Dosen Fakultas Biologi, Ferry Karwur. Menurut Ferry, ketertarikan seksual dipengaruhi oleh dua faktor, yakni faktor genetik dan faktor lingkungan. Sistem ketertarikan seksual manusia berada di antara lalat buah dan reptil (buaya). Lalat buah, bagaimanapun kondisi lingkungan, tidak akan mengubah orientasi seksualnya. Genetik memegang peranan 100 persen. Sedangkan buaya terpengaruhi oleh suhu (lingkungan).

Manusia dapat mengalami kebocoran genetik. Hormon sebagai penentu organ seks sekunder (payudara, jakun, dan sebagainya) dalam perkembangannya menjadi perantara situasi lingkungan dan genetik. Lingkungan dapat mengendalikan kita untuk mengubah orientasi seksual.

Neural pada manusia sangat kompleks. Hal ini menyebabkan neural kita berkembang lebih terdiferensiasi, tidak terprogram seperti robot. Sistem manusia yang unik ini membuat perbedaan orientasi seksual bagi tiap-tiap individu.

Ilmu psikologi sudah menyatakan bahwa homoseksual bukanlah penyakit ataupun kelainan. Perlu dibiasakan untuk mengatakan dan meyakinkan diri sendiri bahwa “saya adalah normal.” Penting untuk menghilangkan sifat apatis dan menutup diri dengan perasaan bersalah. Masalahnya, banyak lesbian yang merasa berdosa, sehingga makin menjauhkan diri dari aktivitas ibadah. Kalau perasaan negatif terus menggeluti pikiran, hal itu justru bisa menimbulkan rasa lemah. Nomor satu yang paling penting adalah menerima diri sendiri terlebih dahulu.

Berbeda dengan tiga perspektif yang lain, sisi sosial lebih menekankan bagaimana hubungan interaksi antara kaum LGBT dan masyarakat. Maksudnya, bagaimana cara kaum LGBT dapat masuk dan bergaul dengan masyarakat.

“Untuk urusan dia gay atau nggak sih nggak masalah. Yang penting jangan mengganggu aja,” ujar Rido, mahasiswa UKSW. “Yang penting, kita yang normal ini nggak merasa keselamatan kita terancam. Saya punya teman gay dan dia seringnya ya bergaul cuma dengan teman-teman cewek. Mungkin teman-teman cowok termasuk saya agak jaga jarak aja ya … tanpa bermaksud mengucilkan.”

Kontributor: AQIRANA A. TARUPAY, MUHAMMAD Y. F. NASUTION

( sumber : www.scientiarum.com )

4 komentar:

Anonim mengatakan...

eh homo......

klo mang homo sejati hub gua.....
dsar sakit......
atheis.....
msa suka ma kontol.....
pepek lbih enk kale.......
ap lagi bohai......
sarappppp.......
anti_kristus ya.......
Satanic ya....
sekte iblis ya....
gereja setan....
pecundang........
ap lo mang gak punya kontol......
maka na gak bisa ngehek.....
ma cwe...
mlah milah cwo.......
penyakitan.......



apa.............


gak seneng...........

klo gak sneng hubungi gua
tapi klo lo brani.....

08985537671

Anonim mengatakan...

salm...ya perjuangan bagi kaum LGBT ga skedar pada tataran akademik saja,tapi untuk ke akar rumput belum sampai, itu yang buat LGBT masih belum jelas keberadaannya di sosial, saya yakin banyak orang yang LGBT yang berkompenten, namun pada saat ini pria yang kemayu hanya dapat dipandang atau layak pada pekerjaan lokal seperti salon, menyedihkan memang...tapi LGBT dalam sosial tidak lepas dari sebuah penafsiran2 teks pada agama.....
selamat berjuang teman, kiranya jika ada waktu kita berdiskusi dengan kamu theo, reagrat 4 u from me Diyah nanti kalau ada waktu hubungi yup di 085697754523
ini tema yang menarik

Mitchell Rigel Paais mengatakan...

aku cuma bisa bilang.. kamu tahu alkitab itu adalah sesuatu yang ga terpikirkan oleh manusia dan dalam alkitab Tuhan sendiri ciptain cowo sama cewe, bukan coco sama cowo ataupun cewe sama cewe.. kalo mau berilmu tinggi harus punya akhlak dulu.. yang penting kalo kamu mau jadi gay ataupun sejenisnya pikirkan dulu dampaknya,kalo memang Tuhan mengijinkan homoseksual, pasti sodom dan gomorah ga akan pernah terjadi mas..

Anonim mengatakan...

buat yang komentarnya negatif,kayak yang jorok2 tu udah pasti tipe orang ndeso dan kampungan dech,jelas tuh tipe pendidikan rendah yang jelas buah pikirannya ga bisa dipertanggungjawabkan...yg bawa2 agama juga tuh gak ngerti apa2 taunya sok menggunakan alkitab sbg kedok merendahkan orang lain biar dikira dirinya lebih suci "kalee"!hei 08985537671,kalo besok judgement day(kiamat kalo kau ga paham bhs inggris) mustinya kau bakalan jadi salah satu yg terdepan jatuh ke neraka duluan!
trus buat mitchchelriggell,jgn sok menhakimi orang lain d kalo kau tak mau dihakimi,semua org(termasuk kau) punya dosa....jadi ga perlu gunakan alkitab buat menilai hidup orang lain,ingat Yesus datang buat pendosa yang terbesar,ga perlu berlagak kayak imam farisi sok suci tapi malah munafik!