29 Agustus 2009
Ambisi Amsterdam Jadi Ibu Kota "Gay" Kembali
Selama beberapa dasawarsa, Amsterdam dikenal sebagai "Ibu Kota Gay" di dunia, di mana pasangan gay dan lesbian bisa berciuman dengan bebas di tempat umum, sedangkan pasangan-pasangan lokal diterima secara sosial oleh masyarakat dan menikmati kesetaraan hukum yang tidak terbayangkan di tempat lain.
Namun, rangkaian kekerasan terhadap orang-orang gay, mencoreng mahkota Amsterdam itu. Dewan Kota Amsterdam pun telah mengalokasikan dana sebesar 1,2 juta euro untuk kembali memoles mahkota tersebut.
Insiden paling terkenal terjadi pada 2005 ketika seorang tokoh gay Amerika diserang pada Hari Ratu di Amsterdam. Chris Crain adalah pemimpin redaksi majalah gay, Washington Blade. Pada waktu itu, ia sedang jalan-jalan bergandengan tangan dengan pasangannya ketika seorang pria muda meludahinya. Dalam sekejap, tujuh pria telah mengelilingi Crain, memukuli, serta menendangi wajah dan tubuhnya. Crain menggambarkan insiden tersebut di dalam blognya, http://www.washblade.com/blog/blog.cfm?blog_id=523>
"Selama saya hidup, saya tidak akan melupakan wajah-wajah para penyerang kami itu. Apa yang saya saksikan di wajah mereka lebih pada rasa jijik dan bukan kebencian, tapi itu ada, sangat menakutkan," ujar Crain.
Komunitas gay mencatat peristiwa itu. Akibatnya, dollar wisatawan gay mengalir ke tempat-tempat lain yang memilki kehidupan gay meriah, seperti Berlin dan Barcelona. Pekan ini, Dewan Kota Amsterdam meluncurkan kampanye tiga tahun senilai 1,2 juta euro untuk mengembalikan arus wisatawan.
Kode Merah Muda
Kampanye tersebut menangani persoalan dari dua sisi, kata Freek Ossel, anggota Dewan Kota Amsterdam. Kebijakan toleransi nol terhadap kejahatan karena kebencian. Dalam hal ini akan bekerja sama dengan polisi dan kehakiman yang akan menyoroti masalah keamanan. Namun, kampanye juga memusatkan perhatian pada prakarsa sosial untuk memperbaiki kehidupan orang-orang homoseksual di Amsterdam.
"Kami akan memperhatikan semua prakarsa, memberi perhatian kepada homoseksual lansia, mendorong akseptasi di bidang olahraga, meluncurkan organisasi baru. Pendek kata, bukan hanya keamanan, melainkan juga sisi masyarakat madaninya. Menurut kami, hal ini akan mengembalikan Amsterdam sebagai Ibu Kota Gay seperti dulu," kata Ossel.
Salah satu prakarsa dinamai "Kode Merah Muda", yaitu jejaring orang-orang gay di lingkungan tempat mereka tinggal. Kamera-kamera keamanan juga akan dipasang di tempat-tempat populer dengan kehidupan malamnya.
Kelompok-kelompok minoritas di Belanda tidak banyak menghormati homseksualitas, demikian dikatakan Dennis Boutkan, ketua asosiasi hak-hak gay, COC, di Amsterdam. Namun, ia menambahkan, masalahnya lebih luas lagi.
"Kelompok minoritas tidaklah positif terhadap homoseksualitas. Apa yang kami lakukan sekarang adalah memulai dialog tentang makna homosekualitas dan mencoba mendapatkan respek. Namun, saya tidak hanya bicara tentang kelompok minoritas karena tingkat penerimaan di kalangan orang Belanda sendiri juga sangat tipis."
Boutkan senang dengan kampanye yang dilakukan kota Amsterdam ini. Ia berharap hal itu akan bisa memperbaiki kehidupan orang-orang gay setempat serta menarik wisatawan gay dan lesbian ke Amsterdam. "Saya sangat yakin dengan upaya semua yang terlibat. kita akan bisa membalikkan keadaan," katanya.
Tampaknya, COC dan Dewan Kota Amsterdam mengindahkan peringatan Crain yang ditulis sesudah penyerangan itu. "Saya harap sahabat-sahabat gay di Belanda menyadari, masih terlalu dini untuk mengumumkan kemenangan dan pulang hanya karena mereka telah memenangi pertarungan legal. Merebut hati dan pikiran orang merupakan tantangan yang lebih berat."
sumber : www.kompas.com
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar