Salatiga Carnival Center

Salatiga Carnival Center
Sebuah event akbar tahunan WORLD CULTURE FASHION CARNIVAL..

Profil Saya

Foto saya
Salatiga, Jawa Tengah, Indonesia
I was born in Solo, December 25, 1987 from the father of Drs. Luke Suroso and Mrs. Sri Puji Lestari Hantokyudhaningsih. I grew up in a city full of culture that is the city of Solo. as the descendants of the solos even have blood from a stranger. I was born like a tiny man, weighing> 4 kg. the second child of three brothers that I tried to be a pioneer and a child who was always proud of my extended family. trained hard in terms of education and given the religious sciences until thick. I am standing upright in my life the 19th to voice the aspirations of the marginalized of LGBT in the city of Salatiga. as a new city that will be a starting point toward change and transformation that this country is a country truly democratic. soul, body and all of my life will always fight for rights of the marginalized is to get our citizen rights. Ladyboys no rights, no gay rights, no rights of lesbian, but there's only citizen rights regardless of sexual orientation and gender.

04 September 2009

Menilik Sejarah Berdirinya Gessang




Sebelum berdirinya Lambda Indonesia pada tahun 1982, kaum gay di Surakarta sangat tertutup. Mereka tidak ingin identitas seksual mereka diketahui oleh orang lain. Mereka takut apabila keluarga mereka dikucilkan oleh tetangga dan masyarakat. Mereka biasa berkumpul di Balekambang, di sana mereka bergabung dengan komunitas waria yang telah ada sebelumnya.

Kaum gay yang biasa muncul hanya berjumlah 5-10 orang, yang lain masih belum berani untuk membuka identitas. Kegiatan mereka baru sebatas kumpul-kumpul dan sekali-kali mengisi acara Srimulatan di Balekambang. Perkumpulan di Balekambang itu semakin lama semakin berkembang dan kaum gay memisahkan diri dari perkumpulan kaum waria.

Karena jumlahnya yang semakin banyak mereka memutuskan untuk memiliki tempat berkumpul sendiri, terpisah dari kaum waria. Ide ini dicetuskan oleh seorang mahasiswa UNS, fakultas kedokteran yang menjadi penggerak bagi kaum gay pada waktu itu dan memang sebagian anggotanya adalah mahasiswa UNS.

Namun pada tahun 1987 isu tentang keberadaan mereka terdengar oleh orang tua masing–masing, maka mereka berusaha menyembunyikan identitas mereka pada orang tua mereka. Setelah peristiwa itu kaum gay di Surakarta seolah-olah tenggelam dengan sendirinya, karena belum ada yang menggerakkannya.

Lambda Indonesia (LI) adalah paguyuban gay pertama di Indonesia yang didirikan di Surakarta. Tujuan dari lembaga ini adalah mengarahkan kaum homoseks agar tidak berkeliaran di tempat-tempat tertentu, yang sering membahayakan keselamatan mereka karena korban pemerasan atau tindak kriminal oleh oknum-oknum tertentu. Paguyuban ini juga berusaha untuk menghapus citra buruk terhadap homoseksualitas yang selalu dipandang negatif atau buruk.

Hal ini disambut dengan sangat baik oleh kaum homoseksual di Surakarta, meskipun kebanyakan tokoh-tokoh penting dalam lembaga tersebut bukan asli Surakarta. Pada awal berdirinya lingkup kegiatan Lambda Indonesia masih sangat kecil, hal ini karena masih banyak kaum homoseksual di Surakarta yang belum berani mengungkapkan identitasnya sebagai homoseksual.

Paguyuban ini terbentuk dari hasil diskusi kecil para homofil. Dari perbincangan yang santai itu lahir ide untuk menyatukan kaum homoseksual karena mereka merasa riskan mencari pergaulan di tempat-tempat yang berbahaya. Untuk mencapai cita-cita itu, mereka menerbitkan buletin yang diedarkan diantara mereka sendiri.

Mereka menganggap dengan media, cita-cita dapat dicapai. Sebab kaum homoseksual tidak hanya berdomisili di Jakarta atau Bandung tapi juga diseluruh pelosok Indonesia. Isi buletin tersebut mencakup masalah dan penerangan tentang homoseksualitas, kontak antara sesama anggota forum diskusi, cerita pendek, kegiatan kaum homoseksual di mancanegara dan berita-berita lainnya.

Sedangkan untuk aktifitas homoseksual modern di Surakarta, terpengaruh oleh para pendatang dari kota besar. Hal tersebut didukung oleh letak Kota Surakarta yang strategis dalam hal jalur transportasi. Kota Surakarta dilewati jalur transportasi baik dari dan menuju kota-kota besar seperti Yogyakarta, Semarang, Surabaya dan Jakarta. Kaum gay di Surakarta mulai terbuka ketika Lambda Indonesia dibentuk. Pada awal berdirinya lingkup kegiatan Lambda Indonesia masih dalam skala kecil dan bersifat tertutup.

Hal tersebut karena masih banyak kaum gay di Surakarta merasa takut membuka identitas seksualnya sebagai gay. Seiring berjalannya waktu individu yang belum berani terbuka, mulai berani untuk membuka identitas seksualnya sebagai seorang gay. Pada tahun 1990-an mereka mulai berani untuk mengadakan acara-acara dengan skala yang lebih besar, seperti September Ceria di Tawangmangu, pentas seni, fashion show dan acara-acara sosial lainnya.

Setelah Lambda Indonesia mulai tenggelam dikarenakan beberapa hal, muncul GAYa Surakarta yang mengadakan berbagai kegiatan untuk kaum homoseksual (Gay, Pria Penjaja Seks, dan Waria) di Surakarta dengan memberikan pendidikan, penyuluhan, dan pembinaan dalam rangka pemberdayaan komunitas homoseksual. GAYa Surakarta inilah yang nantinya menjadi embrio bagi munculnya organisasi berskala lebih besar untuk kaum homoseksual dengan nama GESSANG (Gerakan Sosial, Advokasi, dan HAM untuk gay Surakarta).

1 komentar:

Anonim mengatakan...

TRITURA : Tiga Tuntutan Rakyat Pataya
*dukung mas slamet sebagai kandidat ketua gaya nusantara!! menggantikan posisi banci prongos ibud lelembud
yang sudah bertahun-tahun nancep jadi ketua dan merajalela sok berkuasa!
*kembalikan ibud lelembud ke habitatnya semula sebagai banci gunung gangsir pasuruan.
*Tegakkan keadilan di gaya nusantara, batasi kekuasaan, pembayaran gaji yang sesuai dengan tugas, jangan lagi ada korupsi dan makan gajih buta! hidup KPK